Kokamling “Walet” BSI RW 06

10 May 2021 Kokamling “Walet” BSI RW 06


Keamanan dan ketertiban lingkungan adalah hal yang paling penting dan menjadi tujuan utama kebersamaan kita warga masyarakat yang tinggal dalam kawasan exklusif seperti BSI ini.   Kenapa?   Karena secara awam kita dianggap sebagai kelompok masyarakat yang tingkat ekonominya di atas masyarakat kampung di sekitar kita.   Terlebih, masyarakat awam juga beranggapan bahwa kita satu sama lain tidak berhubungan akrab layaknya masyarakat kampung.    Sehingga keamanan kita dianggap lebih mudah ditembus.
 

Kondisi awal sebelum tahun 1993

 
Itu semua bukan sekedar teori.   Kawasan BSI RW 06 kita memang pernah mengalami kerawanan yang sangat rentan, terutama di kurun awal sampai awal tahun 1993.    Kejadian kebobolan dan/atau perampokan sangat “gempusan”.   Bisa 3 kali dalam seminggu.   

Ketika itu sebenarnya bukan sama sekali tanpa sistem keamanan.   Kala itu kita bayar sekelompok orang berpakaian satpam.   Namun cara kerjanya hanya semacam peronda dan wilayahnya per RT.    Tiap shift mereka menghadap ketua RT masing-masing sambil mengambil jatah makanan.

Sebenarnya dari sisi jumlah, kala itu lebih banyak ketimbang sekarang.    Karena wilayahnya per RT, maka minimal 1 orang per RT.    Sehingga total se-RW minimal 5 orang setiap shift.    Sementara RT 01 kadang 2 orang.    Berarti lebih dari 5 orang.    Belum lagi ada warga yang punya penjaga pribadi, bahkan dari aparat bersenjata.    Dibanding sekarang yang hanya 4 orang per shift.

Namun perilaku mereka lebih mirip preman ketimbang satpam.    Kadang malah memeras warga.  Di saat-saat kritis mereka justru malah terlelap tidur, atau bahkan tidak di tempat.    Jika ditegur pengurus, malah melawan.   Pengurus ketika itu hanya ketua RW dan para ketua RT.
 

Reformasi kamtib RW06 tahun 1993

 
Menyadari kondisi yang semakin mengkhawatirkan, maka ketua RW dan para ketua RT mengajak para warga yang peduli lingkungan untuk mencari solusi.   Alhamdulillah, awal tahun 1993 setidaknya mendapat tambahan 3 orang baru yang dikhususkan untuk mengelola keamanan dengan sistem baru pula yang lebih terkoordinasi.   Namun sebelumnya harus membenahi, bila perlu menyingkirkan para peronda yang sudah rusak attitude-nya.    Dan alhamdulillah berhasil, melalui program baru olahraga (beladiri) satpam, para peronda bisa dibersihkan dalam tempo kurang dari sebulan tanpa ada kesan melanggar HAM.   Tersisa 3 orang.   Yang lain digantikan dengan orang baru dari luar.

Sistem baru pun segera dibentuk.   Berbagai aturan dan tatatertib mulai disusun.   Program olahraga satpam tetap dipertahankan. Tetapi diperlunak, bukan lagi untuk operasi pembersihan attitude, melainkan sekedar untuk menjaga kedisiplinan dan rasa kebersamaan dan kedekatan, baik sesama satpam maupun antara satpam dengan para pengurus.   Siapa saja yang ingin mengutarakan sesuatu atau memberikan teguran maupun nasihat kepada satpam tidak perlu bingung menyiapkan waktu dan tempat.   Datang saja ke lapangan posko hari Sabtu pagi dan kasih kode kepada korkam yang sedang melatih.  Pasti mereka akan segera duduk melingkar dan siap mendengarkan.

Kokamling “Walet” adalah nama sistem koordinasi keamanan lingkungan BSI RW06 baru tersebut.   Nama itu dipilih dan disepakati para pengurus dan para tokoh di kawasan RW06 pada awal tahun 1993.   Untuk menjalankan kokamling Walet, telah disusun 2 SOP, yaitu SOP Satpam untuk korkam dan satpam, dan SOP K3 untuk internal pengurus, termasuk korkam.   SOP satpam telah diperbaharui pada tahun 2012 menjadi “Peraturan Satpam Walet 2012”.   Isinya cukup banyak, sehingga berupa buku.   Bukunya ada di kantor Sekretariat RW06 dan di posko Kokamling.

Sedangkan SOP K3 mestinya dimasukkan dalam peraturan kepengurusan RW06.   Namun karena tidak banyak, intinya hanya 8 poin, maka korkam menyalin sendiri dari minutes of meeting.
 

Poin-poin Penting SOP K3 bagi Internal Para Pengurus RW06

 

  1. Iuran K3 adalah iuran untuk urusan keamanan, ketertiban dan kebersihan, bukan yang lain, dan dipungut dari seluruh warga RW 06 tanpa kecuali, termasuk seluruh pengurus. 
  2.  

  3. Angkanya ditentukan secara demokratis melalui rapat warga.  Meskipun demikian, azasnya tetap sukarela dan kebersamaan, bukan paksaan.   Sanksi bagi warga yang menolak iuran K3, keperluannya terkait dengan ke-RT/RW-an tidak dilayani.
  4.  

  5. Prioritas utama alokasi dana K3 untuk keamanan dan ketertiban adalah untuk upah satpam (gaji, insentif, lembur, kesehatan dll) dan pakaian seragam.
  6.  

  7. Prioritas kedua adalah untuk peralatan primer satpam, yaitu yang melekat pada setiap individu satpam, seperti pentungan, pesawat HT, lampu senter dll. Jika tidak bisa terpenuhi, harus cari cara lain, tanpa mengganggu prioritas utama.
  8.  

  9. Prioritas ketiga adalah untuk peralatan sekunder satpam atau sarana keamanan, seperti portal, pos-pos kecil dsb, atas persetujuan korkam dan bendahara RW.    Jika tidak bisa terpenuhi, harus cari cara lain, tanpa mengganggu prioritas kedua.   Dalam praktek, peralatan sekunder tidak pernah mengambil dana K3 karena tidak mungkin.
  10.  

  11. Neraca, saldo dan informasi kritikal bulanan dana K3 harus diketahui seluruh pengurus dan warga.  Hal ini untuk mengantisipasi jangan sampai ada kondisi kritis, misal, dana K3 tidak cukup ketika upah harus dibayarkan. Karena upah satpam flat, bukan persentase hasil koleksi iuran K3
  12.  

  13. Menyadari upah satpam kita sangat minimum, jauh di bawah UMR, dihimbau kepada seluruh warga RW 06 yang memerlukan bantuan tenaga pria, supaya memanfaatkan satpam yang sedang libur.
  14.  

  15. Pengurus juga dihimbau untuk mensiasati fasilitas yang ada di RW 06 yang memungkinkan untuk dijadikan sumber rejeki tambahan bagi satpam.

 
 

Upaya mendukung poin 8

 
Poin 8 ini memang sulit.   Pernah dibahas supaya warga yang parkir di luar rumah membayar (entah seberapa).   Tetapi tidak pernah goal.   Satu-satunya yang bisa dilakukan tempo hari adalah keramba ikan di wilaya RT 03.    Kita tidak membiayai, hanya membiarkan.    Mereka sendiri yang bikin kerambanya.

Pada tahun 2013 muncul ide baru dan disepakati seluruh korkam dan ketua RW.     Ide tsb adalah Pamsus.     Memang tidak memerlukan kesepakatan seluruh pengurus karena selain tidak ada pihak yang dirugikan, juga sebenarnya secara implisit sudah tertera dalam SOP 2012.
 

Pengamanan Khusus (Pamsus)

 
Pamsus adalah layanan pengamanan kepada warga untuk acara-acara khusus, baik pribadi maupun kolektif.    Untuk pamsus kita pasang tarif Rp 100ribu per orang.  SOP pamsus adalah sbb:

  1. Warga yang menyelenggarakan hajatan di wilayah RW 06 yang menghadirkan banyak kendaraan tamu, korkam akan menugaskan minimal 1 orang satpam  sebagai pamsus (sekaligus tukang parkir).   Pamsus berseragam satpam dan memegang pesawat HT sehingga memungkinkan berkordinasi dengan satpam yang sedang bertugas jika diperlukan.   Pemilik hajat “wajib” membayar Rp 100 ribu per orang, langsung kepada ybs.
  2. Pemilik hajat bisa memesan tenaga tambahan 1 orang lagi jika merasa perlu.    Tentu harus membayar Rp 100 ribu lagi, langsung kepada ybs.
  3. Untuk memudahkan penugasan, pemilik hajat harus memberitahukan dulu kepada korkam atau dengan meninggalkan pesan di posko.
  4. Jika hajatan tsb adalah kepentingan ke-RT/RW-an, maka penugasan pamsus dimasukkan sebagai tenaga lembur dengan upah sesuai upah lembur yang berlaku dan dananya dari kas K3 RW 06.

 

Kelompok Oposisi

 
Terbentuknya kokamling Walet tidak berarti warga RW 06 langsung nyaman bebas dari incaran penjahat.   Tidak!   Meski tidak sesering sebelumnya, kebobolan demi kebobolan tetap terjadi.    Rupanya fakta ini menyulut segelintir warga akhirnya menolak iuran K3.    “Untuk apa bayar K3, wong nyatanya sepeda motor saya hilang”.   Itu salah satu kalimat yang pernah terucap ketika ditagih iuran K3.

Orang semacam itu beranggapan bahwa uang yang dia bayarkan ibarat membeli keamanan.    Dia tidak sadar bahwa satpam, bahkan polisi juga memiliki keterbatasan.   Satpam tidak mungkin bisa berada di depan rumah seluruh warga sepanjang waktu.  Kecuali jika jumlah satpam sejumlah rumah warga.    Jumlah satpam yang berpatroli (ketika itu) hanya 4 orang dan di posko 1 orang.   Empat orang itu berkeliling.   Tentu di satu saat pasti ada lokasi yang ditinggalkan.

Orang semacam itu juga tidak memikirkan bahwa ketertiban tidak kalah penting dengan keamanan.   Tanpa satpam, setiap orang dari luar bebas buka lapak di pinggir jalan di kawasan kita.   Awalnya mungkin hanya 1 atau 2.    Lama-kelamaan puluhan bahkan bisa berjejer rapat sepanjang jalan.   Kalau sudah seperti itu, siapa yang bisa menyingkirkan.    Pemkot Bogor menyingkirkan para pelapak di jembatan penyeberangan  saja hampir kewalahan.

Dengan adanya satpam, tidak ada orang bisa buka lapak di wilayah kita, baik di jalan maupun di taman.   Karena SOP satpam kita memerintahkan untuk mengusir siapa saja yang mengokupasi fasilitas umum di kawasan kita.

Tags:
, , ,
mm
Deru Sudibyo
deru.sudibyo@gmail.com
No Comments

Post A Comment