Covid-19 Mirip Candhabirawa

08 Sep 2021 Covid-19 Mirip Candhabirawa

Ada rumor muncul varian baru Covid-19 (C19) yg disebut MU (myu).   Varian MU ini lebih ganas dari varian Delta.   Anehnya, parasit yang umumnya bermutasi makin ramah terhadap inangnya, rupanya tidak berlaku bagi C19.   Ya Allah… seberapa parahkah ulah manusia, sehingga harus berhadapan dengan makluk ganas yang tak kasat mata ini.

Pernah ada yang menulis, entah dimana, bahwa C19 ini mirip dengan senjata Candhabirawa dalam pewayangan.   Kayaknya benar juga!   Keganasan, kebrutalan dan kesaktian C19 memang bener-bener mirip Candhabirawa dalam pewayangan.     Nah, barangkali pembaca tahu tulisan yang membahas kemiripan antara C19 dan Candhabirawa, mohon tuliskan link-nya di kolom komentar.   Jangan-jangan malah anda sendiri.    

Candhabirawa adalah ‘rewang’nya Prabu Salya, senapati terakhir Korawa, sekaligus mertua Duryodhana.   Wujudnya mungkin mirip tuyul, kecil, gesit, ganas dan jika diserang malah berkembangbiak menjadi banyak.   Sehingga baru setengah hari medan tempur Kuruksetra dipenuhi makluk aneh ini.   Yang aneh lagi, Candhabirawa menyerang siapa saja yang didekatnya.   Hanya Salya, majikannya, yang tidak diserang.   Sehingga, semua tentara Pandawa dan Korawa kocar-kacir dan sebagian tewas.

Prabu Kreshna membujuk Puntadewa, sulung Pandawa, seorang pemain dadu yang menyengsarakan seluruh Pandawa dan rakyat Hastinapura yang enggan bertanggungjawab dengan dalih manusia suci berdarah putih pantang berperang.   Dia selalu lulus berlindung dibalik popularitasnya sebagai manusia suci.   Namun kali ini tidak.   Dia harus berperang, karena satu-satunya solusi untuk membasmi Candhabirawa adalah ajiannya, yaitu Jimat Jamus Kalimosada.   

Benar saja!    Setelah Puntadewa maju dalam medan tempur dan mendekati Prabu Salya, sampul jimatnya membuka dan mengibas tombak yang di kereta yang ditungganginya.   Tombak melesat mengenai dada Prabu Salya dan gugurlah majikan Candhabirawa itu.   Seketika itu pula, ribuan tuyul Candhabirawa lenyap.   Kontan seluruh prajurit yang tersisa bersorak gembira.       

Perlu dicatat bahwa Prabu Salya atau Salyapati atau Narasoma raja Mandaraka dalam Serat Bharatayuddha tidak sama persis dengan Shalya raja Madra dalam epik Mahabharat, meskipun perannya di Kuruksetra sama, membela Korawa karena terpaksa, alias tidak ikhlas.   Dalam epik Mahabharat, Shalya bukan mertua Duryodhan dan tidak memiliki ‘rewang’ apapun.    

Puntadewa adalah Yudhistira, tokoh yang sama, baik dalam Serat Bharatayuddha maupun epik Mahabharata.   Juga memiliki citra yang sama, suka melampiaskan seleranya sendiri dengan berbagai dalih yang mengandalkan popularitasnya sebagai orang yang paling bijak, paling suci, pantang berbohong karena anak/titisan Bathara Dharma.   Bedanya, dalam Serat Bharatayuddha ditambah lagi, tidak pernah perang dan berdarah putih serta memiliki jimat yang disebut Jamus Kalimosada.   

Banyak tokoh yang mengatakan “tidak ada yang namanya kebetulan”.    Epik Mahabharata dimodifikasi oleh Empu Sedhah dan Empu Panuluh bukan sebuah kebetulan.   Itu adalah proyek serius di jaman Prabu Jayabhaya di Kediri pada abad ke-12.   Sehingga munculnya Candhabirawa dan Jamus Kalimosada juga bukan sebuah kebetulan.   Melainkan sudah dirancang dengan berbagai perhitungan sesuai kapasitas Empu Sedhah dan Empu Panuluh dan kemampuan pribadi Prabu Jayabhaya yang sakti dan terkenal jangka (ramalan)-nya itu.   

Kalimosada berasal dari Kali-Maha-Usaddha, yang bermakna “obat mujarab Dewi Kali”.   Sedangkan jamus artinya adalah benda berkhasiat atau ampuh.   Jamus Kalimosada dipastikan tertulis dalam Serat Bharatayuddha.   Artinya, istilah itu asli dituliskan oleh Empu Sedah dan Empu Panuluh dalam Serat Bharatayuddha.   Boleh jadi itu kosakata keseharian di jaman itu.  

Sedangkan Candabirawa tidak tertulis dalam naskah asli Serat Bharatayuddha.   Yang ada Rudrarohastra.   Namun intinya sama saja dengan Candhabirawa, makluk kerdil lincah dan ganas brutal dan makin diserang makin berkembang biak.   Tumpasnya oleh kekuatan Kalimosada.   

Jangan-jangan semua itu adalah sebuah pesan untuk masadepan.  Entah dari Empu Sedah dan/atau Empu Panuluh, atau bahkan dari Prabu Jayabhaya sendiri. 

Bahkan di jaman Walisanga, Sunan Kalijaga juga sempat meminjam istilah Jamus Kalimosada menjadi Pustaka Kalimasada dan dijadikan judul lakon wayang kulit yang dipentaskannya sendiri dalam dakwah.   Entah karena ada kemiripan antara “kalimat syahadat” dan “kalimosada” dalam pengucapan lidah Jawa, atau karena ada kemiripan makna, ataukah ada kesinambungan pesan yang tersirat.   Yang pasti, selain sangat cerdas, Sunan Kalijaga adalah wali yang berilmu tinggi, tidak mungkin sembarangan asal thuk gathuk.    

Jika hipotesis di atas benar, boleh jadi sekarang ini,… untuk melenyapkan Candhabirawa Covid-19, kita harus secepatnya temukan Jamus Kalimosada 🤔

Tulisan lain terkait Covid-19:

  1. Covid-19, Senjata Biologiskah?  Revolusi Bisniskah?
  2. Covid-19, Dajjalkah?
  3. Covid-19: Waspadai Semua yang Bernafas di Sekitarmu
mm
Deru Sudibyo
deru.sudibyo@gmail.com
No Comments

Post A Comment