Merenungi e-Global

16 Oct 2011 Merenungi e-Global

Kita sudah sering mendengar istilah “global”, dari pasar global, era global hingga pemanasan global. Kali ini kita membahas e-Global. Mohon maaf jika istilah e-Global ternyata sudah dipakai dan pengertiannya berbeda. Istilah e-Global disini semata-mata hanya untuk meringkas judul. Sebenarnya yang dimaksudkan adalah tata kehidupan modern yang serba “e” (baca: electronic) atau cyber. Siapa yang tidak kenal “e”? Bukan saja kalangan bisnis dan profesional. Pengemis pun kenal “e”. Agen-agen pengemis di Jakarta, cara mengontrol atau janjian penjemputan tiap rombongan pengemis melalui SMSan dengan kepala rombongan. Tata kehidupan global kini sudah boyong ke jagat “e”.

Tulisan ini merupakan pengembangan tulisan pada tahun 1993, dimana penjabaran teknisnya ada dalam buku-buku IT (mainframe) yang saya tulis pada tahun 1994 (terbit awal 1996). Bedanya, istilah cyber pada tulisan dulu diganti dengan “e” biar simpel 🙂 Pada tulisan dulu juga tidak menyebut-nyebut hape, SMS dan pasar bebas, namun melulu seputar cybernet dan network centric computing (NCC) serta aplikasi dan dampaknya saja. Maklum belum tahu bahkan tidak menduga.

Apa yang saya tulis ketika itu hanya gambaran angan-angan. Alasan logisnya hanya berdasarkan melihat perkembangan teknologi networking sejak awal tahun 1990an yang mengarah ke peer-to-peer dengan hadirnya SNA/APPN, SAA dan TCP/IP. Entah sejauh mana yang terjadi di luar sana, ketika itu saya belum tahu. Namun yang jelas, saya dan teman-teman sudah mulai menjajal-jajal koneksi komputer dengan komputer, mulai dari menyusun konfigurasi hardware (APPN PU2.1) hingga praktek programming-nya (APPC LU6.2). Lantas berkhayal apa yang akan terjadi di masa mendatang. Dan ternyata benar. Tahun 1995 wajah IT sudah berubah pesat. Dan hingga tahun 2011 ini, IT sudah benar-benar berbeda jauh.

Jika 2 dekade ke belakang adalah tahap persiapan dan perkembangan teknologi, sangatlah logis 1 atau 2 dekade ke depan adalah tahap optimasi penerapannya. Meskipun tentu akan terus diiringi dengan pengembangan dan penyempurnaan. Mengenai e-Global juga sebenarnya di beberapa negara sudah dimulai, meskipun belum se-extrim apa diuraikan di bawah ini. Saya yakin pakar-pakar IT kita mungkin sudah lebih tahu dari saya. Namun ada baiknya orang awam juga tahu. Untuk itulah saya tulis topik ini

Memasuki era “e”

Pasar bebas terlepas apakah itu gagasan Adam Smith atau orang lain, yang perlu kita ketahui adalah kenapa muncul gagasan ini? Ketika itu yang bergumul di otak para cendekia negara-negara maju adalah bagaimana menyelenggarakan pola bisnis untuk masyarakat modern.

Masyarakat modern adalah masyarakat yang serba “e”, bisnis pun menjadi e-business. Orang belanja tidak perlu bersusah payah mengarungi kemacetan. Cukup pergi ke e-toko atau e-pasar dengan menggeser-geserkan mouse di meja atau uwal-uwil jari di layar android, malah sambil tiduran. Milih barang pun cukup dengan klak-klik atau nyal-nyul. Selang berapa menit pengantar barang datang. Pembayarannya pun nggak repot. Tidak perlu lagi gosok-gesek, cukup klak-klik atau nyal-nyul. Jadi jelaslah kuncinya ada di IT, perbankan dan expedisi.

Di sisi IT diharapkan produsen “e”, e-produsen, e-pasar, e-toko dan e-banking siap. e-Produsen, e-toko dan e-pasar dipersiapkan dengan hadirnya berbagai jenis server dan penyelenggara hosting. Sedangkan e-banking dipersiapkan dengan hadirnya teknologi super server alias mainframe untuk menjangkau wilayah sekujur dunia dengan aman. Nah .. kalau sudah begini baru nyadar siapa pemain utamanya.. Mereka adalah para produsen peralatan “e”, penyedia infrastruktur dan layanan “e” dan perbankan “e”. Mereka berlomba adu kualitas, kemudahan dan kenyamanan layanan serta saling keterkaitan satu sama lain dalam rantai bisnis.

Dari sisi expedisi (delivery service) tentu pemain utamanya ya mereka sendiri. Yang dipersiapkan adalah luasnya jaringan dan kualitas dan kecepatan layanannya. Untuk itu expedisi pun menggunakan IT seperti GIS dan GPS disamping penataan dapur dan pemasarannya.

Pada saat yang sama, target juga dipersiapkan, yaitu para e-konsumen, dengan hadrinya berbagai komputer jinjing, telepon bimbit dan internet melalui jaringan seluler. Mereka adalah faktor terpenting. Dengan testimoni dari merekalah kenikmatan dan kenyamanan gaya hidup “e” bisa tersiar lebih efektif. Lagipula merekalah kontributor utama bagi para produsen IT dalam membiayai riset untuk mengembangkan kecanggihan peralatan “e”.

Ketika semua pihak telah siap, maka kehidupan modern yang serba mudah dan nyaman segera terwujud. Kota-kota tidak lagi macet. Yang lalu-lalang hanya transportasi expedisi, orang-orang kerja dan jalan-jalan. Orang kerjapun yang tidak terkait dengan tenaga fisik bisa dari rumah melalui e-kantor atau cyberoffice.

Gagasan Pasar Bebas

Dari pembahasan ekonomi, pasar bebas, yang merupakan goal dari paham neoliberalisme, adalah pasar untuk menyelenggarakan perdagangan bebas. Yang diharapkan, semua aspek kehidupan merujuk pada hukum pasar. Sehingga diharapkan, pemerintah tidak ikut campur menetapkan batas-batas atau hambatan-hambatan dalam perdagangan. Saya boleh saja jual rujak cingur di Jepang sebanyak-banyaknya selama orang Jepang suka membelinya. Pemerintah Jepang tidak boleh membatasi meskipun industri tofu dan sake bangkrut gara-gara selera masyarakat beralih ke rujak cingur. Demikian pula Toyota dari Jepang juga boleh jualan mobil sak kayange disini selama orang sini suka membelinya. Pemerintah kita tidak boleh memungut pajak barang mewah atau cukai yang lain sehingga harga mobil tidak sampai 1/3 dari harga saat ini. Pemerintah juga tidak boleh ikut cawe-cawe meskipun Astra harus bangkrut gara-gara konsumen memilih mobil-mobil CBU ketimbang CKD yang kualitasnya dianggap lebih rendah.

Di sisi lain, hadirnya iklim “e” sepertinya sinkron banget dengan gagasan pasar bebas. Bayangkan, dimensi ruang goegrafis lenyap diringkus oleh sarana “e”. Sekujur permukaan bumi bisa ngumpul dalam satu layar LCD (atau CRT). Ketika e-konsumen tertarik melihat barang di e-showroom, begitu klik bisa jadi barangnya ternyata di negara lain. Nah.. alangkah nyamannya jika tidak usah ada batas-batas negara yang menghambat perdagangan bebas dengan batasan quota expor/impor, beacukai dan sebagainya. Alangkah nyamannya jika seluruh negara berkompromi menjadi lahan tanpa batas persis seperti layar LCD. Bisa jadi dari sinilah para penggagas pasar bebas merasa yakin kemenangan sudah ditangan, karena sisi teknologi dan implementasinya memang mereka sudah siap lebih dulu. Bahkan teknologi “e” memang dagangan mereka.

Lantas semua persiapan diarahkan ke globalisasi. Perbankan diperluas jaringannya dan ditingkatkan kemampuan IT-nya. Expedisi pun demikian. Bermunculan expedisi-expedisi internasional yang mampu menjangkau hingga pelosok-pelosok negara lain seperti UPS, Feddex dll.

Sementara itu, beberapa standard juga dipersiapkan, baik teknologi maupun kebijakan guna memudahkan menembus batas negara. Pemerintah negara-negara penggagas juga mengembangkan IT-nya yang semula hanya sistem informasi pemerintahan menjadi e-Gov terutama untuk mengamankan hak-hak negara yang memungkinkan terselinap di balik mekanisme “e”, seperti perpajakan, pengawasan legal dan sebagainya.

Setelah semua siap lantas mulai mengajak-ajak negara-negara lain untuk ikutan meramaikannya dengan berbagai dalih termasuk sosialisasi sejumlah standard yang mereka terbitkan. Sebenarnya mereka mencari tumbal karena mereka sadar efek zero sum game selalu berlaku dalam segala permainan.

Sementara, banyak negara lain yang tidak menyadari bahwa di balik slogan “keadilan pasar bebas” ada jurus pamungkas “e”, sehingga tanpa pikir panjang langsung mendukung. Dikiranya gaya pasar tetap konvensional. Memang kita tetap dibolehkan jualan rujak cingur disana. Tapi kan harus sewa kios, sewa indekosan, wira-wirinya juga harus bayar tiket montor mabur. Karena jualan rujak cingur tidak mungkin melalui e-pasar pake website. Expedisi juga nggak mau nganterin keburu basi di jalan. Sedangkan mereka jual produk-produk teknologi dimana e-showroom-nya bisa dijangkau hingga pelosok-pelosok. Pagi ini klik, nanti sore atau besok barang datang.

Pasar bebas iklim e-Global

Dari uraian di atas diperoleh gambaran tentang lingkaran pasar bebas dan e-Global seperti gambar di sebelah ini. Disana nampak jelas peran-peran penting dalam lingkaran. Pemain utama ditulis dengan warna merah. Dari gambar tersebut dapat disimak bahwa peran yang paling penting di antara pemain utama adalah IT vendors atau para produsen “e”, yaitu mereka yang menyediakan peralatan “e”, termasuk penyedia infrastruktur jaringan. Meskipun di antara mereka saling bersaing.

Peran e-bank sebenarnya juga tidak kalah penting. Hanya saja mereka banyak dan hanya sejumlah bank tertentu saja yang akan berperan, yaitu yang e-bank-nya memadahi dalam melayani transaksi e-Global. Yang lain tentu akan tenggelam. Terlebih jika pasar bebas dalam e-Global nantinya bener-bener sudah tidak mengenal batas-batas negara. Artinya, sudah tidak ada lagi prosedur expor-impor. Yang ada siapa beli apa dimana. Selain luasnya jaringan dan kualitas layanan e-bank menjadi penentu nyawa perbankan, tentu akan muncul beberapa standard susulan untuk memenangkan bank-bank tertentu. Itu sudah lagunya para penggagas dari sono. Negara-negara yang sudah kadung kemaki komit mendukung globalisasi, tentu akan terjebak konsekuensi untuk mengikuti permainan tersebut dan nasibnya akan menjadi tumbal.

Peran expedisi atau delivery service juga sangat mandatory, sama dengan perbankan. Para pemainnya yang saat ini sudah mulai kelihatan tidak banyak. Karena mereka sepertinya sudah menguasai seluruh permukaan bumi. Namun jika kelak banyak yang menyusul juga akan terjadi babak penyisihan seperti perbankan juga. Dan tentu akan muncul beberapa standard untuk penyisihan.

Antara e-toko dan e-pasar dengan e-produsen ada tanda panah bolak-balik. Awalnya sama-sama pemain utama tapi saya ragu untuk tahap selanjutnya. Kalau jualanya sudah dengan e-showrroom yang didukung layanan expedisi yang tangkas, apakah masih perlu pengecer atau dealer maupun toserba? Pengecer dan pasar serba-ada diperlukan kan untuk memudahkan konsumen berbelanja. Mereka cenderung ngumpul dalam satu kawasan atau bahkan satu atap seperti mall, mengingat kendala geografis dan biaya transportasi yang harus ditanggung konsumen. Sedangkan pasar e-Global, e-showroom dari mana pun bisa ditampilkan bareng-bareng di layar LCD, tidak perlu harus satu situs. Saya yakin secara bertahap e-toko dan e-pasar akan terkikis. Mungkin yang bertahan adalah barang-barang kecil untuk kebutuhan sehari-hari seperti yang ada di minimart, mall dan pasar basah saat ini. Untuk barang-parang seperti hape, komputer, TV, sepeda motor, mobil, furnitur dan sejenisnya, konsumen lebih suka langsung ke e-showroom milik e-produsen. Untuk menyingkat jarak geogradis, e-produsen cukup menyebar distributor saja, atau bahkan cukup menyebar gudangnya saja. Pengecer sudah tidak diperlukan lagi.

Benarkah kelak e-kehidupan akan sampai kesana? Untuk lingkup tiap negara tidak diragukan lagi. Beberapa negara sudah menggelarnya. Bahkan antar negara juga sudah mulai untuk produk-produk tertentu. Kita bisa beli software, atau bahkan hardware seperti turbo kit atau axle kit langsung di negara asal lewat internet. Pembayarannya bisa melalui kartu kredit ataupun layanan semacam paypal. Tapi beli mobil atau sepeda motor cara itu belum bisa. Berarti tinggal nunggu sejauh mana kebijakan pasar bebas akan bergulir. Teknologinya sudah sangat siap.

Kita pemenang apa tumbal?

Nah, jika e-Global sudah berjalan beneran, dari gambaran di atas, mungkin kita bisa menebak siapa yang akan jadi pemenang dan siapa tumbalnya. Kira-kira apa peran kita disana? Yang jelas setiap individu dari negara manapun pasti akan menjadi konsumen. Selain individu, peran apalagi yang bisa kita mainkan?

Memiliki salah satu sarana penyedia “e” apalagi memproduksi sarana “e” merupakan langkah terpenting untuk bertahan. Oleh karena itu banyak negara berlomba memekarkan investasi sampai ke manca negara untuk berperan serta dalam bisnis penyediaan sarana “e”, baik software, hardware maupun network. Lihat saja ramainya ivestor asing berbisnis infrastruktur “e” seperti penyedia broadband, broadband nirkabel, jaringan seluler maupun aplikasinya seperti hosting, operator telpon seluler dll.

Tumbal yang paling sial adalah negara yang dikelola oleh orang-orang yang tidak memahami perkembangan jaman tapi sok tahu. Sial yang paling parah adalah negara yang pejabatnya tidak mikirin hal-hal ginian malah sibuk berebut nyolong menjadi hama negara. Juga negara-negara yang pejabatnya hanya mikirin politik dan perjuangan partai untuk berebut kursi di legislatif maupun pemerintahan. Negara semacam ini sebenarnya sudah kalah sebelum bertanding. Mungkin para hama itu berpikir kalau hasil curiannya sudah banyak, lantas minggat ke manca negara untuk memulai hidup bahagia dengan bekal yang cukup untuk tujuh turunan.

Upaya agar tidak jadi tumbal

Kalau mungkin sih mengejar untuk ikut naik panggung. Kata para pakar ekonomi, aktivitas kita jangan di hilir saja. Menggelar e-pasar dan e-toko sepertinya ikut menjadi pemain utama. Tapi kalau yang dijual produk asing sama juga konsumen. Kita juga harus menjadi e-produsen dengan cara mbanyakin aktivitas hulu yang saat ini lesu. Artinya, kita harus menggelar perindustrian yang seimbang. Setiap kita beli produk asing harus diimbangi dengan orang asing beli produk kita. Berarti produk kita harus kompetitif.

Namun demikian, apapun yang kita produksi harus diiringi dengan semangat nasionalisme kosumen lokal untuk adil. Jangan memihak produk asing seperti yang dilakukan selama ini. Memang ada yang beli produk kita, dan konon karena terpanggil rasa nasionalisme. Tetapi syaratnya kualitas tidak boleh kalah dengan produk asing dan harga harus jauh lebih murah. Ini namanya belum adil. Malah sebenarnya kalau bisa berpihak pada produk lokal.

Tanpa konsumen lokal, sulit kemungkinannya untuk melangkah ke pasar regional apalagi global. Sudah beberapa kali NSI ditengok pasar asing. Rata-rata teknis dan teknologinya di tingkat lab mereka terima. Namun mereka akhirnya mundur karena referensi konsumen lokalnya belum cukup. Sehingga upaya ini sepertinya masih sulit mengingat kenyataan hari ini, konsumen lokal masih berpihak pada produk asing.

Industri yang modalnya paling murah adalah kerajinan tangan. Kerajinan tangan yang modalnya paling murah tapi memungkinkan menjadi bisnis raksasa adalah industri software. Caranya tinggal memberi gairah para rekayasawan Nusantara untuk kreatif membangun software langsung di bawah bimbingan orang-orang yang sudah profesional di bidang ini. Industri ini tidak perlu gudang dan alat transport berat. Pabriknya cukup komputer, jaringan model dan otak-otak manusia setengah sableng. Kantornya pun tidak perlu di kota besar yang mahal. Malah lebih tepat di pegunungan yang hening.

Upaya lain yang mungkin lebih efektif adalah menata sistem perekonomian terpadu untuk membendung arus impor. Caranya adalah dengan membina agar setiap kelompok masyarakat menjadi produsen bagi kelompok lain, terutama untuk produk-produk agro dan agroteknologi menggunakan sistem Agromatika.

Topik-topik terkait

  1. E-Gov Menjadikan Pemerintah Swalayan Tuntas
  2. Menyimak e-KTP
  3. e-Gov untuk Mencegah Kejahatan
  4. Mainframe – Solusi Paling Jitu untuk e-Gov
  5. Agromatika – Jembatan ke Nusantara Hari Esok
  6. Agromatika – Konten Utama e-Gov Nusantara
  7. Misteri Seputar IT
  8. Awan Cumulonimbus Hadir di Jagat IT
wpuser
dewi.sekarsari@yahoo.com
No Comments

Post A Comment