Menyimak e-KTP

04 Oct 2011 Menyimak e-KTP

Hari-hari ini kita sedang dilanda hebohnya e-KTP. Ada sementara orang yang mencurigai adanya indikasi korupsi. Saya terus terang kurang mampu menyimak di sisi itu karena aktivitas saya di IT hanya di lingkup teknis dan teknologinya. Oleh karena itu saya ingin mencoba menyimak dari sisi yang terdekat dengan ruang lingkup saya. Kebetulan e-KTP sangat erat dengan database dan networking. Kebetulan pula saya pembuat integrated automation tools yang di dalamnya harus dilengkapi relational database untuk tabel-tabel scheduler dan networking untuk mengintegrasikan sejumlah host yang akan diotomasikan bersama. Kebetulannya lagi, untuk menghindari ketergantungan dengan produk lain, RDBMS engine dan network protocol yang saya gunakan harus saya bikin sendiri. Mudah-mudahan bekal ini cukup pantas bagi saya untuk menyimak e-KTP yang sedang dibangun oleh pakar-pakar kesohor kita

e-KTP yang lagi heboh di negeri kita barangkali yang dimaksudkan adalah semacam citizen-id card. Mungkin salah kaprah. KTP dari kata “kartu tanda penduduk”, dimana identitas dan tempat tinggal menjadi informasi permanen, sehingga manakala seseorang pindah domisili harus ganti KTP. Lagi pula penduduk belum tentu warganegara, sehingga tidak memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan warga negara. Sehingga sulit untuk di-database-kan dalam satu format dengan warganegara. Jadi tebakan saya, e-KTP adalah e-KWN atau “e” kartu warganegara. Dengan demikian pengelolaan e-KTP merupakan salah satu aplikasi utama dari database warganegara (DB WN).

Informasi yang ada dalam setiap lembar e-KTP mestinya merupakan bagian dari record terkait dalam database warganegara. Dibandingkan dengan kartu kredit maupun kartu ATM bank, e-KTP mirip tapi tidak sama. Kartu kredit memiliki database terpisah dari database rekening lain. Karena itu kita bisa memiliki kartu kredit bank meskipun kita tidak memiliki rekening tabungan maupun pinjaman di bank tersebut. Kartu ATM juga memiliki database rekening sendiri yang terpisah dari kartu kredit. Sebab itu saat kita mendaftar menjadi nasabah bank, kita dapat kartu ATM tapi tidak serta merta dapat kartu kredit.

Lain halnya dengan e-KTP, merupakan kartu identitas diri yang terkait dengan database tunggal warganegara dimana database ini terkait dengan berbagai database dan sistem informasi lain selama menyangkut identitas diri seorang warga negara. Bahkan tidak hanya dengan IT pemerintahan (e-Gov), tetapi juga berbagai IT non e-gov seperti yang telah diungkapkan dalam posting terdahulu.

Setiap record database warganegara memuat data identitas diri, himpunan petunjuk identitas warganegara lain yang terkait keluarga misalnya isteri/suami, anak, orangtua dll, himpunan petunjuk identitas diri lain seperti lisensi mengemudi (SIM), sandi wajib pajak (NPWP), sandi paspor, sandi ijazah pendidikan formal, sandi-sandi keanggotaan organisasi formal (NIP, NRP dsb), sandi-sandi sertifikat kepemilikan (tanah, kendaraan dsb) dll, informasi tempat tinggal dll. Secara keseluruhan dibagi dalam 2 bagian, yaitu himpunan informasi sandi dan himpunan informasi deskriptif.

Bagian himpunan informasi sandi ini merupakan himpunan petunjuk (pointer atau key) yang mengkaitkan record seorang warga negara dengan database atau sistem informasi lain, baik dalam kawasan e-gov maupun non egov. Misalnya sandi NPWP mengkaitkan record ini dengan sistem informasi perpajakan dan langsung menunjuk ke record database pajak. Sandi NIP mengkaitkan record ini dengan sistem informasi kepegawaian pemerintah dan langsung menunjuk ke record database PNS. Sandi ijazah mengkaitkan record ini dengan database DikNas. Dengan demikian sulit sekali seseorang memalsukan pajak, ijazah dll. e-KTP harus berisi himpunan informasi ini. Sehingga dengan membawa e-KTP, seorang warga negara tidak lagi perlu membawa kartu SIM, STNK, NPWP, tanda anggota TNI/Polri/PNS dll.

Kaitan petunjuk juga ada yang mengkaitkan satu record dengan record lain. Misalnya petunjuk identitas isteri. Petunjuk ini mengkait langsung record isteri. Dengan demikian data detil istri tidak perlu dimuat dalam record suami dan sebaliknya. Demikian pula kaitan dengan anak dan orangtua.

Himpunan kaitan antar record maupun antar database merupakan suatu keharusan dalam manajemen database untuk menghindari adanya duplikasi dan redundancy referensi. Dalam aplikasi mission-critical seperti e-Gov, redundancy (apalagi duplikasi) sangat diharamkan. Dalam aturan kedisiplinan database juga demikian, agar akurasinya bisa dijamin.

Bagian himpunan informasi deskriptif merupakan himpunan data yang tidak terkait langsung dengan database maupun sistem informasi lain. Bagian ini merupakan data referensi manakala database atau sistem informasi lain mengakses database warganegara. Yang termasuk referensi antara lain rincian identitas diri, alamat tinggal saat ini dll.

Muatan kartu e-KTP

Dikatakan e-KTP karena kartunya mengandung perangkat “e” yang mampu menyimpan data dan menginformasikannya kepada alat pembaca tertentu. Pada saat seseorang diperlukan informasi identitas dirinya, maka orang itu mendekat ke alat pembaca agar e-KTP yang berada di dompetnya terbaca, atau mengeluarkan e-KTP dari sakunya dan didekatkan atau digesekkan ke alat pembaca. Caranya bisa beragam tergantung teknologi yang digunakannya. Setelah dibaca, maka informasi tersebut disampaikan kepada database warganegara dan diverifikasi. Baru informasi identitas detil orang tersebut bisa diperoleh.

Data yang terpatri dalam chip e-KTP tentu merupakan bagian dari data yang ada dalam database. Yang jelas, data yang termuat dalam e-KTP harus merupakan bagian dari informasi permanen termasuk kode identitas. Data inilah yang akan dijadikan sebagai kunci untuk mengakses database. e-KTP yang dipalsukan akan ketahuan karena ketika isinya digunakan untuk mengakses database, kuncinya tidak ditemukan dan akses ditolak.

Soal detil data apa saja yang terpatri dalam kartu e-KTP, data apa saja yang disimpan dalam database terkait e-KTP serta mekanisme verifikasi akses dan update terkait dengan e-KTP sangat tergantung dari desainnya. Yang jelas e-KTP merupakan bagian tak terpisahkan dari e-Gov. Karena database warganegara merupakan tulang punggung sebuah e-Gov suatu negara. e-Gov harus didukung dengan database warganegara, untuk mewujudkan fungsi utamanya yaitu menyelenggarakan layanan “e” terhadap seluruh warganegara, baik dengan maupun tanpa fisik kartu e-KTP. Tetapi e-KTP tidak bisa ada tanpa e-Gov.

Seharusnya penyelenggaraan e-KTP dan e-Gov kita yang baru dimulai saat ini, mustinya lebih canggih ketimbang yang mereka yang sudah lebih dulu menyelenggarakan. Mereka pada saat itu masih lebih banyak keterbatasan teknologi ketimbang saat ini. Sehingga mungkin e-Gov diselenggarakan lebih dulu untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas layanan pemerintah, dan e-KTP menyusul, atau bahkan masih dalam proses penyelenggaraan.

Sedangkan kita, bisa belajar dari mereka sambil menyelidiki kelemahan-kelemahannya. Kelebihannya kita tiru dan kelemahannya kita perbaiki. Mungkin e-Gov gaya lama yang ada di negara-negara maju verifikasi e-KTPnya dilakukan langsung oleh database server dan informasi referensinya dalam database bisa jadi terbatas karena e-KTP hadir menyusul setelah e-Gov jalan bertahun-tahun. Tentu ini bisa dianggap kurang aman untuk saat ini. Maka sering kita lihat di filem ada orang yang sudah dinyatakan mati bisa hidup lagi dengan identitas baru. Penjahat juga bisa ganti identitas untuk menghindari pengejaran polisi.

Sementara, kita bisa bikin yang lebih bagus. Verifikasi bisa dibikin bertingkat. Verifikasi awal dilakukan oleh alat pembaca, untuk mencocokkan antara e-KTP dengan pemegangnya. Berarti di dalam komponen “e” kartu e-KTP harus tersimpan data identitas diri yang melekat pada jasad (biometrik) pemegangnya dan bisa ditangkap oleh alat pembaca. Sehingga alat pembaca sekaligus mencocokan apa yang dibaca dari e-KTP dan apa yang ditangkap dari jasad pemegangnya. Jika tidak cocok, maka verifikasi tidak perlu berlanjut ke database. Langsung saja panggil polisi untuk menangkap si pemegang e-KTP tersebut. .

Atau bisa juga verifikasi berlanjut ke database menggunakan data yang tertangkap dari jasadnya untuk mengeluarkan data diri yang sebenarnya. Ini sangat memudahkan untuk membuatkan e-KTP baru manakala e-KTP hilang atau rusak. Mengingat, bukan tidak mungkin e-KTP hilang karena ketelisut, kecopetan, rusak ataupun “mamprung” karena musibah. Harus ada cara termudah dan tercepat untuk mendapatkan gantinya.

Database e-KTP harus Tunggal Terpusat

Mengingat kompleksitas keterkaitan antar record dalam database warganegara maupan antara database warganegara dengan database maupun sistem informasi lainnya, sangat sulit dibayangkan jika database tersebut tidak tunggal. Memang ada arsitektur gubahan baru database tersebar (DRDA), tapi saya yakin itu bukan solusi untuk database warganegara. Bayangkan, antar record saja sudah saling kait mengkait. Record kita dengan anak kita, isteri kita dan orang tua kita. Padahal belum tentu tinggal di kawasan yang sama. Jika setiap kawasan atau wilayah dikelola dengan database terpisah, integrasinya menjadi rumit.

Kita juga tidak selalu berada di wilayah kita sendiri. Kita bisa saja berada di wilayah lain. Terlebih disana kita berbisnis dan bisnis kita terdaftar di wilayah tersebut. Sementara setiap transaksi yang kita lakukan tentu ada pajak atas nama kita yang harus disetor dengan referensi record warganegara kita. Padahal record kita berada di database di luar wilayah. Mungkin harus ada kode wilayah yang menjadi bagian dari kunci dalam record warganegara agar tidak membuat overhead pada sistem saat melacak dari luar wilayah. Karena tabel wilayah bisa disiapkan di luar database utama dan dari kode wilayah langsung menunjuk alamat server dimana database terkait berada. Tetapi teknik tersebut bukan solusi yang baik, karena ketika seseorang pindah domisili ke wilayah lain, kunci harus ganti. Padalah kunci merupakan bagian dari kode identitas. Sehingga pindah lokasi berarti pindah identitas termasuk yang terpatri dalam kartu e-KTP. Ini akan menjadi pekerjaan manual birokratif bertahap mirip cara lama. Bedanya kali ini memerlukan peralatan serba “e” untuk verifikasi dan mengganti muatan dalam kartu e-KTP. Selain harus ada biaya tambahan, setiap jengkal tahapan birokrasi di negeri ini adalah peluang untuk menyalahgunakan wewenang.

Terlebih jika semua database tersebar, overhead akan semakin tinggi saat melakukan transaksi terkait dengan wilayah yang berbeda. Misalnya database SIM juga tersebar. Maka ketika seseorang pindah domisili dari Bogor ke Yogya, kode identitas harus berubah. Akibatnya database SIM juga harus berubah, database pajak dan database lain yang terkait dengan identitas orang tersebut harus berubah. Kabar buruknya, perubahan itu harus serentak. Menyusun program aplikasinya tentu rumit dan rentan kesalahan. Pelaksanaannya juga memerlukan SDM yang sangat terlatih karena tahapannya panjang dan rumit.

Belum lagi persoalan apakah setelah seseorang pindah domisili lantas record warganegara di server wilayah asal harus dihapus, atau sekedar dibikin pasif. Jika tidak dihapus, maka akan sangat berpotensi menjadi penyakit dalam soal kapasitas. Mau-tidak mau muatan record pasif itu akan bergeser berbeda dengan duplikatnya di wilayah yang baru. Lama-lama menjadi usang dan tidak ada gunanya.

Jika harus dihapus, maka harus ada masa transisi untuk memutasikan recordrecord database lain yang terkait (misal BPKB kendaraan) sambil menunggu record di wilayah baru ada backup-nya. Ini untuk keperluan recovery manakala terjadi musibah yang menimpa server di wilayah baru, tentu database harus di-restored. Tentu saja record dia akan hilang karena belum tersimpan dalam backup. Nah pada saat semacam ini, setidaknya dia masih punya record di server di wilayah lama dan proses pemindahan bisa diulang. Namun demikian, cara ini memerlukan waktu tunda. Bisa jadi perlu waktu sehari. Sementara itu, meskipun sudah ada backup, jika ada data ikutan yang belum dimutasi, juga akan menjadi rumit jika record di wilayah asal keburu dihapus. Ini akan menambah panjangnya masa transisi. Alangkah kampungannya wong sudah serba “e” kok tetep jam karet molor. Ini akan sama lucunya dengan IT KPU yang meng-entry data suara pemilu dari kertas suara yang sudah dicoblos.

Selain kelemahan-kelemahan di atas, database tersebar memerlukan SDM dan peralatan lebih banyak untuk menanganinya. Tentu saja biayanya akan lebih mahal dan kordinasinya secara nasional lebih runyam. Ini bukan soal pemerataan kesempatan kerja. Jika ada misi pemerataan kesempatan kerja, tidak kurang cara untuk menggelarnya, asal ada dana. Tetapi jangan mengorbankan sesuatu yang sangat penting seperti e-Gov.yang akan menjadi pondasi urat nadi negeri ini selamanya. Karena e-Gov dan e-KTP bukan mainan yang bisa kita bikin setiap ganti pemerintahan.

Semua database dalam e-Gov sebuah negara harus tunggal dan terpusat. Tak terkecuali database warganegara. Tidak bisa ditawar. Dengan demikian, semua mekansime “e” pengganti manual bisa dilakukan secara sederhana, cepat dan tepat. Seseorang warganegara, dimana pun dia berada di Tanah Air ini, akan mendapatkan pelayanan e-Gov yang sama. Ketika seseorang pindah domisili pun, tidak perlu update kode identitas. Yg perlu di-update hanya informasi tempat tinggal saja dan data referensi lain yang memang perlu berubah sesuai lokasi domisili yang baru. Jika dia ingin memutasikan mobilnya ke wilayah yang baru, bisa dilakukan kapan saja tidak ada yang perlu dikuatirkan. Tidak akan ada penghapusan record karena record-nya ya itu-itu juga.

Dengan semua database serba terpusat, integrasi penyusunan struktur untuk obyek-obyek yang saling terkait baik dalam satu database maupun antar database menjadi jauh lebih sederhana. Program aplikasinya pun tentu jauh lebih sederhana. Komputernya terpusat juga jauh lebih sederhana. Perawatan dan pengembangan.baik software maupun hardware juga lebih sederhana. Ujung-ujungnya, biaya lebih murah dan sistemnya secara keseluruhan lebih cepat berkembang karena pengembangannya lebih mudah. Pengawasan proyek-proyek terkait dengan perawatan dan pengembangan juga lebih mudah.

Efek samping dari database dan sistem yang serba terpusat untuk sebuah pemerintahan hampir semuanya positif. Database warganegara dan sumberdaya alam (SDA) terpusat dan terpadu yang didukung dengan GIS sangat memudahkan BPS untuk membuat penyimpulan-penyimpulan dan prakiraan statistik untuk segala sektor kehidupan untuk melandasi pengembangan infrastruktur dan sentra sentra bisnis dan industri yang optimal. Terlebih jika agromatika diselenggarakan atas dukungan e-Gov yang mapan tersebut, dinamika ekonomi akan melaju pesat di luar yang kita perkirakan.

Bagaimana dengan proyek e-KTP kita?

Bagaimana dengan megaproyek e-KTP kita? Apakah database-nya sudah siap? Terpusat dan tunggal kah? Mohon maaf, saya kurang tahu. Mungkin menyusun database dan membuat e-KTP dilakukan sekali grebrak. Jika benar,.. ya.. luaaarrr biasa! Dari selentingan yang beredar, konon tidak terpusat. Jika selentingan ini benar, sungguh disayangkan. Kenapa tidak belajar dari kegagalan IT KPU yang terkesan terburu-buru tanpa hasil? Maunya “e” tapi nyatanya “eee… manual lagi” 🙂 Barangkali IT yang mirip manual itulah yang kita sukai 🙂 .

Topik-topik terkait

  1. Seluk-beluk Membangun dan Mengelola e-Gov
  2. E-Gov Menjadikan Pemerintah Swalayan Tuntas
  3. e-Gov untuk Mencegah Kejahatan
  4. Mainframe – Solusi Paling Jitu untuk e-Gov
  5. Agromatika – Jembatan ke Nusantara Hari Esok
  6. Agromatika – Konten Utama e-Gov Nusantara
  7. Merenungi e-Global
  8. Misteri Seputar IT
  9. Awan Cumulonimbus Hadir di Jagat IT

mm
Deru Sudibyo
deru.sudibyo@gmail.com
No Comments

Post A Comment