Rekayasa Otomotif

03 Mar 2012 Rekayasa Otomotif

Menyimak hebohnya mobnas Esemka jadi tertarik mengupas soal otomotif. Terlebih selain gagal uji emisi, juga ada pemasangan onderdil yang tidak pada tempatnya, yaitu free-lock hub, yang sebenarnya opsi untuk mobil jenis part time 4WD. Bayangkan, untuk 4WD saja opsi, dan mahal… Lho kok Esemka memasangnya pada mobil yang bukan 4WD.

Seputar mesin dan 4WD

Berbicara soal mesin, yang paling lazim dalam otomotif adalah motor bakar bensin dan diesel. Mesin diesel memiliki keunggulan dalam hal torsi (momen puntir) karena kompresinya memang relatif lebih tinggi. Terlebih sistem pembakarannya yang mengandalkan tekanan, membuat mesin diesel lebih efisien ketimbang bensin yang harus disulut dengan busi. Oleh karena itu tidak aneh hari ini mesin diesel sudah jauh lebih unggul ketimbang bensin, baik dalam hal tenaga maupun torsi. Dengan teknologi common rail direct injection (CDI) yang berbasis ketersediaan tekanan yang nyaris konstan, mesin diesel kecil mampu menyamai kinerja mesin bensin yang lebih besar. Pada Toyota Land Cruiser (TLC) seri 200, versi diesel 4.5L V8 CDI twin-turbo tenaganya setara dengan versi bensin 5.7L V8 VVTi. Sedangkan torsinya yang diesel CDI 700Nm, jauh lebih tinggi ketimbang bensin VVTi yang hanya separohnya.

Jeep pun demikian. Jeep yang terbaru, Wrangler JK dan J8 bermesin bensin dan diesel. Mesin benisn Jeep JK adalah Chrysler Pentastar 3.6L V6 kinerjanya setara dengan versi dieselnya, 2.8L CDI turbo. Namun torsinya lebih unggul yang diesel. Oleh karena itu yang khusus untuk militer, model J8 hanya versi yang diesel.

Untuk medan berat, torsi lebih diperlukan ketimbang daya kuda, mengingat banyak tanjakan terjal dan landasan ambles berlumpur yang tidak mungkin mobil dipacu sampai mencapai dayakuda maksimum. Yang diperlukan adalah momen puntir yang sanggup menggentak pada RPM rendah. Oleh karena itu diesel lebih cocok untuk kendaraan 4WD. Jangankan hari ini dimana dayakuda diesel sudah tidak kalah dengan bensin. Di era 1990an ke bawah pun dimana dayakuda diesel masih kalah telak, 4WD tidak memerlukan diesel terlalu besar. Yang penting torsinya cukup. TLC bensin FJ4x harus dengan mesin 2F berkapasitas 4.3L I-6. Sedangkan versi dieselnya, BJ4x, cukup mesin 1B 2.9L I-4 atau 3B 3.4L I-4. Di medan offroad, mesin 3B yang hanya 100PS bahkan terasa lebih bertenaga ketimbang 2F yang 160PS karena torsi 3B hampir 2 kali lipat 2F.

Pengalaman transplantasi mesin untuk SUV 4WD

Nah kebetulan saya pernah hobi 4WD dan kebetulan lagi nggak banyak duit. Sehingga mau nggak mau ngoprek 4WD tua. Maklum, 4WD baru umumnya lebih mahal dari mobil-mobil biasa. Terpaksa saya beli Jeep seri CJ-7 (Laredo) tahun 1983 dan Toyota Land Cruiser (TLC) seri 56 (Commando) tahun 1980. Dua-duanya bermesin diesel dan sangat tua. Karena kondisinya sudah sangat memprihatinkan, maka dua-duanya saya ganti dengan diesel yang lebih baru. Transplantasi tersebut resmi dinyatakan dalam BPKB.

TLC relatif mudah karena hampir setiap model dan setiap seri ada versi dieselnya. Bahkan konon TLC defaultnya memang diesel. Mesin 3B (tenaga 100PS dan torsi 240Nm) saya ganti dengan 14B (tenaga 115PS dan torsi 270Nm) dan nggak ada masalah karena semua kompatibel. Mesin 14B tersebut bukan yang dipakai truk Toyota Dyna, melainkan memang untuk TLC yang dilengkapi dengan kompresor vacuum dan power steer serta pengikat kompresor AC standar. Sehingga tidak ribet membuat dan memasang asesori yang ukurannya harus presisi. Itu saya lakukan tahun 1998 dan hingga sekarang lancar-lancar saja. Untuk offroad maupun perjalanan luar kota jarak jauh lumayan enak karena empuk. Tenaganya lumayan oke untuk mobil setua itu. Untuk lari di tol karena hanya 4-speed maju, tentu tidak nyaman jika di atas 110 km/jam, meskipun masih sanggup sampai 130 km/jam lebih. Tetapi untuk offroad, transmisi TLC memang sangat dipersiapkan untuk itu. Jauh lebih baik ketimbang Jeep. Dengan ban 33″ saja tidak kalah torsi meskipun masih diposisi 4H, sudah menyamai Jeep diposisi 4L.

 

Yang lumayan konyol adalah Jeep. Mesin aslinya yang versi diesel adalah Isuzu C240. Sebenarnya mesin ini 80PS, tidak kalah tenaga dengan Taft yang hanya 70PS. Jika dipasang pada Isuzu Trooper atau Luv, kontan galak bertenaga. Rupanya rasio transmisi dan/atau cardan Jeep CJ-7 tidak dipersiapkan untuk tenaga kecil. Karena kalo kita rasakan, gigi-1 Jeep CJ-7 hampir setara dengan gigi-2 mobil lain, bahkan yang bukan 4WD. Sehingga dengan mesin 80PS terasa sangat loyo. Ini jelas salah disain. Mungkin penggunaan Isuzu mesin C240 hanya disini saja, tanpa menyesuaikan rasio transmisi dan/atau cardan yang biasanya untuk versi bensin 4200CC 190PS.

Padahal kalo kita lihat TLC lama, baik seri 4X, 5X, 6X maupun seri 7X, antara yang bensin (FJ) dan diesel (BJ maupun HJ), selain transmisinya beda, rasio cardannya pun beda. Karena diesel pada generasi itu tenaganya sangat kalah dibanding bensin. Lagipula mesin diesel yang dipasang selalu lebih kecil, karena getaran mesin diesel yang besar memerlukan struktur yang jauh lebih kuat yang dampaknya tentu pada harga kendaraan. Sehingga pabrik memutuskan untuk fokus pada torsinya saja, dimana mesin diesel 2500CC sudah melampaui mesin bensin 4000CC.

Kembali soal mesin Isuzu C240, kalo kita cermati, umumnya dipakai untuk forklist atau alat berat lainnya yang rasio reduksinya gila-gilaan. Jadi kelihatannya aplikasi Isuzu C240 pada Jeep CJ-7 disini sepertinya dipaksakan untuk sekedar menerbitkan versi diesel tanpa proses engineering yang benar. Barangkali di negara lain Jeep CJ-7 versi diesel menggunakan mesin di atas 100PS, toh ruangannya sangat siap bahkan untuk mesin bensin 6 silinder I-6 yang cukup panjang. Atau bisa jadi rasio transmisinya yang dinaikan secara signifikan untuk mengimbangi tenaga yang hanya 80PS.

Selain itu, mesin C240 onderdilnya sangat jarang. Ketika itu harus ganti piston ring, tapi setengah mati nyarinya. Akhirnya saya putuskan untuk ganti mesin saja. Transplantasinya saya lakukan tahun 1994, lebih dulu ketimbang TLC.

Mencari mesin yang cocok untuk Jeep CJ-7 ternyata tidak mudah. Karena sejauh yang saya tahu tidak ada mesin yang kompatibel dengan transmisi Jeep. Melihat bobot mobil dan rasio cardan, yang paling cocok dan mudah mungkin dengan mesin Daihatsu Taft GT 4×4. Tapi harus sama trasnmisi dan transfer-case dan cardan-nya. Mesin dan transmisi Taft GT untuk melawan cardan Jeep CJ-7 kemungkinan malah lebih loyo ketimbang aslinya. Namun semua itu lagi-lagi macet soal fulus. Dari berbagai mesin yang saya amati, akhirnya jatuh pada pilihan mesin TLC 13B 3400CC. Mesin ini direct injection bertenaga 105PS dan torsi 240Nm, lebih kuat dan lebih galak ketimbang mesin aslinya maupun mesin Taft GT.

 

 

 

Transmisi, transfer-case dan cardan masih pakai aslinya. Sehingga yang urgen adalah bikin adaptor untuk mempertemukan mesin TLC 13B dan transmini Jeep CJ-7. Meskipun sulit, akhirnya berhasillah perkawinan tersebut dan menghadirkan sebuah Jeep CJ-7 diesel 3.4L yang cukup galak dan di medan liar lebih bertenaga ketimbang versi aslinya, baik yang diesel (C240 2.4L, 80PS, 200Nm) maupun bensin (AMC 4.2L, 190PS, 160Nm).

Selanjutnya saya makin senang dengan Jeep tersebut. Mesinnya saya utak-utik sendiri termasuk BBM-nya saya panaskan persis sebelum masuk nozzle seperti yang saya jelaskan di posting sebelumnya. Waaah .. makin galak saja dia. Rangkanya saya pertebal 10mm dan tempat dudukan transmisi saya perkuat agar perkasa buat jumping. Yang sudah pernah direncanakan tapi belum kesampaian adalah mengganti as roda belakang dengan full-floating. Kelemahan konstruksi Jeep generasi 1975-1986 adalah as roda belakang. Rotor removable dari as, sehingga sering dol manakala dipaksa di medan yang paling berat.

Industri karoseri

Kalo kita masuk ke lingkungan masyarakat pehobi otomotif, kita akan ketemu dengan para jagoan rekayasa otomotif. Para jago permesinan, kelistrikan maupun bodi dan rangka kumpul disana. Sehari-hari mereka melakukan modifikasi dan hasilnya luar biasa. Apa yang kita lihat di kancah offroad maupun rally kebanyakan hasil karya mereka. Ketika itu, mobil dari toko tidak mungkin memenuhi spek untuk berlaga. Hal itu membuktikan bahwa dunia otomotif sebenarnya sudah sangat dikuasai oleh bangsa kita. Andaikan mereka ditantang untuk membangun sebuah industri otomotif, tentu sangatlah siap dari sisi teknis.

Namun demikian, kenyataannya hingga hari ini belum ada produk otomotif yang murni bikinan kita. Sejauh ini yang ada hanyalah modifkasi sasis dan karoseri. Esemka yang heboh akhir-akhir ini pun masih sebatas itu dan nggak tahu apakah rencananya akan menjadi industri otomotif utuh seperti Toyota, atau hanya sekedar bikin karoseri seperti Adi Putro, RS dll. .Namun demikian, Esemka atau siapa saja tidak perlu kecil hati. Di Amerika juga banyak industri otomotif yang sebenarnya hanya bikin bodi dan rangka doank. Contohnya Jeep ketika masih milik AMC. Mesinnya GM, Isuzu dan Cummins. Kaki-kakinya Mopar dan Dana. Jeep-nya hanya bodi dan tulang. Sekarang setelah menjadi milik Chrysler pun masih seperti itu. Mesinnya versi bensin bikinan Chrysler sendiri. Tapi yang versi diesel bikinan Cummins. . Industri truk di Amerika juga rata-rata tidak bikin mesin. Mungkin lebih murah dan mudah bermitra dengan industri mesin seperti Cummins

Merancang SUV Nusantara

Bikin mobil sebenarnya tidak sesulit bikin software. Apa lagi jika mesin dapur tenaga dan sejumlah komponennya bermitra. Karena targetnya sangat pasti dan sederhana, hanya untuk memutar roda untuk bergerak dari satu titik ke titik lain. Pengendaliannya sangat sederhana, hanya pengendali arah (stir) dan kecepatan (akselerasi dan rem). Bahkan jauh lebih sulit bikin mesin pengupas buah atau penetel daging ternak yang memerlukan intelegensi tinggi untuk menyederhanakan pengendaliannya. Opsi kenyamanan mobil pun tidak ada yang aneh, hanya seputar pengkondisian udara ruangan (AC dan mungkin pemanas) dan tempat duduk. Selebihnya hanya dekorasi dan kosmetika.

Namun demikian, ada kendala yang sangat mandatori yang tidak mudah dipenuhi oleh kebanyakan orang, yaitu modal. Berbeda dengan software yang murni utak atik otak, dan modalnya hanya komputer. Merekayasa hardware setiap jengkalnya berbau rupiah. Setiap kesalahan tidak hanya rugi waktu seperti bikin software, tetapi juga kecopetan anggaran.

Soal rekayasa otomotif, sebenarnya sudah lama saya berangan-angan pengen bikin SUV. Kayaknya sejak ngutak-utik Jeep dan TLC. Beberapa kali saya menggambar bentuk bodi. Tapi lantas mengendor dingin lagi jika mengingat biaya. Belum tentu bank mau mendanai. Beberapa sketsa bodi sudah saya gambar sejak sebelum tahun 2000. Salah satunya adalah yang saya tampilkan di postingan sebelumnya, tentang menyimak mobnas Esemka. Berikut ini lengkapnya, masih sebatas coratan-coretan Ms Paint yang dipulas dengan Adobe Photoshop.

 

 

 

 

Model ini saya beri nama “Deru Sakti” (DS) dan merupakan intellectual property pribadi yang tidak boleh dicontek tanpa seijin saya. DS ini adalah medium size SUV setara Toyota Fortuner atau Pajero Sport dan dilengkapi dengan 4WD. Kaki depan IFS dan belakang rigid. DS ada 4 versi, yaitu hardtop dan softtop dan ada sumbu panjang (LWB) dan sedang (MWB). Gambar di atas adalah versi hardtop yang panjang (1 sopir dan 7 penumpang). Yang menengah hanya 5 penumpang dan 2 pintu. Dua-duanya dilengkap roll-bar dibalik bodinya yang futuristik. Bumper depan belakang dipersiapkan untuk memudahkan manakala akan diganti dengan besi (ARB) gaya heavyduty. Kompartemen mesin cukup untuk menampung diesel hingga 4000 cc I-4 karena memang diutamakan mesin diesel konvensional seperti Toyota 13B atau 14B untuk memudahkan perawatan. Mengingat kebanyakan bengkel di negeri ini adalah uneducated people yang tentunya susah menyesuaikan teknologi anyar. Paling banter dilengkapi turbo charger untuk mendongkrak tenaga hingga 30%.

Oh iya, kata “deru” pada penamaan model “Deru Sakti” ini semestinya bukan Deru nama saya. “Deru” adalah gema sebuah getaran mesin menderu. He he sengaja cari kebetulan 🙂 Sedangkan “sakti” artinya pendamping serba bisa. SUV 4WD adalah tunggangan yang serba bisa, bisa menembus dan menjelajah medan yang tidak bisa dilakukan dengan kendaraan lain.

Sistem pengereman menghemat BBM

Dalam rancangannya, DS dilengkapi dengan opsi teknik pengereman canggih yang menghemat BBM. Intinya adalah mengalihkan daya dorong bobot mobil untuk membangkitkan energi cadangan, baik berupa muatan baterei cadangan maupun tekanan udara dalam tabung atau keduanya.

Ketika berkendara, tanpa nyadar kita seinng buang-buang energi percuma, yaitu setiap kali mengurangi kecepatan. Yang kita lakukan kadang sekedar melepas pedal gas dan kadang menginjak pedal rem jika masih terasa terlalu cepat atau memang kita mau benar-benar berhenti. Memang cara terbaik menghentikan kendaraan yang dianjurkan adalah 3 tahap sbb:

  1. Mula-mula melepas pedal gas
  2. Lantas injak pedal rem dalam keadaan mesin masih terkopling dengan transmisi, sampai kecepatan benar-benar menurun.
  3. Nah yang terakhir, setelah torsi mesin sudah mulai mengendor, barulah menginjak pedal kopling untuk melepas transmisi dari mesin, sehingga mesin tetap hidup meskipun kendaraan berhenti.

Tiga tahap tersebut adalah cara terbaik, baik bagi keselamatan kita dan pengendara lain maupun bagi kendaraan itu sendiri. Jika tahap 1 dan 2 dilakukan bersamaan, namanya berhenti mendadak, tentu kurang baik bagi keselamatan kita dan pengendara lain. Tapi jika tidak ada jalan lain, tentu apa boleh buat. Yang paling parah adalah tahap 1, 2 dan 3 dilakukan bersamaan. Cara ini sangat berbahaya. Rem bisa jebol tidak mampu menahan dorongan bobot kendaraan. Terlebih jika yang kita bawa adalah kendaraan berbobot di atas 3 ton, cara ini sangat diharamkan.

Namun demikian, untuk membeli keamanan dan kenyamanan, ternyata harus membayarnya dengan membuang energi. Pada tahap 1 (melepas pedal gas) sebenarnya kita menggunakan mesin untuk menghambat laju kendaraan. Karena dengan melepas pedal gas, putaran mesin menurun ke titik setelan terendah. Putaran roda lebih tinggi karena terdorong oleh daya dorong bobot kendaraan. Namun karena masih terkopling, maka putaran roda tersebut terkekang oleh lambatnya putaran mesin. Sehingga laju kendaraan menurun. Nah ini bisa dibayangkan betapa bodohnya (tapi baik). Mesin masih hidup kan tentu masih makan BBM. Mestinya untuk menarik kendaraan. Tapi kali ini sebaliknya, justru untuk melawan daya dorong bobot kendaraan yang mungkin puluhan bahkan ratusan kilowatt (KW). Padahal daya dorong bobot kendaraan adalah hasil dari usaha (tarikan) mesin sebelum pedal gas dilepas yang telah dibayar dengan BBM dan kadang bisa digunakan untuk membantu usaha (tarikan) berikutnya. Misalnya ketika mau melewati tanjakan, jika sebelumnya sudah melaju, tentu terasa lebih ringan. Kali ini dibuang percuma.

Tahap 2 (injak pedal rem) dilakukan manakala penurunan laju belum sesuai dengan yang kita harapkan. Jika memang mau berhenti, tentu tidak ada cara lain selain rem. Tapi kadang hanya sekedar untuk mengurangi laju karena ada kendaraan lambat di depan atau ada lobang atau gundukan di jalan. Atau untuk mempertahankan laju ketika jalan menurun. Rem harus ikut campur. Artinya ada usaha untuk mengekang putaran roda melalui gesekan pada onderdil rem. Usaha ini menyerap tenaga mesin (power brake) dan juga tenaga kita (otot kaki) untuk melawan daya dorong bobot kendaraan hasil usaha mesin itu sendiri dan mungkin ditambah anugerah gravitasi (ketika jalan menurun). Gila kan??? Lagian tidak sepenuhnya usaha tersebut disalurkan untuk menekan laju. Sebagian mamprung menjadi panas di sekujur onderdil rem.

Alternatif terbaik adalah jika kita mampu merekayasa rem bukan lagi usaha menggencet roda untuk melawan laju kendaraan, melainkan justru mengkonversi daya dorong kendaraan menjadi tenaga cadangan, semisal muatan batere atau udara bertekanan atau keduanya. . Bisa dibayangkan besarnya daya dorong selain sesuai dengan bobot kendaraan dan kecepatan pada saat itu sebelum direm. Terlebih ketika jalan menurun, dimana gravitasi ikutan memacu secara terus menerus. Kita tidak usah berharap menangkap semua usaha ini dan menjadikannya tenaga cadangan. Dapat 50% saja sudah sangat bagus.

Pembangkit elektrik cadangan

Pembangkit elektrik pada kendaraan adalah dinamo alternator yang diputar oleh poros mesin. alternator ini akan membebani mesin terus menerus selama muatan baterei tidak penuh. Padahal isi baterei tidak pernah penuh selama dikonsumsi terus menerus oleh AC, audio dll, terlebih lampu ketika jalan di malam hari. Besarnya beban yang harus ditanggung oleh mesin tergantung dari kapasitas alternator dan besarnya konsumsi. Altornator yang berkapasitas besar.ketika sedang mengisi terasa lebih berat. Namun karena arus yang dihasilkan lebih besar, tentu proses pengisian lebih cepat. Begitu penuh, alternator lantas bebas hingga muatan baterei kembali surut. Tingkah lakunya mirip kompresor AC, bebas setelah ruangan dingin dan berputar lagi setelah suhu naik. Sedangkan alternator yang kecil ketika mengisi tidak terlalu berat, tetapi bisa jadi terus-menerus tidak pernah bebas. Ujung-ujungnya sama saja, mesin terbebani secara terus-menerus.

Untuk mobil yang bertenaga kecil atau pas-pasan, kita bisa merasakan bedanya pada tarikan mesinnya ketika alternator sedang mengisi. Kalo kita bawa siang hari, terikannya terasa lebih kuat ketimbang malam hari. Karena di malam hari lampu nyala, sehingga alternator kerja terus. Jika AC dinyalakan, beda tarikan siang dan malam menjadi tipis karena kerja AC di malam hari tidak seberat di siang hari. Namun jangan salah…. bukan berarti beban menyusut. Tapi justru bertambah.

Alangkah bagusnya jika alternator tidak usah kerja terus menerus membebani mesin. Caranya adalah dengan mencangkok satu alternator lagi yang berkapasitas besar dan baterei cadangan yang besar pula. Cangkokan disusun sedemikian rupa agar alternator cadangan ini aktif mengisi baterei cadangan ketika pedal rem diinjak. Tentu beban yang menimpa mesin akan membantu menghambat putaran mesin. Agar lebih efektif, rem diberi jarak yang cukup. Rem baru tersentuh setelah pedal rem ambles x mm. Sehingga jika kita hanya ingin menurunkan kecepatan atau menjaga kecepatan tetap ketika jalan menurun, yang perlu dilakukan hanya menyentuhkan kaki ke pedal rem saja. Soal keamanan, tidak perlu kuatir. Dengan sendirinya kita akan tahu kapan pedal harus diinjak beneran agar rem ikutan kerja. Besarnya hambatan yang dihasilkan dari alternator cadangan juga sangat dipengaruhi kondisi baterei cadangan. Katika sudah penuh tentu los tidak ada hambatan. Kita pun dengan sendirinya bisa merasakan dan harus menginjak pedal lebih dalam hingga batas x mm terlampaui.

Baterei cadangan harus cukup besar dan disambung paralel dengan baterei utama seperti yang tampak pada gambar di atas. Diharapkan baterei cadangan akan terus-menerus menudukung baterei utama agar tampak selalu penuh, sehingga kerja alternator utama diminimalkan. Dengan demikian, tarikan mesin menjadi lebih enteng. Tentu alternator utama akan kembali kerja setelah baterei muatan cadangan menyusut. Misalnya ketika kita jalan di tol yang cukup lama dengan kecepatan tetap. Untuk mencegah alternator utama mengisi baterei cadangan, dipasang dioda pada sambungannya seperti pada gambar di atas.

Pembangkit tekanan

Pembangkit elektrik cadangan bisa jadi tidak optimal untuk kendaraan-kendaraan niaga yang konsumsi elektriknya sangat minimal, tanpa AC, tanpa audio, terlebih hanya beroperasi di siang hari tanpa lampu. Baterei cadangan akan selalu penuh sehingga alternator cadangan tidak pernah kerja meskipun pedal rem diinjak. Harus ada tambahan komponen tertentu untuk mengkonversi beban menjadi elektrik. Misalnya supercharger yang diputar oleh motor elektrik. . Supercharger mirip dengan turbocharger, adalah alat semacam kompresor untuk memasok tekanan udara untuk meningkatkan kompresi mesin. Bedanya, turbocharger diputar oleh tekanan gas buang di pangkal knalpot. Sedangkan supercharger diputar oleh poros mesin itu sendiri dengan sabuk seperti halnya alternator atau kompresor AC. Keduanya ada sisi negatifnya. Turbocharger baru efektif pada batas RPM tertentu dan menjadi gangguan sebelum batas tersebut dilalui. Sedangkan supercharger justru sebaliknya. Pada RPM rendah lebih terasa manfaatnya. Tetapi di RPM tinggi, tekanan yang dihasilkan terlalu tinggi dan sebagian harus dibuang karena membahayakan mesin. Padahal untuk memutarnya mengutil tenaga mesin.

Nah kali ini yang mesti dirancang adalah supercharger yang diputar dengan motor elektrik langsung dari baterei cadangan. Yang penting bagaimana caranya membikin motor elektrik dengan RPM yang cukup untuk menembakkan tekanan ke mulut intake manifold. Dengan demikian, baterei cadangan akan selalu dikonsumsi, sehingga alternator cadangan selalu efektif setiap kali pedal rem diinjak. Manakala kendaraan berjalan konstan dalam waktu yang cukup lama, baterei cadangan bisa habis duluan dan supercharger berhenti bekerja. Tidak ada efek apapun selain tarikan mesin kembali standar.

Akan lebih afdol lagi jika kerja supercharger elektrik ini tidak terus-menerus, melainkan dikendalikan hanya manakala diperlukan saja. Caranya mudah sekali. Bisa disusun rangkaian tertentu yang dikaitkan pada pedal gas. Pemicunya bisa berbagai cara. Bisa gerakan pedal, dimana supercharger elektrik aktif hanya ketika tuas pedal gas bergerak menekan. Efeknya, tarikan mesin menjadi lebih enteng ketika sedang digenjot. Tetapi akan kembali standar setelah kaki diam meskipun posisi pedal tertekan.

Bisa pula dipicu dengan posisi kedalaman injakan pedal gas. Supercharger elektrik aktif hanya ketika tuas pedal gas mencapai posisi kedalaman tertentu. Boleh juga kombinasi antara gerakan dan posisi kedalaman injakan. Dan yang paling bagus jika berbagai cara ini bisa di-setting dengan tombol. Tidak perlu digital yang malah bikin rumit.

Untuk jenis-jenis kendaraan besar yang banyak ruang, fungsi supercharger ini tidak perlu diwujudkan dengan supercharger elektrik seperti itu. Bisa saja koleksi tekanan dengan pompa rotari dan langsung mengisi tabung. Tabung kemudian dipasangi slang menuju intake manifold. Untuk mengendalikannya, di ujung slang dipasang solenoid yang dipicu oleh pedal gas dengan rangkaian yang mirip dengan yang telah diuraikan di atas. Hasilnya kira-kira misip dengan supercharger elektrik.

Bedanya, tabung udara bertekanan tinggi ini bisa dimanfaatkan klakson terompet dan peralatan pneumatik yang memungkinkan seperti rem angin dll. Kendaraan-kendaraan berat yang menggunakan rem pneumatik sudah dilengkapi pembangkit tekanan semacam ini. Yang perlu ditambahkan adalah memperbesar kapasitas kompresor dan mengkaitkannya dengan pedal rem agar kompresor tersebut ikut menjadi penghambat ketika pedal diinjak. .Dengan demikian kompresor tidak terus-menerus mengisi tabung karena pengisian yang dilakukan ketika pedal rem diinjak cukup banyak.

Pembangkit tekanan juga bisa digabung dengan pembangkit elektrik cadangan, seperti pada gambar di atas. Memang semakin mahal, namun bisa diharapkan makin efektif. Terutama ketika melaju di pengunungan yang naik turun. Idealnya, konsumsi BBM di jalan yang naik turun dan datar harusnya sama selama jarak tempuh sama dan selisih ketinggian (dpl) antara titik awal dan akhir sama. Namun kenyataannya tidak demikian. Jalan naik turun lebih boros, karena ketika nanjak makan BBM banyak dan ketika turun dikekang dengan rem. Sistem pengereman yang kita bahas ini merupakan upaya untuk mendekati kondisi ideal. Ketika turun, daya dorong dirubah menjadi eneregi cadangan dan akan digunakan untuk mendongkrak tenaga ketika nanjak.

Teknik pemasangan pembangkit

Pada 2 gambar di atas, pembangkit (alternator cadangan maupun kompresor) dipasang pada mesin dan diputar oleh poros mesin menggunakan sabuk dan pulley. . Untuk kendaraan ringan mungkin nggak masalah. Tapi untuk kendaraan berbobot menegah ke atas mungkin akan menjadi masalah. Kekuatan sabuk dan gesekan puli nggak tidak menjamin. Koneksi gear-to-gear jauh lebih menjamin. Dan lebih bagus lagi mencangkoknya tidak di poros mesin. Karena selain daya hambatnya terhadap laju kendaraan lenyap, juga bisa mematikan mesin ketika pedal kopling diinjak jika pembangkit masih aktif. Tentu saja karena bebannya berat dan mesin tidak digas.

Yang terbaik adalah di ujung transmisi. Yoke transmisi diperpanjang dan di asnya dipasang gir penghubung dengan pembangkit. Dengan demikian, dia tetap akan menghambat laju kendaraan meskipun pedal kopling diinjak. Mesin juga tidak mati karena beban pembangkit terpisah dari mesin ketika pedal kopling diinjak. Tidak saya gambar disini karena ruwet. Maklum saya hanya mengandalkan Ms Paint 🙂 Tapi saya yakin, pembaca yang tahu otomotif pasti mengerti apa yang saya maksudkan.

Topik-topik terkait otomotif

 

mm
Deru Sudibyo
deru.sudibyo@gmail.com
75 Comments
  • Suyanto Pruland
    Posted at 14:20h, 17 May Reply

    makasih gan atas info nya. Mohon dukungannya untuk kontes SEO Sepeda Motor Injeksi Irit Harga Terbaik Cuma Honda

  • danar
    Posted at 17:19h, 22 July Reply

    terimakasih banyak pencerahan semoga disel bisa memimpin pengembangan hemat energi

  • Anonymous
    Posted at 18:48h, 02 August Reply

    Salam kenal Pak Dibyo..Saya salut dengan ide2 dan pemikiran Bapak, khususnya mengenai pengetahuan mengenai sistem kerja setiap jengkal komponen mesin mobil dari berbagai merk dan type serta kelemahan dan kekurangannya yang luar biasa nglotok. namun terkait isu global warming yang mana perkembangan otomotif ke depan sepertinya lebih mengarah ke e-car. saya sangat terpengaruh isu tersebut, sehingga saya sangat memimpikan kendaraan yang ramah lingkungan yang tentunya tidak pakai mesin pembakaran dalam. Sehingga saya agak “benci” setiap berpapasan mobil2 ber-cc besar.Saya sangat menunggu ide2 Bapak tentang rancangan mobil low cost, ramah lingkungan. Bahkan saya sangat tertarik dengan konsep three wheeler-Apalagi moment lebaran gini ngeliat jalanan menjadi mesin pembunuh paling “efektif” bagi jutaan pengendara motor. Alangkah melegakannya kalau di Indonesia ada kendaraan yang aman,murah, dan ramah lingkungan (karena saya wong ndeso yang mindsetnya sederhana, ngirit, dan tidak terbiasa dengan hal2 besar seperti mobil2 besar yang polutif, boros bbm dan tempat tsb). Saya yakin Bapak mempunyai ide2 “gila”yang bisa mewujudkan harapan pemimpi2 sperti saya. Keep spirit Pak!!

  • Deru Sudibyo
    Posted at 22:02h, 02 August Reply

    Iya pak, saya sangat setuju gagasan bapak soal low cost dan ramah lingkungan. Mungkin tantangan utamanya adalah mewujudkan energi terbarukan yang hingga sekarang masih dikaji banyak pihak.

    Soal keramahan lingkungan, cita-cita bapak isnya Allah terkabul. Sepertinya perkembangan aplikasi IT juga akan mendukung. Kelak manakala sebagian besar bisnis sudah migrasi ke cyber dan pemerintahan sudah sepenuhnya dengan e-Gov, orang belanja, berkantor, kuliah, layanan pemerintah cukup dari rumah dengan ponsel atau laptop. Diharapkan, kepadatan umenyusut drastis. Hanya expedisi dan orang traveling atau rekreasi. Tentu polusi akan menyusut. Terlebih jika kendaraan ketika itu sudah ramah lingkungan.

  • Rangga Danu Krishna
    Posted at 01:09h, 26 August Reply

    Salam kenal pak, saya krishna.
    Kebetulan saya juga punya CJ7 Spirit Diesel 1984 yg bermesin Isuzu C240.

    Tenaganya memang loyo, saya coba naik ke Tretes, ngeden banget larinya, harus jalan 4L.

    Supaya lebih galak sperti Jeep bapak, dengan dana yg mini, kira-kira apa yg hrs dirubah agar lebih manteb di tanjakan terutama di Bromo.

    Kebetulan posisi saya ada di Sby.
    Bisa minta saran2 nya?
    Apakah rasio transmisinya bisa diganti agar lebih galak? kok dengan ganti transmisi kliatannya lebih murah meriah.

    Atau ganti final gearnya juga ?

    Salam
    Krishna

  • Deru Sudibyo
    Posted at 02:21h, 26 August Reply

    Kalo mau coba ngakalin rasio boleh saja mas, tapi harus siap tawakal karena belum ada referensinya. Tapi kalo berhasil bisa menjadi kembanggaan. Saya pun nunggu kabarnya 🙂 Saran saya, cek dulu rasio transmisinya dan final gearnya. Seharusnya transmisi untuk diesel sbb: gigi 1) 4.07, 2) 2.39, 3) 1.49, 4) 1.0 dan final gearnya 4.09. Berarti kalo sudah segitu dan mau ngakalin ya harus lebih besar dari itu.

    Tapi kalo mau langsung sukses mending ganti mesin minimal 100PS. Yg saya alami, ketika itu rasio transmisi dan cardan sama dengan bensin. Saya curiga assembling disini dulu nggak memperhatikan rasio tsb sehingga hasilnya nggak ada yg sukses. Maka ketimbang mikirin rasio mending cari mesin yang powernya setara dengan spec minimum yg versi bensin.

    Saya pilih mesin 3.4L (13B) karena ketika itu belum ada mesin diesel kecil dg tenaga di atas 100PS. Sekarang sudah banyak mesin di bawah 3.0L yang tenaganya di atas 120PS, mungkin lebih layak.

    Semoga membantu 🙂

  • Deru Sudibyo
    Posted at 04:24h, 27 August Reply

    Oh ya satu hal lagi mas Krishna…
    Struktur rangka sasis Jeep CJ-7 kurang kuat (tidak sekuat TLC) untuk menyangga diesel konvensional 3.4L ke atas. Batang rangkanya kuat karena box. Tetapi pengait antar batang (cross member) yang kuat hanya belakang. Yang depan sangat meragukan karena hanya plat 2mm meskipun melebar tetapi hanya mengikat batang bagian atas. Lagian bahan platnya kayaknya baja kaku yang mudah retak. Sedangkan bagian tengah mulai dari grill hingga as roda belakang kosong tanpa cross member, selain pengait linggis di bawah mesin yang hanya dipasang dg satu baut di setiap ujungnya. Kondisi seperti ini sangat meragukan untuk menahan getaran mesin diesel yg besar apalagi hanya 4 silinder.

    Yang saya lakukan adalah membuat cross member tambahan di depan (dekat bumper) dengan pipa baja 2′ menusuk bagian dalam batang rangka sasis. Juga tatakan transmisi yang semula hanya dikait dg 3 baut menusuk ke batang rangka saya manfaatkan sebagai cross member dengan menambah kupingan pada batang rangka bagian luar untuk memasang 3 baut lagi. Sehingga total kanan-kiri menjadi 12 baut.

    Tetapi jika mesin yang anda pasang di bawah 3.0L, mungkin tidak perlu serbet itu. Atau, meskipun di atas 3.0L jika 6 silinder juga aman tanpa harus bikin cross member tambahan. Karena mesin 6 silinder relatif lebih tenang.

  • bambang wiharmonis
    Posted at 13:35h, 30 August Reply

    mirip pemikiran saya..daerah saya pegunungan.
    saya jadi berpikir,gimana caranya memanfaatkan engine brake yang terbuang hanya untuk menahan laju roda..kadang2 saya manfaatin buat ngidupin AC jika melewati turunan jauh (padahal kondisi normal jarang ngidupin AC,hik..hik..hik),dengan berpikiran mengurangi beban kampas rem dan manfaatin putaran mesin..

  • Rangga Danu Krishna
    Posted at 02:34h, 31 August Reply

    Untuk biaya swap engine, dari berbagai tipe mesin, pemakaian mesin mana yg lebih hemat (asal kuat ditanjakan), maklum dana cekak, jadi hrs irit2 utk keluar biaya. takutnya ada biaya tambahan di sana sini yg tidak terdeteksi.

    thx.

  • Deru Sudibyo
    Posted at 03:42h, 31 August Reply

    Waah engine swap memang perlu “nekat”. Yg akan terimbas a.l, dudukan mesin, adaptor transmisi, batere, konfigurasi kabel (terutama yg ke mesin), konfigurasi slang AC, konfigurasi vacuum rem, konfigurasi power steer dll. Jika pengen resmi tembus BPKB, tentu ada biaya lagi. Pengalaman saya tahun 1994 total tidak kurang dari Rp 12juta belum termasuk harga mesin. Tapi biaya yg paling besar adalah frame strengthen dg plat 10mm + 2 cross member. Jika ketika itu ada mesin di bawah 3000cc yg memenuhi syarat, mungkin nggak perlu memperkuat frame sasis, barangkali biayanya cukup Rp 7jutaan.

    Soal mesin yg dipakai, saya rasa sekarang lebih banyak pilihan. Yg penting jangan kurang dari 100PS. Kalo bisa di atas 120PS. Sekitar 5 tahun lalu ada yg nawarin mesin Isuzu D-max 3000cc 130PS beserta transmisi dan transfercase sekitar 20jutaan. Tapi saya lupa transfrcase-nya mencong ke kanan apa ke kiri. Jika ke kiri ya nggak bisa dipasang kecuali cardannya diganti punya Wrangler.

    Yg murah Nissan. Banyak pilihan, a.l SD33, SD33T (3.3L turbo), TD42 dan TD42T (4.2L turbo), rata-rata 6 cyl di atas 120PS dan harganya di bawah 5 juta (5 tahun lalu).

    Yg perlu diperhatikan.. engine swap tidak selalu menambah nilai jual mobil. Bahkan jika tidak tembus BPKB bisa menurunkan harga. Tembus BPKB pun, saya yakin tidak menjadikan nilai jualnya naik sebanding dengan total biaya telah kita bayar.

    Saran saya, jika anda tidak “cinta buta” Jeep CJ-7, mending dijual saja dan ganti SUV yg lebih muda yg tenaganya sesuai keinginan anda.

  • U.B.S Lover
    Posted at 17:00h, 22 November Reply

    Salam kenal Pak Dibyo. Saya tertarik nih dengan cerita CJ-7 dan TLC bapak. Kebetulan saya penggemar Isuzu dan pernah pakai C240 di Trooper saya yang rasio gardan dan gearbox cukup low, terlalu low malah untuk C240 yang red-line nya ada di sekitar 3000rpm. Sekedar urun pemikiran saja, karena C240 basisnya Isuzu, mesin yang masih setipe yang lebih bertenaga dan bisa dipasangkan dengan gearbox dan dudukan CJ-7 diesel adalah C223T atau 4JA1-L (2.5L Panther). Mesin D-Max 4JH1(3.0L) atau Bighorn 4JB1T (2.8L) dan 4JG2T (3.1L) juga bisa tapi dengan penambahan adaptor ke gearbox.

  • Deru Sudibyo
    Posted at 22:06h, 22 November Reply

    Terimakasih Pak UBS, pencerahannya tentang Isuzu. Soal Jeep saya, awalnya memang saya cari Isuzu supaya masih semerek (T2). Tetapi saya tidak menemukan yang memenuhi syarat, yaitu 100PS atau lebih. Ketika itu (1994) tidak banyak pilihan. Yang ada Toyota 13B dan Nissan SD33. Akhirnya saya pilih 13B.

    Trooper ditambah turbo (C223T) atau diganti mesin 4JA1 memang mendongkrak tenaga. Karena rasionya sudah dirancang sesuai dg mesin C223. Sedangkan rasio CJ7 kayaknya tidak dipersiapkan untuk mesin C240, jika tidak mau dibilang gagal. Tarikannya blas nggak ada. Terlebih jika ketemu tanjakan… benar2 konyol. Dengan 13B pun sebenarnya kalah galak dibanding TLC dg 3B. Seandainya ketika itu sudah ada Isuzu yg di atas 100PS (4JH1, 4JB1T atau 4JG2T), tentu saya pilih Isuzu.

  • krakhozia
    Posted at 03:54h, 19 April Reply

    mas, kalau nyari spare part sd33t dimana ya mas? udah nyari di asam reges ngga ketemu..

    makasih banyak sebelumnya,

    aan

  • Deru Sudibyo
    Posted at 23:31h, 19 April Reply

    Weleh.. mas… kalo soal mesin atau onderdil lain belinya dimana, berapa harganya, bengkel mana yg terbaik utk memasangnya dst… saya terus terang tidak tahu. Saya sendiri kalo cari barang ya nanya kemana mana, termasuk di bbrp milis.

  • andrew282
    Posted at 15:03h, 06 June Reply

    pak dibyo, saya juga punya cj7 diesel 85,
    1. apa bisa mesin asli c240 di pasang turbo ?trus kalo bisa turbo yg cocok bawaan nya mesin apa?
    berisiko gak dengan kondisi mesin c240 , konon katanya kalo tidak asli turbo riskan dipasang turbo.
    2. kalo kondisi sekarang swap mesin pilih isuzu 4jb1t ato toyota 13 bt menurut bapak? terima kasih sebelumnya.

  • Deru Sudibyo
    Posted at 16:15h, 06 June Reply

    (1) Referensinya belum ada mas. Kitnya sih ada kalo kita googling. Tapi seberapa nambah kinerjanya belum ada infonya. Memang masang turbo kit bisa beresiko jika tidak sesuai spec motor dasarnya. Yg jelas turbo akan menambah kompresi. Apakah konstruksi mesin tsb mampu menampung kompresi tambahan tersebut, ataukah harus diturunkan dulu, kalo belm ada referensi ya harus dikaji sendiri. Kompresi berlebihan selain efek panas yg berlebihan, juga merusak mesin.

    (2) Isuzu 4JB1T 2.7L dg tenaga 110PS vs Toyota 13BT 3.4L dg tenaga 130PS, pilih mana? Kelebihan 700cc pada 13BT hanya untuk mendapat 20PS. Tentu di atas kertas menang 4JB1T. Tetapi reputasi 13BT dalam mendukung TLC seri 70 di 4 benua dalam kurun yg cukup panjang sudah kondang sejagat. Itulah makanya saya pilih di atas trek ketimbang di atas kertas. Tapi ini subyektif lho. Mungkin ada fakta lain yg saya tidak tahu soal 4JB1T. 🙂

  • Indra Giri
    Posted at 05:35h, 28 June Reply

    Dear Yth.Bpk.Suhu Dibyo…
    Apa kabar Suhu..semoga sehat selalu..setelah sekian lama jd silent reader blog suhu, sy mngucapkan terima ksh byk utk transfer knowledgenya suhu…kebetulan saat ini sy sdg mngerjakan proyek swp qd32t di terano warisan ortu sy, dgn tujuan lbh irit.mhn Pencerahan serta wejangan tips jg review pribadi suhu utk qd32t utk fuel consume, kmudahan spareparts, durabel ..smoga sy tdk salah pilih suhu…matur nembah suhunnnn sblmnya….

  • Deru Sudibyo
    Posted at 09:32h, 29 June Reply

    Mas Indra, waaah… jangan panggil saya suhu mas! Malu 🙂 Saya sama aja dg teman2 lain, hanyalah seorang user salah satu produk otomotif yang agak suka penasaran dikit. Bukan pakar. Tentu kalo sudah nukik detil ke produk yg tidak pernah saya pakai ya saya tidak tahu.

    Soal QD32T, itu memang mesin Terrano. Saya tidak pernah pakai Terrano, tapi sering lihat di luar sana… Dari apa yg saya lihat disana, Terrano selalu 4×4 dan memang kebanyakan diesel (QD32T) 3.2L turbo atau super charged 150PS dg torsi 220Nm. Harganya setara dengan Pajero 2.8L atau 3.2L diesel yg segenerasinya. Disini di-specdown dg 2.4L bensin dan trans 4×2, mungkin karena untuk memasuki pasar di bawah Jeep (YJ dan XJ). Jadi memasang QD32T pada sebenarnya mengembalikan keaslian Terrano pabrikan.

    Melihat PSnya, pantesnya serasa toyota 13BT atau 14BT. Tapi torsinya kalah. Tetapi bobot mesinnya yg juga dibawah 13BT dan yg diusung Terrano yang juga tidak seberat TLC, barangkali hasilnya berimbang.

    Tentang durabilitas, umumnya Nissan setara dg Toyota, melebihi teknologi otomotif Eropa maupun Amrik. Itulah alasannya PBB selalu memilih Toyota atau Nissan untuk kendaraan penjelajah. Meskipun demikian, khusus untuk disini, Nissan memang agak sulit supportnya. Itulah kenyataan pasar disini. Jadi, sebaiknya banyak gaul di dunia maya untuk mengenal lebih jauh jaringan penggemar Nissan langka(Terrano, Patrol, Pathfinder) disini untuk mempermudah mendapatkan suku cadang manakala sedang perlu.

  • Indra Giri
    Posted at 12:09h, 29 June Reply

    terima ksh byk bpk. dibyo..dan dgn membaca tulisan bpk jg review2 bpk terlebih lg dgn ide brilant mobnas suv bpk alanglah sangat tepat sy sebut suhu…
    akhirnya di respon jg pertanyaan bpk, tiap jam sy cek refrsh trs pak hehee..
    maturr nembah nuhun suhu…satu lg klo boleh..apakah dgn Qd32ti yg sdg sy install..utk merubah mnjd 4×4 mnjd lbh mudah/murah pak…kira2 perlu penambahan apa lg pak…krn gardan terano yg 4wd langka…ada ide mncangkok gardan..apa benar pak..mhn pencerahanya bpk..

  • Deru Sudibyo
    Posted at 17:58h, 29 June Reply

    Tentu pasti bisa. Terrano aslinya adalah SUV beneran (4×4). Berarti semua mesin yg pernah ditanam di Terrano pasti ada jodoh transfercase untuk 4WD. Wong yang bukan asli saja masih bisa direkayasa dibikinin jodoh kok 🙂

    Based on rumor, Terrano kloter awal di negeri kita (1994-1996) meskipun 4×2 di kolongnya sudah ada transfercase. Artinya, specdown-nya kurang tuntas. Jika Terrano anda termasuk kloter tsb, bisa dibuktikan apakah rumor tsb benar. Jika benar, maka persoalannya, apakah transfercase tsb nyekrup dg transmisi QD32T. Jika nyekrup, berarti tinggal nyari cardan depan dan kopelnya.

    Jika rumor tsb tidak benar, atau Terrano anda tidak termasuk angkatan 1994-1996, maka PRnya adalah mencari transfercase, cardan depan dan kopelnya. Sebaiknya nyari yg asli karena mesinnya sudah asli Terrano. Sehingga nantinya setelah semua terpasang rapih, Terrano anda lebih orisinil ketimbang Terrano lain yang beredar di pasar lokal.

    Saya kurang tahu detil seri produk transmisi, transfercase dan cardan Nissan. Mungkin bisa googling atau nimbrung jaringan penggemar Terrano.

  • Indra Giri
    Posted at 20:11h, 29 June Reply

    Dear bpk.Sudibyo..mksh bpk atas jawabanya…sayangnya spirit2002 nya nda ada trnsfrcsse, sy pikir dgn msin qd32 matic ini sdh bs lgs ada trnsfercsenya pak..jd tinggal cardan kopel jg freelock…sdh sy cba ke forum tery utk cardan plg susah didpt mk kt dokter bgkelnya dgn cangkokan(?)..bgitu bpk..may I please have your number suhu?need your enlighment advise pak..btw suv deru.nya kpn diproduksi suhu…keren pisaaannn euy…

  • Indra Giri
    Posted at 11:46h, 30 June Reply

    mbl yg berdiesel ada yg pake header pak (4 2 1 or 4 1 1)??..

  • Deru Sudibyo
    Posted at 17:06h, 30 June Reply

    Ada, saya juga pake, 4-2-1.

  • Farhan
    Posted at 11:23h, 26 August Reply

    Kritik pak, C240 isuzu itu cuma 63 dk, atau kalau tidak salah 56 dk.

    Itu mobil salah pasang mesin..

  • Deru Sudibyo
    Posted at 16:37h, 26 August Reply

    Thanks berat mas Farhan 🙂 Wah kaget saya? Dapat info dimana mas? Jika benar cuma 63dk, berarti designernya bener2 gila ya??? Jangankan 63dk, barangkali 80ps ke bawah juga cukup nekad … menghancurkan reputasi produk yg sudah legendaris.

    Soal isuzu C240 memang saya tidak nemu sumber info yg jelas. Mestinya dia di atas C223 (Panther, Luv dan Trooper). Maka jika ada yg mengatakan 80PS pantes, meskipun aplikasi utamanya untuk forklift.

    Btw, seri mesin yg sama belum tentu outputnya sama, tergantung assesorinya. Itu saya dapatkan dari ngikutin beberapa milis. Misalnya, mesin Toyota 14B, umumnya 115PS. Tetapi di Brazil untuk Banderante (LC lokal) BJ5x, outputnya hanya 96PS. Nggak tau yg di-specdown apanya??? Masih banyak contoh lain yg mirip

    Jangan2 Isuzu C240 pun demikian 🙂 Untuk forklift dan untuk Jeep dan mungkin truk Elf barangkali bervariasi 🙂

  • slatem
    Posted at 12:59h, 08 September Reply

    pakde seumpama jc7 pake mesin elf 28 ngmn pak de……?

  • dian asih
    Posted at 05:46h, 20 December Reply

    Pak Deru Mohon Maaf Boleh Minta No. Hp Nyaaaa, mau Konsultasi Langsung Pakkkkkk, tolong pak ……? no saya 081 325 494 909

  • wansbud
    Posted at 06:00h, 01 January Reply

    maaf mau nanya pak, untuk trooper seri 1 basic mesin diesel C223 kalau mau pasang supercharger sc12 apakah cocok. dan untuk instalasinya apakah harus pakai intercooler, BOV dan wastegate?. ditunggu pencerahannya

  • Deru Sudibyo
    Posted at 09:45h, 01 January Reply

    Ada gak spec SC12 untuk C223? Kalo gak ada harus ngitung sendiri rasio pulley-nya untuk RPM puncak tenaga. Kalo berlebihan bisa njeblug mesinnya atau SCnya. Kalo kekurangan ya gak ada gunanya SC.

    Mula2 hrs tahu konsumsi udara mesin pada RPM max. C223 = 2.23L, berarti setiap putaran perlu 1.115L udara. RPM max C223 berapa ya? Diesel umunya 3500 RPM. Katakanlah isuzu 4000 karena rajanya diesel he he 🙂 Maka konsumsi udara standar C223 pada puncak tenaga adalah 4460 L/menit.

    Lantas ngitung berapa persen boost akan dinaikan. Kita harus tahu ketahanan maximum blok/bore dan piston C223. Katakanlah mampu menahan tambahan kompressi 50%. Maka rasio puli dirancange untuk memompa udara 6690L/menit. Nah, bagaimana ngitungnya?

    Kapasitas pompa SC12 = 1.2L/putaran. Nah ini matematika sederhana, berapa putaran dalam semenit supaya memompa 6690L udara. Jadi RPM SC12 harus 6690L/1.2L = 5575 RPM. Jadi puli dirancang sedemikian rupa supaya manakala poros mesin 4000 RPM, SC12 munyeng 5575 RPM.

    Contoh di atas hanya perhitungan dasar. Anda harus tahu detil spec SC12 dan C223 sebelum mulai.

    Soal intercooler tentu akan menambah ringan kerja SC, karena selain suhu udara diturunkan, udara itu sendiri menjadi lebih padat sehingga presisi perhitungan di atas lebih akurat.

  • wansbud
    Posted at 18:54h, 01 January Reply

    makasih pencerahannya pak Deru…. otak atik otak dulu cari rasio pulley untuk dapat putaran yang pas

  • wansbud
    Posted at 14:32h, 06 January Reply

    akhirnya saya dapat sc aisin amr500 kapasitas pompa 500cc/putaran dan putaran sc max yang diijinkan 8000rpm.
    kalau crank pulley optimal 3500rpm saya dapat rasio pulleynya… untuk memenuhi kebutuhan boostnya…. tolong dikoreksi ya pak…hehehhe

  • Deru Sudibyo
    Posted at 16:06h, 06 January Reply

    Bagusnya untuk rasio puli dihitung dengan top RPM, supaya kalo digeber nggak masalah. Feeling saya semua isuzu diesel, rpm topya 4000 ke atas. Menurut wiki (kadang kurang akurat) 4300, http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_Isuzu_engines#Isuzu_C_engine.

    Kapasitas SC 500cc/rot dan max rot 8000rpm kayaknya akan mendongkrak tenaga paling 30%. Menurut wiki, tenaga C223 standard cuma 60ps. Berarti dg SC total tenaga yg dihasilkan sekitar 80ps, setara dengan C240 standard.

  • wansbud
    Posted at 16:38h, 06 January Reply

    makasih banyak pak,

  • George Royke Petonengan
    Posted at 21:22h, 23 January Reply

    Wah, Makasih banyak ulasannya Mas Dibyo. Salut.

  • dadi pradjoyo
    Posted at 01:05h, 04 February Reply

    mas tolong donk, saya di kirim diagram rangkaian elektrik control tekanan udara pada truck.. ddpwn_02@yahoo.com

  • Deru Sudibyo
    Posted at 13:03h, 04 February Reply

    Mas @George, makasih 🙂
    Mas @dadi, googling mungkin dapat 🙂

  • Faqih Alfian
    Posted at 14:38h, 21 April Reply

    Pak dibyo, saya baru saja dapat jeep cj7 dengan mesin bensin 4200cc.
    Maaf pak, saya sangat buta sekali dengan mobil, apalagi jeep, tapi karena ini dari ortu saya ingin merawatnya.

    Tapi kembali lagi ke jeep nya, dengan mesin 4200cc, maka sangat boros sekali,walau tenaga lumayan menyenangkan.
    Apa bisa diganti dengan mesin berbasis diesel. Apa yang cocok pak? Bila membaca komen2 diatas, ada yang bilang bisa dengan mesin panther.
    Mesin panther yang tahun berapa dan tipe berapa pak yang tepat?
    Kira2 akan menghabiskan berapa dana ya?
    Terima kasih pak!

  • Deru Sudibyo
    Posted at 21:52h, 21 April Reply

    Mesin panther kurang cocok pak, karena tenaganya kecil. Saran saya, jangan kurang dari 100PS, tetapi kalo bisa jangan lebih dari 3000cc. Karena rangka sasis CJ7 tidak dirancang untuk mendukung mesin berat.

    Diesel 3000cc ke bawah yang tenaganya tidak kurang dari 100ps pasti harus turbodiesel. Berarti mesin D-Max atau yg sekelanya.

    Soal dana saya kurang tahu. Saya pernah melihat iklan mesin D-Max di tokobagus.com kalo gak salah 12jutaan.

  • Shidqi Barney Hannan
    Posted at 09:45h, 27 May Reply

    Mas Dibyo, saya tidak tau banyak tentang mobil. Saya punya Isuzu Trooper ’84 yg basic awalnya bermesin bensin, kemudian saya ganti dgn mesin diesel Panther C223 dan lancar” saja sampai berakhir riwayatnya alias mesin ‘jim’ yang membuat saya harus ganti mesin lagi. Persoalannya yg dinaikkan (kebetulan yang ada dan bisa dimanfaatkan) adalah mesin Toyota Dyna 14B yg jadinya memberi banyak pertanyaan dlm diri saya karena mesin 14B bukan dari keluarga Isuzu, hingga jadi banyak apakah (?) di kepala saya nih Mas. Saya mohon saran dan pencerahan dari Mas Dibyo, apa saja yg harus saya lakukan untuk Trooper dengan mesin 14B ini. Thanks Mas Dibyo!

  • Deru Sudibyo
    Posted at 11:12h, 27 May Reply

    Saya kuatir ruang mesin Trooper tidak cukup untuk menampung mesin Toyota 14B. Maka sebaiknya ukur dulu seteliti mungkin, jangan sampai bodi dan rangka sasis dibredel gara2 nggak cukup ruang. Lebih parah lagi jika mesin nyundul hood, bisa frustasi 🙁

    Andaikan ruang cukup, tentu 14B akan membawa peningkatan performance yg cukup signifikan di atas C223. Tetapi yg harus diingat bahwa 14B adalah diesel konvensional I-4 3.7L yang tentunya knockingnya mampu merontokkan mobil yang struktur sasisnya tidak dipersiapkan untuk diesel sebesar itu. Saya tidak tahu apakah rangka sasis Trooper cukup kuat untuk menahan knocking 14B. Andaikan tidak, maka sebaiknya diperkuat demi keamanan dan kenyamanan 🙂

  • walidin
    Posted at 09:34h, 27 June Reply

    Bagaimana isu selanjutnua mobil esemka pak?

  • Yugo irianto
    Posted at 21:05h, 20 June Reply

    Mau bagi2 pengalaman engine swap jg, sapa tau bermanfaat. Saya py CJ 7 th 81 short chasis dg mesin bwaan isuzu diesel sama dg py sang Suhu. Astagaaaaa… lemot maksimal. Dr bandung ke Lembang pake gigi 1 dan 2 doang. Akhirnya saya ganti pake mesin Toyota 14B. Semula ditawarkan yg 14BT ttp ta pikir2 buat apa gede2 tenaganya and Jeep tdk dirancang utk speed. Mau speed? Pake sedan.. ha ha ha.. Saat itu th 1994 gak byk pilihan mesin diesel selain Toyota dan Mitsubishi dg PS nya. 14B dimasukkan ke Cj 7 pas banget dg ruang mesin, menyisakan ruang kosong sdkt. Tenaga gak ada abis2nya, iritnya minta ampun 1 ltr bs msk 13-15 km dg AC on terus, dan saat AC on tenaga gak drop. Inilah salah 1 klbhan mesin diesel. Makin panas mesin makin gahar. Oya, transmisi msh bawaan CJ 7, mestinya ganti yg transmisi 5 maju shg tenaga dr 14B bs keluar semua. Tinggal kuat2an nyali dan pejek gas aja.. hi hi hi… Pake transmisi aslinya bs tembus 120 km/jam pdhl tenaga msh tersimpen di mesin. Bbrp kli saya pake di trek offroad lumpur dan kemiringan tanah 45-50′ dg tanah merah bsh msh dg mudah dilibas. Kekurangannya dipsg di CJ 7 getran mesin cukup terasa, cr mereduksinya dg memasang flexible knalpot dan peredam getaran di dlm kabin. Sasis hrs diperkuat ulang agar tdk retak atau patah. Oya, jgn lupa buat dudukan engine mounting baru utk sang mesin. Lain2 tdk ada kelemahan. Dan sampai skrg tdk ada keluhan dg mesin tsb. Scr keseluruhan mesin 14B cocok dipasang di CJ 7 dg mengantisipasi kekurangannya. Salam.

    • mm
      Deru Sudibyo
      Posted at 05:12h, 21 June Reply

      Thanks berat sharingnya bro (y)

  • muhammad farhan
    Posted at 21:32h, 24 October Reply

    sya mempunyai mobil hardtop fj40 tahun pembuatan 1980 : 1.bisakah tipe mobil ini menggunakan rem cakram untuk bagian roda depannya,walaipun sekarang menggunakan rem tromol.jenis tipe mobil apa yg cocok untuk mobil ini(tipe cakram mobil apa)…terimakasih

    • mm
      Deru Sudibyo
      Posted at 02:47h, 25 October Reply

      Rem cakram? Tentu bisa! Tapi ini modifikasi yg biasa dilakukan oleh para bengkel hobi. Percayakah anda sama mereka? Rem sebuah mobil pasti sudah dihitung teliti oleh tim insinyur di pabriknya. Jika anda mau memodifikasi, tentu anda juga harus menghitungnya secaa teknis. Kunci sebuah rem antara lain:
      1. Volume pemampatan
      2. Kekuatan menahan torsi

      VOLUME PEMAMPATAN adalah volume minyak rem yg harus disuplai oleh master piston untuk menghabisi langkah slave piston (bawah). Jangan sampai pedal sudah habis nempel lantai, tapi piston bawah belum mampat, namanya blong. Terlebih ini rem depan, rem yg benar-benar untuk menghentikan kendaraan. Tapi juga jangan sampai terlalu kecil dimana piston bawah roda belakang belum mampat, roda depan keburu ngerem. Master piston (atas) sudah dirancang sedemikian rupa, sekali pedal diinjak, roda belakang ngerem diikuti oleh roda depan. Iramanya, roda depan mulai mampat persis setelah roda belakang mampat pol. Dari pedal, kira-kira 1/3 langkah pedal sudah menghabisi roda belakang, dan 1/3 berikutnya harus mampu menghabisi roda depan.

      Jadi… jika rem depan diganti, maka harus dicarikan master piston (atas) yang sesuai untuk menjaga irama di atas. Rem cakram biasanya pistonnya lebih besar dan tidak bisa disetel. Jika master lama tetap anda pakai, sangat mungkin suplai minyak ke roda depan tidak cukup. Belakang sudah ngerem abis, tapi depan masih longgar meski langkah pedal sudah habis. Akibatnya mobil tidak bisa dihentikan, terutama untuk pengereman yg serius atau agak sedikit mendadak. Ini berbahaya sekali.

      KEKUATAN MENAHAN TORSI artinya ketika roda sudah berhenti, berarti caliper akan ditabrak oleh daya dorong mobil. Terlebih jika roda belakang belum 100% mampat. Makanya roda belakang harus sudah mati total di 1/3 pertama langkah injakan pedal. Namun, semati apapun, roda belakang tidak akan mampu menghabisi daya dorong mobil. Mati pun akan tetap terseret maju sebelum roda depan mati. Sisa dorongan inilah yang akan menghantam caliper depan. Maka kekuatan konstruksi caliper dan dudukannya harus diperhitungkan.

      Caliper mobil apasaja pasti sudah diperhitungkan kekuatannya sesuai dg bobot mobilnya. Jika tromol depan Land Cruiser diganti dg caliper milik mobil yg sebobot, bisa dipastikan kekuatan caliper tsb cukup. Yang menjadi tanda tanya adalah kekuata dudukannya. Jika dudukannya dilas, anda harus yakin pengelasannya dan bahan yg dilas harus memadahi. Jika dudukannya dibaut, inilah yg SANGAT BERBAHAYA. Dibaut dg apa?

      PASTIKAN TIDAK DIBAUT DENGAN DUDUKAN SPINDLE (CORONG AS). Meski konstruksinya disesuaikan seolah tidak mengusik kekuatan spindle, tetap harus ditolak. Karena dudukan caliper, meski kelihatan diam, sebenarnya ada gerakan. Ketika direm, dudukan ini ditabrak oleh bobot mobil. Meski tidak kasat mata, tetap ada gerakan. Gerakan ini yang akan mempengaruhi tegangan spindle. Padahal, kekuatan menahan beban dan bobot mobil bagian depan 100% ditanggung oleh spindle. Jadi, spindle harus duduk ditempatnya persis apa adanya, jangan diganggu.

  • Andy BDA
    Posted at 08:31h, 06 June Reply

    Selamat pagi Pak Deru Sudibyo, membaca ulasan bapak ttg memperkuat rangka chasis CJ7 apabila swap engine dgn mesin 13B, agar lebih jelas mohon dapat di share skema gambarnya, sbg pedoman sy utk swap engine CJ6 dgn mesin 14B, terimakasih Pak Deru Sudibyo

    • mm
      Deru Sudibyo
      Posted at 23:03h, 06 June Reply

      Ok pak, minta waktu, insha Allah akan saya tayangkan gambarnya 🙂

    • mm
      Deru Sudibyo
      Posted at 00:57h, 11 June Reply

      rangka sasis Jeep CJ7 dg reinforcement

      • Andy BDA
        Posted at 19:55h, 22 June Reply

        Trims Pak Deru

  • Dedi Haryanto
    Posted at 17:43h, 30 September Reply

    Pa Deru, mau sharing, mobil jeep M715 aslinya emang tidak di design untuk speed cepat karena design mobil tempur ini dengan ratio final drive 5,875 dan terpasing juga mesin aslinya hercules diesel 3,7L turbo (maks power 108HP/2800 rpm), transmisi juga masih aslinya dengan 4 speed ratio 1st : 6,398 , 2nd : 3,092, 3rd : 1,686, 4th : 1 dan Reverse 7,82, transfer ratio H : 1, L : 1,96. Mesin cukup handal dgn torque yang besar tapi mobil tidak bisa lari dikarenakan ratio transmisi yang super lowratio.
    Ada saran kira kira kalau final drive dan mesin tetap dipertahankan aslinya, kira kira transmisi apa yang cocok untuk di swap untuk mendapatkan kecepatan yang mumpuni ?
    Minimal bisa lari 100-110 km/jam untuk full speed.
    Thanks.

    • mm
      Deru Sudibyo
      Posted at 23:02h, 30 September Reply

      Waduh Pak Dedi, saya belum pernah nyentuh kelas berat setingkat M715 Jeep Kaiser maupun Merc Unimog. Jadi mohon maaf, tidak semua bisa kebayang. Mesin dan transmisi mungkin ada sedikit bayangan. Dari spek tenaga, sangat mirip Toyota 14B. Berarti dengan transmisi sekelas H41 atau H42 atau H55F cukup nyaman seperti yg pernah saya lakukan dg LC FJ55/56. Bobotnya pun, M715 yang ternyata hanya 2.35 ton, tidak lebih berat dari FJ55. Namun FGnya ketika itu 4.11 punya BJ40. Saya gak tahu apakah ada FG 4.11 untuk gardan Dana 60 dan 70. Yang pasti, gak mungkin tukar gardan LC, karena M715 jauh lebih lebar. Saya sarankan ngobrol dengan bengkel para offroader profesional yang punya katalog gear ratio dan biasa mengaduk-aduk mobil lintas merek untuk menemukan tingkat performa yang sangat spesifik.

  • winardhi
    Posted at 17:15h, 18 December Reply

    mas DERU ,saya pakai trooper bensin ban komodo extreme 33 ,tenaga mesinnya lemot banget kalo jalan paling bia pakai gigi 4 aja ,baiknya gear rasionya diganti ?,yg cocok punya apa? dan dimana mencarinya ……mohon pencerahannya makasih

    • mm
      Deru Sudibyo
      Posted at 17:45h, 18 December Reply

      Saya tidak tahu final gear ratio (FGR) Trooper berapa. Ancer2nya gini aja. Misalkan diameter ban standard Trooper 28 inci. Sekarang 33 inci. Berarti FGR harus dinaikkan 33/28 dari FGR standard. Jika bisa mendapatkan gear tsb, maka akselerasi maupun informasi speedometer kembali standard meskipun lari dengan ban 33 inci. Jika tidak ada gear ukuran FGR tersebut, carilah yang mendekati.

  • antonbrc
    Posted at 15:01h, 09 March Reply

    Mas aku mau ganti mesin cj7 menggunakan isuzu panther 2,5 kira2 untuk tenaganya gimana soalnya panther 2,5 didesein untuk speed sementara cj7 untuk medan berat. Demikan mhn pencerahan

    • mm
      Deru Sudibyo
      Posted at 21:48h, 09 March Reply

      Mesin aslinya apa? Jika mesin aslinya diesel Isuzu C240, saya berkeyakinan mesin panther 2.5L pasti bisa diterima. Karena PS maupun torsinya di atas C240. Tapi jika mesin aslinya AMC 4.2L atau mesin lainnya, umumnya lebih powerful ketimbang Isuzu 2.5L punya panther. Tentu akan kaget dan mungkin kecewa, walaupun dari sisi ekonomi memiliki banyak kelebihan.

  • antonbrc
    Posted at 10:42h, 10 March Reply

    mesin aslinya dizel isuzu C240, Kruk as panther 2,5 kira2 kuat kuat ndak mas?,? kalau untuk meden lupur menurut temen2 kurang kuat soalnya kruk as panther 25 lebih kecil padahal temen2 saya belum penah mencoba.mhn pencecarahan saya udah terlanjur beli 1 unit mobil panther th 1997 dan ganti mesin masuh dalam proses.

    • mm
      Deru Sudibyo
      Posted at 13:21h, 10 March Reply

      Beli mobil panther untuk diambil mesinnya? Mahal donk? Panther-nya dimatikan? Padahal mesin copotan banyak yang jual, bahkan lebih kuat dari mesin panther 2.5L.

      Mesin panther 2.5L yang dimaksudkan 4JA1 kan? Saya nggak yakin kruk as 4JA1 kalah kuat dengan C240. Memang tidak ada referensi 4JA1 dipakai mobil 4×4 secara pabrikan. Yang ada 4JB1 dan 4JB1-T 2.8L dipakai pada Isuzu Trooper Bighorn. Kalau toh ternyata tidak kuat, lantas mau diapakan wong sudah kadung dibeli?

  • antonbrc
    Posted at 10:44h, 10 March Reply

    maaf ganti mesin maksudku

  • Dodi hartadi
    Posted at 14:54h, 25 August Reply

    Mantaft ulasannya suhu

    • mm
      Deru Sudibyo
      Posted at 01:16h, 01 September Reply

      Jadi malu nih, dibaca sama pakar 🙂

  • bagus cahyo
    Posted at 11:13h, 25 September Reply

    bos kalo saya mau ganti ford ranger 2.5 saya dengan mesin truk, kira2 yg cocok mesin ap ya? trus ubahannya utk transmisi n gardan gmn?

    • mm
      Deru Sudibyo
      Posted at 02:09h, 26 September Reply

      Sayang amat dirobah. Mesnnya kenapa? Rusak? Atau mau tenaga? Mesin truk umumnya CC besar tenaga kecil tapi suaranya keras. Mitsubishi 120PS = 4000cc. Toyota 115PS = 3700cc. Isuzu 120PS = 3600cc. Tentu semua tongkrongannya besar dan mungkin ruang Ford Ranger nggak muat.

  • Ganda parulian.s
    Posted at 10:13h, 13 March Reply

    Untuk pakai mesin 14.b atau mesin 13b agar bisa conek ke transmisi asli nya cj7 jeep adaptor apa nya yg di tambah pak.dan di buat kan adaptor.mohon pencerahan info dari bpk.karena saya lagi bingung mau ganti engine asli nya ke engine 13b atau 14.b pak mohon kalau ada foto untuk model adaptor tambahan untuk menyatu kan engine 13b atau 14b ke transmisi asli cj7 pak.mohon bantuan nya.tenks salam dari pengemar jeep cj7

    • mm
      Deru Sudibyo
      Posted at 03:15h, 14 March Reply

      Adaptor yang dimaksud adalah plat tebal, 10mm atau lebih, dimana dibuat lobang-lobang baut yang pas dibaut dengan kepalababi 13B dan juga pas dibaut dengan transmisi asli CJ7. Sehingga dengan plat tersebut, kepalababi 13B bisa nyambung dengan transmisi CJ7. Titik senternya harus benar-benar sama, antara kepalababi 13B dan transmisi asli CJ7.

  • Jerifly
    Posted at 13:14h, 12 April Reply

    Misi bosku numpang tanya kalo pengapian di ccii kecil apa ya penyebabnya.apa CDI nya uda minta d ganti ato ada yang lain..mohon bantuanya bosku

    • mm
      Deru Sudibyo
      Posted at 09:23h, 23 April Reply

      Mungkin perlu pastikan dulu semua koneksi kabel ketat.

  • Rhony
    Posted at 21:08h, 24 May Reply

    Slamat malam Suhu Deru .. numpang tanya… Apa kelebihan dan kekurangan memakai mesin TDI 2.5 diesel punya ford ranger/everest di mobil CJ 7 tahun 81. Mohon pencerahan nya trimakasih . Sukses selalu

    • mm
      Deru Sudibyo
      Posted at 23:50h, 24 May Reply

      Saya rasa bagus, asal mesin tsb masih sehat. Tongkrongannya kecil dan bobotnya juga sesuai, sehingga tinggal atur penempatannya saja. Tidak perlu memperkuat sasis. Tenaga dan torsi yang dihasilkan lebih bagus ketimbang masih bensin maupun diesel aslinya. PR nya mungkin menembus surat-suratnya jika masin aslinya bensin.

  • Muhammad ali
    Posted at 12:53h, 08 June Reply

    Mau tanya2 om…gmn dengan swap engine diesel terbaru common rail, seperti isuzu ada 4hl1-tc, kira2 muat gak om di kabin mesin cj dan bgmn persoalan dibagian kaki2, tm dan tc bawaan apa masih mumpuni, terima kasih sebelumnya om….

    • mm
      Deru Sudibyo
      Posted at 07:58h, 10 June Reply

      Ruang mesin Jeep CJ7 saya rasa sangat longgar, karena aslinya dipersiapkan untuk mengakomodir mesin 6 cylinder segaris berukuran 4200cc. TM dan TC akan lebih sip jika pakai aslinya bawaan mesinnya. Hemat saya lebih mudah menyesuaikan koneksinya dengan kopel gardan ketimbang bikin adaptor TM asli ke mesin pengganti.

      Soal kaki, yang lemah adalah as ori AMC20. Upayakan cari produk kompatibel model payung (one-piece) atau lebih baik lagi jika bisa dapetin model full-floater nya.

      • Muhammad ali
        Posted at 11:24h, 11 June Reply

        Full floaternya itu maksudnya seperti longfil om,
        Lanjut tanya2 lg nih om 4hl1-tc ini kan dr mesin truk 6 roda seperti ulasan komen diatas, klo gak salah 13b vx dgn rinho beda hasil tenaganya, penjelasan singkatnya om, jgn sampe nanti 4hl1-tc powernya gak seperti yg diharapkan mengingat sama2 berbasis diesel commonrail seperti hilux, triton dan suv dan mobil penumpang lainnya yg ber cc 2500-3000 dan dibandingkan truk 6 roda bermesin commonrail ber cc 4500an keatas

        • mm
          Deru Sudibyo
          Posted at 20:22h, 11 June Reply

          Full-floater gampangannya seperti roda depan, bertumpu pada rumah as melalui corong dengan 2 lager. Jeep saya juga pakai FF u/ AMC20. Lebih jelasnya bisa dilihat di https://www.z-mainframe.com/memperkuat-kaki-belakang-jeep-cj-7/

          Mesin 4HL1-TC, meski 4.8L, tapi lebih pendek ketimbang AMC 4.2L. Dugaan saya ruang mesin cukup. Mungkin aki, filter udara dan assesori lain perlu disiasati penempatannya. Yang paling penting dipertimbangkan adalah rangka sasis. Saya swap ke 13B yang hanya 3.4L saja, gak tega dan terpaksa reinforce sasis. Karena sasis CJ7 tidak dirancang untuk mesin diesel.

          Pertimbangan lain, mesin 4HL1-TC meski segede itu, tenaganya hanya 160PS. Maklum murni mesin truk, tentu bahan bakunya tidak secanggih 13B yang aslinya diperuntukkan Landcruiser. Yang hebat torsinya, 425Nm, bersaing dengan Pajero Sport Dakkar.

  • Muhammad ali
    Posted at 13:55h, 15 June Reply

    Pertanyaan 1nya blm dijawab om, kenapa tenaga yg dihasilkan berbeda dr type mesin yg sama 13B Toyota LC dgn 13B ToyotaDyna, sebab ada kecurigaan saya karena persoalan TM & FG dyna yg low karena kebutuhan angkut truck yg berbeban berat

  • Didikb
    Posted at 23:45h, 31 January Reply

    salam kenal pakde deru sudibyo. membaca ulasan jenengan tentang swab mesin kemarin binggung antara 13b atau 14 b
    akhirnya saya pakai 14b buat gnati mesin hardtop fj saya yang udah di ganti mesin Bu 30 kare na mesin nge jim akhirnya ganti mesin saja karna yari onderdil Bu 30 udah langka ini rencana ganti mesin saja tapi tranmisi masih pakai bawaan Bu 30 karna habis ganti sinkromes satu set jadi eman eman

    • mm
      Deru Sudibyo
      Posted at 17:34h, 01 February Reply

      Mesin 14B menang torsi dibanding 13B. Kalo 14B bekas truk, tenaganya lebih gede lagi, 115PS. Cuman karter olinya ada cangkok melintang yang harus dipotong karena menghalangi kopel gardan depan. Btw, mesin Toyota Dyna BU30 adalah 1B sama seperti mesin LC BJ40 versi Indonesia. Tenaganya sangat kecil, hanya 80PS.

Post A Reply to Deru Sudibyo Cancel Reply