Pentingnya Lalat dan Langau di Negeri Ini

07 Feb 2013 Pentingnya Lalat dan Langau di Negeri Ini

Siapa yang suka lalat (fly) dan langau (bluebottle fly)? Menyebalkan bukan? Sewot rasanya kalau makanan kita dirubung lalat. Bentuknya jelek menjijikan dan terbangnya kenceng, lincah, susah ditangkap. Ke warung juga pilih yang nggak ada lalat. Bagaimana nggak sebel, dari tempat sampah terbang dan hinggap pada makanan kita. Jijik kan? Kakinya membawa kotoran dari tempat sampah, lantas nempel di makanan yang dihinggapinya. Tentu sangat berpotensi menyebarkan penyakit.

Terlebih langau yang memang kesukaannya di tempat-tempat jorok, terutama bangkai. Alangkah bahayanya jika makanan kita dihinggapi langau. Kalau masih ada yang lain, mending nggak usah dimakan. Ketimbang jadi penyakit, malah ongkosnya jauh lebih mahal dari pada harga makanan tersebut.

Rasulullah Muhammad SAW mengajurkan untuk menangkap lalat yang menghinggapi makanan dan menyemplungkan badan lalat itu ke dalam makanan yang dihinggapinya. Karena diyakini dalam tubh lalat juga ada obat penawar racun untuk melindungi dirinya yang jorok tersebut. Dengan demikian racun yang menempel di makanan kita pun akan ternetralisir. Namun itupun kalau si lalat bisa kita tangkap. Jika tidak, ya terpaksa amannya jangan dimakan lah…. Lagi pula untuk kasus ini ada unsur jijik. Jijik adalah ujud penolakan tubuh kita terhadap sesuatu yang memungkinkan akan ada efek negatif. Oleh karena itu dalam Islam, jijik juga dikategorikan haram. Misalnya kodok alias swike, haram hukumnya bagi yang jijik.

Lantas bagaimana caranya menghindari lalat dan langau? Cara yang paling moderat adalah melindungi makanan kita dari kehadiran lalat dan langau. Meskipun demikian, aroma tertentu makanan juga mampu mengundang lalat dari luar rumah untuk masuk bertamu. Oleh karena itu menjaga kebersihan lingkungan kita juga sangat menentukan. Lalat dan langau akan menyingkir jauh karena mereka tidak suka lingkungan bersih.

Bagaimana yang sudah telanjur masuk rumah? Misalnya karena terbawa angin atau pas truk sampah lewat di depan rumah untuk mengambil sampah kita. Terpaksa kita buru dan kita basmi. Untungnya Tuhan membekalinya dengan sirene yang cukup nyaring bunyinya untuk memperingatkan kita akan kehadirannya. Terlebih langau yang sangat jorok, bunyi sirenenya yang lebih nyaring memudahkan kita untuk mengetahui kehadirannya. Bagi kita yang pendengarannya kurang tajam pun masih bisa mewaspadai karena warnanya yang biru kehijauan metalik cukup menyolok.

Di negara-negara bersih nyaris tak ada lalat

Di beberapa negara yang pernah saya kunjungi seperti negara-negara tetangga di Asia Tenggara dan Australia dan juga Amerika, nyaris tak pernah jumpa lalat/langau selain di Filipina. Saya tidak tahu apakah pemerintah juga turut campur dalam pembasmian lalat dan langau, ataukah murni karena kesadaran warga akan kebersihan lingkungan. Saya tidak pernah menanyakannya.

Semasa Orde Baru juga sesekali lalat dan langau di Jakarta lenyap menjelang dan sepanjang ada KTT. Mungkin pemerintah malu kepada para tamu negara dan ingin terkesan sebersih negeri mereka. Nah apakah ketika saya di negara lain juga demikian? Apakah mereka segera bersih-bersih membasmi lalat dan langau karena kehadian saya? Saya kira tidak! Karena saya bukan tamu negara 🙂 Saya hanyalah tukang mainframe dan datang kesana dalam rangka mencari nafkah manakala ada panggilan terkait dengan komputer mainframe.

Ternyata lalat dan langau berguna di negeri ini

Alangkah salutnya jika pemerintah kita juga ikut cawe-cawe membasmi lalat. Setidaknya sebagian besar dari kita berharap seperti itu. Saya pun dulu berharap seperti itu. Bahkan saya merasa ngiri ketika berada di negara yang bersih seperti di Malaysia, Singapura, Australia dll. Jangankan lalat, para pelayan makanan tidak memakai sarung tangan saja sudah melanggar hukum. Sedangkan di negeri kita, tangan habis buang umbel langsung meracik urap juga malah menjadi penyedap rasa he he 🙂

Namun demikian, sekarang saya tidak berharap lalat dan langau dibasmi. Setidaknya untuk sementara ini. Keberadaan mereka ternyata sangat diperlukan di negeri ini. Tuhan tidak menciptakan sesuatu melainkan ada gunanya. Kenapa demikian?

Pernahkan anda mendengar berita bahwa di negeri ini banyak makanan dicampuri formalin? Ah itu mungkin saja rumor? Jangan-jangan pers saja yang kekurangan judul berita 🙂 Pernahkan anda membuktikan? Nah… caranya mudah. Beli ikan atau daging atau buah-buahan. Gletakin di tempat yang berdekatan dengan lalat. Untuk buah-buahan, mungkin perlu dilukai sebagian atau dikupas agar lebih mengundang lalat buah. Pantau beberapa menit. Adakah lalat, lalat buah atau langau yang mendekat? Jika ada, maka anda aman. Makanan tersebut tidak dicampuri formalin atau bahan kimia lain. Tetapi jika mereka tidak mau mendekat, maka anda dalam bahaya. Sebaiknya makanan tersebut jangan dimakan. Soal apa efeknya bagi kesehatan, saya tidak tahu. Apakah memicu kangker? Atau kelak kalau sudah mati menjadi mumi? Entahlah…, saya bukan pakar kesehatan. Tapi saya yakin satu tetes formalin jauh lebih berbahaya ketimbang satu slop rokok. Mungkin lebih berbahaya ketimbang anda menelan baut atau mur.

Jadi… lalat ada gunanya bukan? Dan jauh lebih berguna ketimbang manusia yang mencampuri makanan dengan formalin. Kalau membunuh lalat yang mengotori makanan kita dianggap tidak berdosa, saya pikir membunuh manusia yang mencampuri makanan dengan formalin mungkin malah berpahala. Manusia nista yang lebih rendah dari lalat semacam itulah yang seharusnya dibasmi. Karena menjadi hama masyarakat yang merugikan kehidupan sesama. Bobot dosanya setara dengan koruptor, pengedar narkoba maupun teroris.

Menjadi POM tanpa kompromi

Saya sudah berulang kali mencoba. Pada mulanya saya sangat menyukai kepala kakap merah dimasak gulai ala Padang. Bagi anda yang sehobi mungkin juga berpengalaman ketemu kepala kakap merah tetapi merahnya karena cat, bukan warna asli. He he .. memang masyarakat kita sangat kreatif 🙂 Seminggu sekali isteri saya tercinta membuatkan gulai kesukaan saya tersebut. Untuk masalah warna, isteri saya cukup teliti dan saya percaya. Suatu hari saya merasa sangat bahagia karena pagi-pagi isteri bilang mendapatkan kepala kakap merah yang cukup besar. Jam makan siang pun saya tunggu-tunggu. Saya yang sehari-hari tidak tidur malam, terpaksa harus menunggu makan siang demi gulai kepala kakap merah. Begitu jam makan siang tiba, langsung mempersiapkan diri untuk melahap masakan sedap tersebut. Gulai kepala kakap merah sebesar bundaran piring pun tersaji mengumbar aroma sedap tak terkira ke seluruh penjuru ruangan. Tangan pun mulai mencukil-cukil daging yang terselip di pipi, dagu dan tengkorak sang kakap tanpa peduli masih panas.

Cukil demi cukil, sesep demi sesep, akhirnya tibalah giliran daerah insang. Biasanya lebih gurih karena banyak bumbu yang terjebak di daerah rimbun itu. Namun alangkah kagetnya karena rasanya getir dan dalam kunyahan muncul bau aneh. Di saat seperti itu, muncullah kecurigaan soal rumor formalin. Lantas saya muntahin. Muntahan dan tulang-belulang sisa dan belahan yang belum saya makan, saya bawa ke bak sampah di luar rumah. Kebetulan disana juga ada langau meskipun tidak terlalu banyak. Kecurigaan saya makin kuat setelah saya pantau beberapa menit tidak ada lalat maupun langau yang mendekat.

Isteri tentu marah-marah. Tapi saya tidak peduli. Bagi saya, itu adalah bukti yang sah. Apakah itu formalin? Ataukah cat untuk memerahkan kakap? Saya tidak tahu! Saya bukan pakar kimia dan tidak punya lab kimia untuk mengujinya. Tapi makan seperti itu tidak menarik lalat adalah hal yang sangat tidak lazim. Terimakasih lalat… telah menjadi semacam pemeriksa obat dan makanan (POM) yang tanpa kompromi. Alhamdulilah truk pengangkut sampah hanya datang 2 kali seminggu sehingga bak sampah di depan rumah tidak pernah sepi lalat.

Berawal dari kecurigaan pada kepala kakap tersebut, akhirnya setiap isteri belanja makanan, terutama ikan, ayam, daging dan buah-buahan, saya biasakan untuk mengujinya dengan lalat sebem dimasak. Jika lalat atau langau tidak mau mendekat, maka saya tidak ikut makan. Sayangnya, isteri dalam hal ini tidak matuhi saya. Mungkin dia menimbang dari sisi ekonomi. Mungkin saya pun sesekali lengah tahu-tahu sudah mateng tersaji.

Khusus untuk buah-buahan agak susah mengujinya. Karena saya tidak tahu dimana lalat buah mangkal. Hadirnya pun tidak segera. Kadang harus nunggu seharian. Padahal isteri saya sering beli buah-buahan. Yang saya lakukan paling tidak ikut makan. Jika di hari berikutnya masih ada sisa dan terbukti ada lalat buah yang mendekat, barulah saya ikut makan. Buah anggur, apel dan peer yang dibeli dari toko buah atau mal biasanya sampai berminggu-minggu tidak didatangi lalat buah. Apakah memang sifat buah asing tersebut seperti itu, ataukah karena formalin atau zat kimia lain, saya tidak tahu. Yang jelas, sehubungan rumor formalin yang marak, hati saya curiga sebelum mengetahui yang sebenarnya. Dan yang lebih jelas lagi…. buah-bauhan dari tukang buah pikulan selalu digemari lalat buah.

Bagaimana dengan makanan di luar hobi lalat?

Apakah lalat saja cukup? Pernahkan anda dengar rumor tentang beras dicampur pemutih baju? Pernahkan anda dengar tentang minyak goreng dicampur minyak diesel? Sekali lagi, saya bukan pakar kimia dan tidak memiliki lab kimia maupun akses ke lab kimia. Yang saya dapatkan hanyalah berita, baik yang pernah tersiar oleh pers di TV atau koran, maupun cuma gosip dari mulut ke mulut dan ke kuping. Sama persis dengan soal formalin maupun pewarna.

Sayangnya untuk pemutih pada beras maupun minyak diesel pada minyak goreng tidak bisa diuji dengan lalat. Mungkin perlu burung pemakan padi pipit, manyar, gelatik atau ayam kampung untuk mengujinya. Mungkin burung tidak sesaklek lalat. Buktinya burung masih bisa diracun dari makanannya. Mau makan tapi akibatnya sakit atau mati. Berarti stoknya harus banyak 🙂

mm
Deru Sudibyo
deru.sudibyo@gmail.com
2 Comments
  • kadal
    Posted at 01:36h, 12 February Reply

    nasi ngampang ‘benyek dan rusak’ itu diputihkan, asap minyak didapur tidak wangi/harum itu di-oli/diesel dan warna minyak bening kegelapan.

    bukan jaman edan, tapi jaman surga maya! ketok enak, makmur lan (mungkin) sholeh/a … tapi hancur!!! salam, jurik

  • mariam
    Posted at 07:19h, 03 March Reply

    menarik, gaya bahasanya yg paling saya suka, menggelitik ingin terus baca sp hbs baca info keshtan seperti bc novel.diperbyk lg tulisan atau info biar tambah wwsan dan pengetahuan.

Post A Comment