Renovasi Jeep Tungganganku Rampung

20 Oct 2014 Renovasi Jeep Tungganganku Rampung

 

Proyek renovasi jeep ku sudah rampung. Renovasi hanya pengecatan dan sedikit modifikasi pada hardtop-nya. Warnapun sebenarnya tidak ada niatan untuk berubah, tetap american army green yang hijau muda bernuansa savana yang kecoklatan. Tetapi entah kenapa, setelah disemprotkan, hasilnya cenderung menang unsur coklatnya ketimbang hijaunya. Memang di album tidak ada warna american army green. Yang saya lakukan adalah memilih satu per satu dari sekian banyak warna green yang non metalic yang paling dekat dengan warna asli sebelum dikerok. Jadi meskipun tampak di mata, warna ini sebenarnya tetap dalam rombongan green.

Secara garis besar anatomi luar tetap mempertahankan orisinilitas Jeep® CJ-7. Bodi utama tetap asli Jeep® CJ-7. Sandangan-sandangan utama seperti lampu depan, belakang dan samping juga masih asli milik Jeep® CJ-7 versi militer, meski bukan bawaannya. Tetapi beli baru di Bandung berbahan aluminium untuk menggantikan lampu bawaannya yang sudah retak dan bagian dalamnya rontok berkarat.

Fender flare-nya meski bermodel Bushwakcer pocket, namun juga rancangan khusus untuk Jeep® CJ-7. Yang bukan sandangan Jeep® CJ-7 antara lain kaca spion. Sepasang spion di pintu adalah sandangan Jeep® TJ. Sedangkan sepasang lagi yang di fender depan adalah milik sepeda motor RX-S yang sudah saya pasang sejak awal.

Hardtop-nya juga asli milik Jeep® CJ-7 bawaannya. Hanya sedikit dimodernisasi dengan melebarkan kaca belakang dan samping. Seluruh kaca keliling tidak lagi dikait dengan bibir karet kpnvensuonal, tetapi ditempel dengan lem. Sehingga sekilas mirip Jeep® Wrangler, terutama tampilan buritan dan samping bagian belakang.

Semula saya ragu kepantasannya kaca lebar model tempel dikawinkan dengan sandangan militer seperti lampu tengkorak dan cagak antena serta jerican yang sangar. Eh ternyata manis-manis aja… setidaknya dalam pandangan seni saya. Beberapa teman juga mengatakan keren, entah sekdar sanjungan atau ngeledek 🙂 Namun nyatanya penampakannya tidak ada yang ganjen kan? Luwes-luwes saja dan tetap menampilkan sosok Jeep® CJ-7, bukan seri Jeep® lainnya.

Beberapa sticker dan emblem sudah ditempel di hood, samping dan buritan. Namun sayangnya emblem asli bertuliskan “CJ-7” belum terpasang. Juga sticker besar bergambar logo AMC dan bertuliskan merek “Jeep” yang semula nempel pada hood sudah tidak ada lagi. Yang lama tidak bisa diselamatkan. Oleh karena itu saya ganti dengan sticker lain yang bertuliskan “JEEP there’s only one” tanpa logo AMC.

Penampakan exterior

Berikut ini foto-foto penampakan exterior. Ada modernisasi, tapi tetap menunjukkan sosok asli Jeep® CJ-7, bukan Jeep® Wrangler YJ, TJ maupun JK. Bukannya saya tidak suka Jeep® Wrangler. Namun memang dari awal saya berniat mempertahankan model asli jeep ini. Lagi pula perlu disadari, meski sama-sama bermerek Jeep®, CJ-7 dan Wrangler berasal dari produsen yang berbeda. Jeep® CJ-7 produk AMC, sedangkan Jeep® Wrangler produk Chrysler. Pasti ada kekhasan yang mendasar dari masing-masing produsen, baik dari sisi arsitektur, struktur maupun teknologinya.

Sharing di sisi teknologinya sering dilakukan. Jeep® CJ-7 diesel adalah sharing antara AMC dan Isuzu untuk mesinnya. Toyota Land Cruiser Banderante OJ5x adalah sharing antara Toyota dan Mercedes-Benz untuk mesinnya. Sharing struktur tidak tampak dan sulit dibatasi. Bahkan pengguna atau vendor pihak ketiga kadang berkreasi sendiri seperti memasang rollbar gaya Jeep® CJ, YJ, TJ atau JK untuk Toyota Land Cruiser seri 40 atau 73/74.

Yang sangat jarang terjadi hanyalah sharing arsitektur bodi. Umumnya hanya dilakukan oleh produsen-produsen yang memang ada sharing kepemilikan. Misalnya, antara Toyota dan Daihatsu sharing untuk bodi Toyota Rush dengan Daihatsu Terios, Toyota Avanza dengan Daihatsu Xenia, dsb. Saya tidak tashu apakah antara AMC dan Chrysler ada sharing kepemilikan, namun yang jelas registered trademark “Jeep” kini sudah menjadi milik Chrysler. Sehingga setelah Jeep® CJ-7, tidak ada lagi Jeep® produk AMC. Sehingga kurang pas jika bodi Jeep® CJ-7 dimodifikasi menjadi Jeep® Wrangler. Oleh karena itu saya tetap akan pertahankan penampilan sosok Jeep® CJ-7 untuk tunggangan saya ini.

 

 

 

 

Penampakan interior

Interior secara garis besar juga masih menunjukkan nuansa ruang kabin Jeep® CJ-7 hardtop, terutama bagian depan. Hanya saja hardtop-nya disampul dengan plastik bernuansa terang sekedar untuk meningkatkan sedikit kenyamanan. Kursi depan dan belakang tidak diapa-apakan lagi. Console box berbahan plat yang semula hijau dicat warna hitam dov supaya tampak seperti plastik agar sedikit mengurangi kesangaran.

 

 

Yang bergeser dari keaslian Jeep® CJ-7 hanyalah kabin bagian belakang. Seperti yang sudah dijelaskan pada tulisan sebelumnya, bahwa demi kelayakan berkendara, maka interior harus dirombak. Untuk interior, saya memang lebih mengutamakan kenyamanan ketimbang keaslian.

Penampakan dapur pacu

Tidak ada perubahan pada mesin maupun ruangnya, kecuali hanya mengecat punggungnya (tutup klep silinder) dengan warna merah menyala, sekedar indikator bahwa mesin diesel 3.4L ini lebih bertenaga. Sebenarnya sih nggak ada apa-apanya dibandingkan mesin diesel modern yang menggunakan commonrail injection serta dilengkapi turbocharger dan intercooler. Tapi untuk mobil setua ini berkekuatan 105PS bagi saya sudah sangat cukup. Lagi pula mesinnya yang konvensional, selain terbukti tahan banting juga gampang ngopreknya jika ada masalah.

Mesin ini sebenarnya kering dan cukup sehat. Yang tampak basah pada header knalpot adalah cairan minyak untuk menghapus cipratan cat. Namun sayangnya karena peredam pada firewall dikerok habis, suara mesin terdengar lebih keras dari dalam kabin ketimbang sebelumnya.

 

 

Pernah ada pembaca yang nanya apakah engine mouting dan bracket mesin 13B ini sama dengan C240. Gambar di samping ini adalah foto penampakannya. Posisi engine mouting bracket-nya sama persis, di baut di lobang yang sama pada rangka sasis. Tetapi bentuk dan ukurannya serta kemiringannya sedikit berbeda, karena mesin 13B lebih besar. Sedangkan engine mouting pad-nya kalau tidak salah sih sama saja. Maklum sudah 15 tahun lebih tidak pernah ganti, sehingga lupa.

Mounting kit di bawah transmisi juga sama persis. Meskipun kit ini juga sudah belasan tahun tidak pernah diganti, tetapi karena bentuknya yang khas, saya bisa jamin bahwa model kit ini sama persis.

Gara-gara pada salah satu foto tampak ada extra fan di balik grille, pernah juga ada pembaca yang menanyakan apakah posisi radiator digeser untuk memberi ruang bagi kipas tersebut. Gambar di samping ini adalah penampakan radiator bagian atas. Tampak jelas disana bahwa radiator masih duduk di tempat aslinya. Bagaimana cara merekayasanya?

Tidak ada rekayasa. Extra fan yang terpasang disana adalah model khusus untuk dipasang pada mobil-mobil yang tidak dirancang untuk memiliki extra fan, seperti Jeep® CJ-7 dan beberapa mobil lain yang segenerasi atau lebih tua. Bentuknya sangat pipih, sehingga bisa berbagi ruang dengan kondensor AC di depan radiator dan di belakang grille.

Jeep saya vs JK 2 pintu

Barangkali patut ditertawakan, wong CJ-7 kok dibandingkan JK… Kasihan yang punya JK yak? Kenapa nggak sekalian dibandingkan Hummer H1 versi sipil yang gres (kalau ada) yang harganya 10 kali Jeep® JK versi Rubicon yang termahal he he 🙂 Sebenarnya bukan begitu yang saya maksud. Dibanding apanya pun nggak akan ada menangnya si kakek Jeep® CJ-7 melawan cucunya, Jeep® JK. Lagi pula meski sama-sama bermerek Jeep®, si kakek CJ-7 adalah produk bikinan AMC, sedangkan JK adalah produk bikinan Chrysler. JK berlabel “Jeep” karena Chrysler telah membeli rangkaian 4 huruf tersebut (“J” dan “e” dan “e” dan “p”) dari AMC.

Perbandingan yang saya maksudkan di artikel ini adalah perbandingan penilaian menyeluruh tentang kalayakannya sebagai kendaraan kerja sehari-hari di segala medan, segala lokasi di segala penjuru Tanah Air, baik dari sisi fungsi, biaya dan resiko operasinya. Namun yang dibandingkan disini juga bukan sembarang CJ-7, melainkan Jeep® CJ-7 tunggangan saya yang telah beberapa kali saya rekayasa ulang.

Berikut ini adalah perbandingan antara jeep saya, Jeep® model CJ-7 tahun 1983, diesel 3.4L direct injection yang disana-sini sudah dimodifikasi untuk mendapatkan nilai lebih dalam kelayakannya sebagai kuda kerja harian tanpa kehilangan esensi tongkrongannya sebagai CJ-7, melawan cicitnya, Jeep® model JK. Sebenarnya JK yang saya idamkan adalah JK Unlimited 4 pintu seri Rubicon namun yang versi diesel. Tetapi tidak adil membandingkan mobil pendek dengan mobil panjang. Untuk itu, cicit yang saya pilih dalam perbandingan ini adalah JK 2 pintu yang versi diesel namun bukan Rubicon dan masih standar pabrik.

Melirik tabel perbandingan di atas, sepertinya jeep saya menang 8 poin dan kalah 6 poin. Jadi secara keseluruhan masih menang. Apakah ini obyektif? Bagi saya cukup obyektif. Namun adilnya terserah para pembaca mencermatinya. Mungkin ada yang bertanya kenapa nilai prestis atawa gengsi tidak dimasukkan disana? Mohon beribu maaf kepada para pemilik Jeep® JK… jika anda melintas kampung bersama beriringan dengan Avanza, Brio, Innova, Yaris dan AVP… cewek-cewek kampung baru melirik anda setelah mereka sudah jauh. Bahkan bengkel kampung yang sempat melihat interior megah JK ketika penumpangnya buka pintu dan turun, sempat berucap.. “wah gila… orang itu berani banget merehab daleman jip tua sebagus itu”.

Sejujurnya belum banyak yang bisa membedakan antara CJ-7, TJ dan JK. Paling yang tahu hanya pecinta jeep dan kalangan atas yang pernah membaca iklan atau brosur. Orang kampung hanya bisa membedakan YJ karena lampunya kotak. Naah… disini pemilik YJ boleh bangga… Karena jeep anda tetap dianggap jeep model baru oleh teman-teman di pelosok. Tapi jangan kuatir.. wahai para pemilik JK… saya pun ngiler netes-netes pengen banget punya JK. Selain gagah dan kekar, justru tongkrongannya yang tidak terkesan mewah itulah yang memikat hati saya. Land Cruiser pun saya lebih suka seri 70 yang penampilannya gagah tapi tidak terkesan mewah.

Bagi saya, pertimbangan yang paling mendasar tentang Jeep® JK adalah soal kecanggihan teknologi dan duit. Kecanggihan teknologi meski dimana-mana menjadi nilai tambah, di negeri ini justru menjadi kendala. Soal duit mungkin menjadi kendala hanya bagi saya dan mereka yang sekelas saya di lorong ekonomi mikro 🙂 Semua ini akan dibahas di bawah.

Kekurangan yang perlu disempurnakan

CJ-7 adalah barang lawas, produk Jeep® model universal yang sudah terlampaui oleh 3 generasi penerusnya, yaitu Wrangler YJ, TJ dan JK. Namanya juga barang lawas, tentu masih banyak kekurangannya jika dibandingkan dengan barang anyaran. Mencermati status “kalah” pada tabel di atas, setidaknya ada 4 kekurangan jeep saya yang paling menyolok, yaitu (1) kecepatan, (2) bantingan, (3) pengendalian traksi dan (4) ergonomika pengendalian. Mungkin masih ada satu lagi yaitu (5) winch.

(1) Kecepatannya masih mengandalkan transmisi aslinya, BW T4, manual 4 tingkat percepatan. Meski tenaga masih layak digeber di medan offroad, namun di jalan tol ibaratnya saingannya hanya truk besar. Kecepatannya meski masih bisa melampai 120km/jam, namun suara mesin sudah terasa memaksa. Kecepatan tertinggi yang masih bisa dinikmati adalah 100km/jam. Ini hanya bisa disempurnakan dengan mengganti transmisi dengan 5 tingkat percepatan. Hingga kini belum tahu transmisi 5 tingkat percepatan mana yang cocok untuk jeep saya. Yang jelas punya YJ atau TJ tidak cocok karena transfercase-nya mencong ke kiri.

(2) Bantingannya juga masih tetap serasa CJ-7. Karena suspensinya masih orisinil, meski per depan sudah dibalik antingnya di belakang. Juga tidak ada track bar. Sehingga stabilitasnya masih kalah meski dibanding YJ yang sama-sama mengandalkan per daun. Ini hanya bisa disempurnakan dengan mengganti suspensi per keong dengan konfigurasi 4-link depan maupun belakang. Terlebih menggunakan per coilover-shock yang langkahnya lebih panjang.

(3) Pengendalian traksi Jeep® CJ-7 tergolong sangat lugu. Murni hanya mengandalkan part time 4WD standar. Sering nyaris kecele ketika masuki medan licin terlebih terjal. Jika kurang hati-hati, jeep bisa cilaka melorot tak terkendalikan. Pasalnya karena tidak dilengkapi differential locker. Solusinya sebenarnya sederhana. Cukup dengan memasang locker atau setidaknya limited slip differential (LSD). Jika memilih LSD yang terbaik adalah depan dan belakang sekaligus. Tetapi jika memilih locker cukup cardan belakang saja. Namun produk jenis detroit locker yang bekerja otomatis ketika pedal gas diinjak bisa mencelakakan jika kelupaan ngegas ketika belok. Yang aman controlable locker.

(4) Ergonomika pengendalian Jeep® CJ-7 tergolong sangat primitif. Yang ada di setir hanya saklar lampu sein. Lampu besar ada di bawah setir sisi kanan dan modelnya tarikan. Ada sedikit kecanggihan yaitu lampu bisa diredup-terangkan dengan mengulir saklar lampu ke kiri dan kanan. Saklar wiper dan washer ada di bawah setir sisi kiri. Togle untuk lampu jauh/dekat ada di lantai dekat pedal kopling. Pendek kata jika kita belum kenal dengan Jeep® CJ-7 dan tiba-tiba harus membawanya, tentu akan pusing 7 keliling pas perjalanan memasuki malam dan/atau hujan. Solusinya sebenarnya sangat sederhana. Ganti kolom setir dengan punya Wrangler YJ dan susun ulang kabel mengikuti setir tersebut.

(5) Winch akan sangat menolong manakala kita terjebak di medan offroad, terlebih sendirian. Solusinya sangat mudah, tinggal menambahkannya. Jika harus disusun prioritas, winch adalah yang terendah. Karena selain saya bukan professional offroader, aktivitas saya sementara ini kayaknya makin jauh dari kebun dan gunung.

Kekurangan yang sulit untuk ditambahkan adalah sistem pengamanan canggih seperti balon peredam atau airbag dan piranti elektronik yang serba computerized. Namun mengingat musibah, terlebih maut adalah kekuasaan NYA, maka bagi saya agak kurang konsen. Saya orang teknologi, tentu percaya teknologi. Tapi kalau sudah dikaitkan dengan musibah, saya lebih percaya do’a ketimbang airbag, ABS dan semua fitur pengaman lainnya. Baik nunggang JK maupun CJ-7, saya tidak ingin kena musibah maupun menjadi penyebab musibah makluk lain.

Tiada gading tak retak

Kaki bermerek Dana 44 dan Dana 60 sudah legendaris dalam kekuatanya mendukung SUV 4×4 di Amerika. Dirangkai dengan konfigurasi 4-link ke sasis dengan suspensi per keong menjadi sebuah sistem kaki yang nyaris sempurna. Itulah kaki standar Jeep® JK dan J8, kuat dan flexibel. Lebih-lebih jika per diganti dengan coilover-shock, flexibilitas meningkat tanpa mengurangi kekuatan.

Apakah kekuatan dan flexibilitas menjadi tolok ukur yang paling menentukan bagi SUV 4×4? Betul! Untuk sukan offroad 2 hari sebulan atau sebulan dalam setahun dan selebihnya hanya jadi pajangan, saya rasa nggak masalah. Ditambah pemakaian harian di jalan normal juga mungkin masih OK. Karena rancangan kaki tersebut memang jauh lebih kuat ketimbang kaki kendaraan biasa yang sebobot.

Tetapi untuk kerja harian di medan berat alias offroad, meski bukan extreme offroad, akan lain ceritanya. Kuat dan flexibel saja tidak cukup. Ada faktor lain yang tidak kalah penting, yaitu durability. Jika as kuat dan tube kuat, maka yang paling lemah adalah bearing atau lager atau bantalan gulir. Makin kecil getaran atau benturan pada pelor lager, makin awet lager. Makin besar biji pelor lager juga makin awet. Sayangnya as standar Jeep® JK, baik yang Dana 44 maupun Dana 60, menggunakan as model semi floater. Sebesar apapun pelornya, imbas benturan pelor pada as semi floater tidak mungkin ditiadakan. Sehingga umur lager pada as semi floater jauh lebih pendek ketimbang full floater yang lagernya dua berhadapan.

Sementara itu, gangguan perjalanan yang paling fatal adalah kegagalan kaki, dan kegagalan kaki yang paling konyol adalah lager remuk. Karena mobil tidak bisa diseret, tapi harus angkat. Oleh karena itu mobilitas harian di kawasan pertambangan, kehutanan maupun sejenisnya memilih Land Cruiser seri 70 atau Land Rover Defender karena kaki mereka menggunakan as model full floater yang jauh lebih awet.

Namun demikian bukan berarti JK kalah total dengan TLC 70 maupun LR Defender. Sistem suspensi kaki depan LR Defender maupun TLC 70 (termasuk TLC 80 dan 105) kurang flexibel, karena menggunakan 2-link. Tiap control arm tersambung dengan tube pada 2 titik, sehingga jika ayunan kanan dan kiri tidak sama atau berlawanan, posisi tube mengunci sehingga berperan seperti sway atau stabilizer, bahkan lebih kaku. Sehingga mobil bagian depan cenderung mengikuti kontur landasan.

Bagi Jeep® JK dan J8 juga tersedia kit untuk mengubah kakinya dengan as model full floating. Bahkan sekalian satu set lengkap dengan tube-nya yang lebih kuat dari standar bawaannya seperti pada gambar sebelah. Jika JK atau J8 sudah konversi dengan as tersebut, wuiiih… sakti mandraguna bener deh. Lebih lagi jika kelasnya Rubicon dan mesinnya diesel. Bener-bener siap offroad dan long jurney kemana pun 🙂

Namun apakah barang-barang tersebut tersedia di pasar lokal, ataukah harus belanja online untuk mendapatkannya, yang jelas jauh lebih mudah ketimbang upaya saya mencari full floater kit untuk CJ-7. Untuk JK banyak sekali vendor yang menawarkan enhancement kit untuk apa saja. Asal ada duit, jadilah.

Menyempurnakan CJ-7 apa ganti JK?

Semula saya berencana untuk menyempurnakan 5 kekurangan yang saya beberkan di atas. Tetapi sebelumnya ada satu lagi kekurangan yang paling mandatory harus saya sempurnakan lebih dulu, yaitu as roda belakang. Kekurangan itulah yang menjebak saya berkutat mencari full floater kit sejak tahun 1996. Sebelum solusi as terpecahkan, saya (semacam) bersumpah untuk tidak melakukan penyempurnaan apapun.

Bahkan saking lamanya perjalanan mencari full floater kit, saya sempat belajar untuk tidak menyukai Jeep®. Saya anggap rigiditas Jeep® tidak lebih dari Daihatsu Taft. Saya hanya tertipu penampakan yang mempesona. Pelan-pelan saya mencoba beralih perhatian ke Land Cruiser yang memang kekar dari takdirnya. Mengingat apa yang pernah saya alami selama ini, selain dengan as full floater, saya vonis tidak layak tempur di medan berat kecuali Land Cruiser. Bahkan Land Cruiser pun saya kadang terpikir untuk menggantinya as belakang dengan full floater.

Sejujurnya saya gagal belajar tidak menyukai Jeep®. Namun juga gagal untuk mencoba mengabaikan full floater kit. Meski tahu sudah hadir TJ yang bersuspensi per keong, tetapi saya tidak suka karena PCD 5×4.5″ TJ sangat bertentangan dengan keinginan saya untuk mengkonversi as belakang dengan full floater. Saya tahu ada full floater kit buat YJ dan TJ bikinan Warn. Tapi tidak yakin kekuatan hub tipis untuk mengejar PCD 5×4.5″. Ternyata dugaan saya benar…. banyak full floater YJ dan TJ yang hancur ketika beraksi di medan offroad, sehingga akhirnya tidak diproduksi lagi. Sehingga saya masih berharap tetap mengandalkan CJ-7 karena PCD-nya 5×5.5″ sambil terus menerus berupaya mencari full floater kit. Hub dan spindle bisa direkayasa dengan bahan dari roda depan. Tetapi asnya yang susah, tidak mungkin merekayasa sendiri. Rencana penyempurnaan pun tertunda gara-gara saya tetap mendahulukan mencari as full floater.

Kini full floater kit sudah didapat dan sudah terpasang sejak Januari 2014 lalu. Sudah waktunya untuk mengatasi 5 kekurangan yang tersisa. Namun pikiran saya terganggu oleh kehadiran JK, terutama yang model 4 pintu. Rangka sasis JK tanpa diapa-apakan sudah cukup kekar melebihi generasi pendahulunya. Kaki depan Dana 44 dan belakang Dana 44 (non Rubicon) atau Dana 60 (Rubicon) juga sudah hampir sekekar Land Cruiser meski bukan full floater. PCD 5×5.0″ meski lebih kecil dari CJ-7 tapi masih memungkinkan mendapatkan full floater kit yang cukup kuat. Bahkan banyak vendor seperti Currie, Warn, Mopar dll yang menyediakan full floater kit berbagai ragam PCD untuk JK dari 5×5.0″ hingga 8×6,5″ yang memungkinkan meng-upgrade total kaki JK menjadi sekuat Jeep® Keiser maupun J20. Juga tersedia versi diesel CRD 2.8L dari varian terendah hingga Rubicon, menurut situs Jeep Indonesia. Sehingga kehadiran JK ini benar-benar sangat menggoda.

Andaikan Jeep® CJ-7 ini harus saya jadikan Jeep® JK, berapa rupiah lagi saya harus nombok ya? Terlebih jika kaki JK tersebut harus saya konversi asnya dengan full floater. Namun berhubung saya orang teknologi yang terbiasa menggunakan ukuran price/performance, maka tidak semudah itu mengikuti godaan syahwat. Mahalnya JK tetap mengusik pikiran saya untuk mencari nilai-nilai minusnya. Nilai minusnya, khsususnya di negeri ini yang mana mobil produk Amerika susah mencari onderdil di luar Jakarta. Terlebih dengan mesin berteknologi tinggi, akan sangat menyulitkan jika ada gangguan ketika sedang berada jauh dari Jakarta. Selain onderdil langka, juga tidak ada bengkel yang sanggup menangani. Yang mau coba-coba mungkin ada, tapi justru lebih berbahaya.

Nilai minus yang lain tentu saja harganya yang sudah mencapai kisaran Rp 1G. Duit segitu hanya untuk mobil rasanya kok congkak banget untuk ukuran saya. Yang twi de hand di atas 5 tahun mungkin sekitar separohnya. Tapi ragu dengan ketahanan teknologinya yang terlalu canggih itu. Jika ternyata sudah mulai sakit-sakitan malah jontor kan? Mestinya pertimbangannya adalah membandingkan dengan mobil 4×4 diesel baru yang harganya sekitar Rp 0.5G, semisal Toyota Fortuner 4×4 diesel atau Mitsubishi Pajero Sport 4×4 diesel. Jika ketahanan Jeep® JK umur 5 tahun masih mampu mengimbangi, berarti tidak terlalu salah memilihnya. Namun sialnya kadang selera tidak mau kompromi.

Soal mesin, sejujurnya saya lebih yakin mesin konvensional. Oleh karena itu saya lebih yakin mobil tua rawatan sendiri ketimbang mobil masa kini yang sudah berumur di atas 2 tahun. Jeep® CJ-7 ini saya pasang mesin 13B pada tahun 1994. Faktanya, hingga hari ini belum pernah ada masalah yang serius. Sejak saya miliki dari tahun 1991, jeep itu memang pernah beberapa kali mogok, tapi bukan karena mesin, baik ketika masih C240 maupun setelah diganti 13B. Seingat saya mogok, yang benar-benar tidak bisa melanjutkan perjalanan antara lain sekali karena minyak kopling bocor dan tidak bawa serep, 3 kali karena lager roda belakang jebol dan sekali karena solar mampet gara-gara kotor. Dengan mengganti as belakang ke full floater diharapkan kehandalan roda belakang sama dengan roda depan, tidak pernah bermasalah sama sekali.

Soal kelistrikan juga tidak menyebabkan gagalnya perjalanan. Pernah suatu hari kabel terbakar dalam perjalanan pulang kerja gara-gara ampere meter korslet. Sekering pusat putus dan tidak bisa disambung lagi karena beberapa kabel di pihak beban sudah nempel satu sama lain. Akhirnya harus benar-benar tanpa listrik. Kawat penarik kran BBM saya lepas dari motor penariknya agar BBM tetap mengalir, dan jeep lantas didorong… jreng…rrrrr… Jeep jalan tanpa listrik sama sekali hingga sampai ke rumah. Mungkinkah hal semacam ini terjadi jika mobil yang saya bawa berteknologi secanggih Fortuner, Pajero Sport maupun Jeep® JK?

Nilai minus yang lainnya lagi adalah BBM. Mesin CRD 2.8L mungkin konsumsi BBMnya lebih irit dari jeep saya yang 10 km/l. Tetapi saya ragu apakah JK diesel doyan minum biosolar yang bau penguk dan kotor itu? Apakah tenaga 200PS yang dijanjikan dalam brosur akan terpenuhi jika JK minum biosolar? Jangan-jangan malah jebol. Sebaliknya, jeep saya yang hobi nenggak biosolar, sesekali minum di Shell rasanya agak sedikit nambah galak. Mungkin karena masih tercampur 70% sisa biosolar yang di tanki.

Nilai minus yang paling parah adalah nilai jual. Seperti telah saya jelaskan pada tabel di atas, nilai jual JK turun tajam amtara Rp 70 juta hingga Rp 100 juta setiap tahunnya untuk 5 tahun pertama. Jadi, meski yang gres tak terjangkau, mungkin yang di atas 5 tahun masih bisa dipaksakan. Tapi apakah masih layak pakai di usia itu untuk mobil yang serba computerized. Laptop dan ponsel saja yang kerjanya di atas meja yang tenang dan kadang dalam ruangan ber-AC, umurnya tidak selalu mampu mencapai 5 tahun. Tidak sebandel desktop yang konvensional.

Memang pabrik mobil rata-rata menjanjikan produknya mampu menembus usia 10 tahun, sesuai aturan di negara maju pada umumnya. Tapi kondisi BBM maupun kemacetan jalan di negeri kita jauh berbeda dengan negara maju pada umumnya. Di tambah dengan iklimnya yang panas dengan kelembaban udara yang sangat tinggi dan polusi yang sangat keruh. Di tambah lagi dengan kualitas BBM maupun oli yang rata-rata rendah dan bahkan sering dipalsukan. Semua itu pasti berdampak memperpendek umur kendaraan. Apakah mobil berteknologi tinggi seperti Jeep® JK mampu menembus usia 10 tahun pada kondisi separah disini? Belum ada bukti! Harus menunggu 3 tahun lagi. Segitupun belum tentu sah sebagai bukti jika tidak dipakai untuk kerja sehari-hari. Sementara, yang saya inginkan seawet CJ-7 yang saya pakai dengan jadwal padat setiap hari.

Jadi… meski saya sekarang ini sedang jatuh cinta pada kekuatan konstruksi Jeep® JK 4 pintu, tapi masih harus berpikir ulang price/performance. Medan terberat dalam garis edar saya selama ini mampu ditembus oleh Jeep CJ-7 maupun TLC Commando, bahkan Taft GT yang semuanya diesel dan tanpa differential lock maupun LSD. Artinya, pasti tembus juga oleh SUV diesel baru sekelas Fortuner VNT 4×4 2.5G maupun Pajero Sport 4×4 Dakkar ataupun GLS. Sehingga berdsarkan fungsinya, kelebihan yang dimiliki Jeep® JK, bagi saya hanyalah nice to have yang boleh jadi tidak akan saya pakai kecuali sengaja rekreasi.

Sedangkan kelebihan Fortuner 4×4 2.5G maupun Pajero Sport 4×4 yang dilengkapi kursi baris ke 3 justru lebih menolong. Bisa untuk penumpang dan jika dilipat jadi ruang bagasi. Selama ini dalam pekerjaan memang selalu pergi sendiri atau berdua. Sehingga ruang bagasi selalu ada jika diperlukan, baik nunggang Jeep maupun TLC. Jika acara keluarga paling berempat. Tentu harus dengan TLC jika barang bawaannya cukup banyak. Namun entah setahun sekali atau dua kali selalu ada kebutuhan pergi lebih dari 5 orang. Nah… disitulah limitnya. Karena TLC saya meski berbadan panjang tidak ada kursi di baris ke 3. Rupanya JK 4 pintu pun tidak menjawab persoalan sepele ini.

Dari semua evaluasi di atas, maka price/performance Jeep® JK 4 pintu hanya akan worth jika harga, pajak dan biaya operasinya tidak melebihi Fortuner VNT 4×4 2.5G maupun Pajero Sport 4×4 Dakkar ataupun GLS. Harga Jeep® JK 4 pintu bekas yang berumur di atas 5 tahun mungkin setara dengan Fortuner VNT 4×4 2.5G maupun Pajero Sport 4×4 Dakkar ataupun GLS baru gres. Tapi apakah biaya dan kesehatannya sebanding? Saya sangat ragu itu! Barang bekas pun saya yakin pajak tahunan Jeep® JK lebih mahal. Terlebih jika dibanding pajak CJ-7 yang hanya Rp 1 jutaan, bisa puluhan kali lipat. Anehnya, saya tetep ngiler melihat tongkrongan JK.

Andaikan mungkin mendapatkan rangka sasis, kaki dan bodi JK dengan harga yang layak, tentu saya pilih membangun JK sendiri dengan mesin diesel konvensional yang cukup besar, seperti 14BT, untuk mengimbangi CRD 2.8L. Kaki malah lebih jos lagi menggunakan Danatrac Pro 60 full floater, ketimbang asli bawaannya. Hasil akhir bisa dipastikan jauh lebih tangguh ketimbang JK, bahkan J8.

Notes:

    1. Beside my own pictures of my own stuffs, i reallize some others were just collected arbitrarily using Google image search tool without permission from their sources. I apologize if some of them are related to any restricted rights. I would say billions thanks for allowing me to share them here. In case, however, there is any objection, please do not hesitate, just leave your message in comment column and i will remove them immediately. Thank you.

 

  1. Some parts in this post probably sound like product evaluation for certain vehicle and vehicle component makes. It’s not really true. Some are just user’s testimonies and some others are common sense based personal opinion. I apologize if there is any objection, please do not hesitate, just leave your message in comment column to let me know how to correct it. Thank you.

Topik-topik terkait otomotif

 

 

mm
Deru Sudibyo
deru.sudibyo@gmail.com
8 Comments
  • mahendra
    Posted at 08:56h, 11 August Reply

    Minta no kontak mas

    • mm
      Deru Sudibyo
      Posted at 03:32h, 31 August Reply

      Nomor sampeyan tulis di komen, nanti saya sms. Thanks

      • Hery
        Posted at 16:35h, 07 October Reply

        Mas Deru…Saya boleh minta no kontaknya…untuk sharing…soal CJ7…..trims Hery 081318111372

        • mm
          Deru Sudibyo
          Posted at 02:49h, 08 October Reply

          Nanti agak siangan saya sms mas 🙂

  • ade ardian
    Posted at 19:21h, 16 January Reply

    boleh minta kontak mas? mau tanya2 restorasi CJ 5 saya. 082338168115

  • Payung |Harahap
    Posted at 22:04h, 14 October Reply

    mas heru bisa sya minta’ nomer kontaknya
    atu sms kemari mas 081376083084/08116083084
    P .Harahap
    Medan

  • Dung2 Pret
    Posted at 21:54h, 16 February Reply

    CJ 7 memang luar biasa, gw kapok dah penyakitnya banyak banget, kaki2, kopling, booster rem, kelistrikan dan temperatur yg suka cepat naik. 4200 CC konsumsi bensin 1:4 dan lucunya kapasitas tangki bensin cuma 40 liter. Mending pakai Taft GT aja hehehe..

    • mm
      Deru Sudibyo
      Posted at 23:42h, 16 February Reply

      Kebanyakan orang jatuh cinta sama tongkrongannya. Tenaga juga pas-pasan meskipun mesinnya 4200cc. Koreksi dikit, tanki 60L bukan 40L.

      Namun saya punya karena mesin diswap ke 13B dan cabling saya garap sendiri, sempat menjadi daily driver selama 10 tahun tidak ada masalah selain bearing roda belakang yang harus diperbaharui 2-3 tahun sekali. Setelah as belakang pakai SB full floating, masalah bearing lenyap meskipun tugasnya beralih ke kebun.

Post A Comment