Covid-19, Senjata Biologiskah? Revolusi Bisniskah?

18 Apr 2020 Covid-19, Senjata Biologiskah? Revolusi Bisniskah?

Jika bukan Dajjal, lantas apakah Covid-19 itu sebenarnya?   Mutan virus alamkah?    Senjata biologiskah?    Revolusi bisniskah?   Untuk menjawabnya, perlu kita urai dulu dengan saksama segala kemungkinannya…

Di China dan Korsel sudah muncul Covid-19 jilid 2.   Ini dari sisi kasus.   Beberapa korban yang sudah sembuh dan sudah dinyatakan negatif, tiba-tiba kembali positif.   Apakah karena tertular lagi?   Ataukah karena alatnya error sehingga belum bersih sudah dinyatakan negatif?   Entahlah…  banyak pendapat ahli yang sedang membahasnya.

Dari sisi gejalanya, juga ada jilid 2.   Jilid 1 adalah demam, nyeri sendi, batuk-batuk dan sesak napas.   Menyusul ada berita tentang gejala jilid 2, yaitu gangguan pada kulit dan menurunnya kepekaan indera penciuman.   Apakah ini mutan dari covid-19?   Entahlah…  banyak pendapat ahli yang sedang membahasnya.

Mudah-mudahan semua itu hanyalah hoax.    Sayangnya info itu disiarkan oleh media mainstream yang tentunya tidak akan mau menyiarkan berita yang belum jelas.

 

Apa dampaknya jika pageblug ini berkepanjangan?

 

Mulai dari yang paling sederhana…  Kita lihat, sekarang ini sepertinya masker menjadi wajib. Bahkan banyak pihak di belahan bumi yang memberi sanksi berat bagi yang melanggarnya. Tentu bisnis mask (dan APD) menjadi lebih menarik. Inilah contoh bisnis pageblug. Apa mask saja cukup? Untuk saat ini mungkin. Nantinya, pasca pageblug, “apakah mask masih wajib?” Tunggu dulu…

Kelak, pasca pageblug, di sebuah ruang, mungkin restoran, ruang kuliah, ruang kantor… apa yang terjadi jika salah seorang tiba-tiba bersin? Barangkali serentak akan berlarian mirip pergokan harimau. Nah… kembali pertanyaan “apakah mask masih wajib?” Tunggu dulu…

Jika gosip mutan atau gelombang pageblug berkepanjangan, tentu suasana kehidupan akan semakin mencekam. Bukan saja takut orang bersin atau batuk. Orang akan takut ketemu orang lain. Hubungan antar individu akan semakin merenggang. Jangan harap kita bisa bertamu. Kita pun tidak akan menerima tamu. Tidak ada lagi kopi darat. Orang hanya berkumpul dalam keluarga masing-masing.

Jika sudah begini, peradaban akan berubah arah secara total. Hanya ada 2 kemungkinan, serba online dan robot, atau sensor dan implanted agent.

 

Serba online dan robot

 
Sekarang ini orang belanja pilih online dan belanjaan diantar ojol. Meski harus ketemu dengan ojol, setidaknya meminimalkan pertemuan antar sesama pembeli. Kelak jika paranoid ini berlanjut, ketemu ojolpun takut. Orang juga tidak mau lagi jadi ojol, takut ketemu penjual maupun pembeli. Sehingga ojol diganti dengan robot.

Klimaksnya, semua transaksi dilakukan secara online. Semua layanan yang non-fisik dilakukan secara online dan yang fisik dengan robot. Mungkinkah?

Dari sisi teknologi mungkin saja. Tetapi secara ekomomi sulit terjangkau. Karena banyak sektor bisnis yang gugur. Pariwisata, transportasi penumpang, pasar, olahraga, sukan dan masih banyak lagi yang harus gugur. Sehingga ekonomi bisa deadlock dan sang inovator tidak dapat apapun.

 

Sensor dan implanted agent

 
Tampaknya solusi yang tepat adalah inovasi teknologi yang bisa menjelaskan bahwa si A bebas virus, si B bervirus tapi bukan Covid-19, si C bervirus Covid-19 dst. Dengan demikian seolah peradaban tidak berubah. Kita tetap bisa kunjung ke teman selama alarm di gerbang rumahnya tidak menyalak karena kita membawa virus. Bahkan kita sendiri tahu persis bakalan digonggong alarm atau tidak.

Bagaimana caranya? Ada sensor dan ada agent. Sensor ada 2 macam, yaitu tracing sensor dan alerting sensor. Alerting sensor dipasang di setiap gerbang rumah, sekolah, rumah ibadah, kantor, stasiun dll, di mobil, di pintu angkutan umum dll. Tracing sensor dipasang di setiap posko kesehatan, puskesmas dan rumah sakit.   Sedangkan agent diimplan ke tubuh setiap individu.   Agent menyebar sinyal yang menginformasikan lokasi geografis dan kandungan virus kepada sensor terdekat.    Jika terdeteksi ada virus, sensor terdekat meneruskan sinyal tersebut ke tracing sensor terdekat, sehingga petugas bisa segera menjemputnya.

Berita baiknya, si C tidak perlu susah payah memeriksakan diri ke dokter. Tim di posko terdekat akan tahu persis lokasi si C dan segera menjemputnya. Agent yang ada di tubuh si C akan melaporkan jenis dan status inkubasi virus yang menjangkitinya dan sensor akan memandu tindakan terbaik yang harus dilakukan.

Berita buruknya, ini menjadi revolusi bisnis yang menobatkan vendor menjadi raja diraja.    Sensor dan agent menjadi kebutuhan super pokok melebihi sembako.    Sensor akan bertebaran dimana-mana melebihi antena BTS seluler. Tidak diprotes dan ditolak seperti BTS, melainkan justru dikejar karena sangat dibutuhkan. Sang inovator dan vendor panen raya setiap hari. Manusia dan negara menjadi ternak bisnis yang sangat terikat.

Jika beberapa negara sudah menerapkan ini, tentu semua negara yang masih mau berinteraksi dengan negara lain, terpaksa harus menerapkannya juga. Karena orang yang tidak diimplan agent akan ditolak jika memasuki negara itu. Sehingga akhirnya sensor dan implanted agent menjadi faktor utama dalam peradaban manusia layaknya listrik dan melebihi ponsel.

Ini hanya unek-unek, bukan prasangka buruk pada siapapun.    Jika prasangka buruk, pasti narasinya akan saya balik dari par ini ke atas.

 

Juru Selamat yang kita tunggu

 
Yang sedang kita tunggu adalah Sang Juru Selamat.   Siapakah dia?   Dia adalah ilmuwan jenius yang mampu menciptakan obat atau penawar yang benar-benar mampu membasmi virus covid-19 dan seluruh mutannya dan murni bermisi kemanusiaan.   Setidaknya misi umum insan medis, yang bebas dari pengaruh politik apapun.   Sehingga temuannya bisa diproduksi massal oleh banyak produsen dengan harga terjangkau dan beredar sekujur bumi sekolong langit.

Dengan demikian diharapkan covid-19 menjadi penyakit lumrah seperti halnya flu, batuk dan pilek.   Tidak ada lagi heboh, panik dan ketakutan sampai ada karantina maupun isolasi seperti sekarang ini.   Tapi sang Juru Selamat tidak lengah…     Siap-siap untuk ronde berikutnya barangkali pageblug akan muncul berjilid-jilid.

Budaya memakai mask bagus-bagus saja untuk dilanjutkan, terutama bagi penderita, entah flu maupun covid-19.    Karena tentu tidak ada seorang pun yang ingin tertular penyakit, seringan apapun.

Budaya ‘kerja dari rumah’ (WFH) maupun ‘belajar via online’ (DL) malah perlu ditingkatkan.   Karena selain membersihkan atmosfir dari polusi asap kendaraan, juga sangat mengurangi kemacetan dan berhemat energi fosil yang sudah semakin tipis cadangannya.    Bahkan saran WFH dan cybershopping pernah saya tulis disini pada 31 Okt 2012.

Tags:
,
mm
Deru Sudibyo
deru.sudibyo@gmail.com
1Comment

Post A Comment