Menyimak Mobil ESEMKA

27 Feb 2012 Menyimak Mobil ESEMKA

Sebuah kebanggaan bangsa Nusantara… ternyata tidak hanya bisa bikin thiwul dan gethuk saja. Ternyata anak-anak kita juga bisa bikin mobil…. Byuuh… ruaaaarrrr biasak !!! Modelnya cakep lagi… Nggak kalah macho dengan SUV dan Dcab bikinan luar. Lihat saja foto yang sambung dari lionews.com di sebelah ini.

Lampu depan mirip Toyota Landcruiser Prado model terbaru. Badannya yang polos tapi gagah mirip Ford Everest. Kemiringan kaca depan dan lancipnya wajah dan hood mengesankan bahwa mobil Esemka ini merupakan SUV yang siap meluncur lincah dengan kecepatan tinggi di jalan raya. Meskipun pemandangan belakang kurang macho, namun secara keseluruhan bentuk badan mobnas ini sangat bagus, cantik dan gagah. Andaikan body ini terbuat dari plat 1mm dengan press tanpa dempul, waah.. kualitas tandingannya tidak lain Landcruiser Prado. Maklum, selain Land Cruiser, sangat jarang mobil yang badannya terbuat dari plat 0.8 mm baja ke atas.

Rodanya yang seukuran mid size SUV dengan PCD 6-stud 5.5″ mencerminkan bahwa mobil Esemka ini memang benar-benar mid size SUV 4×4 yang kekar dan siap membikin jalan sendiri di medan liar. Andaikan punya duit, ingin rasa memilikinya kelak setelah ada opsi yang lebih bertenaga. Karena mesin bensin 105 PS untuk kelas 4WD masih sangat minim. Pasalnya torsi mesin bensin sangat rendah. Terlebih mesin Timor 515i yang citranya di kalangan pemakai kurang bagus. Meskipun ngeklaim 105 PS namun nunggang Timor 515i rasanya tidak seperti nunggang 105 kuda he he 🙂 Sementara 4WD sangat memerlukan torsi tinggi ketika offroad. Bahkan Taft meskipun hanya 70 PS di medan offroad nggak masalah karena torsi diesel cukup memadahi.

Benarkah SUV Esemka 4WD?

Dari berbagai pemberitaan baik di media cetak maupun elektronik termasuk internet yang saya simak, memang tidak ada satu pun yang menyatakan SUV Esemka ini 4WD. Namun harus saya asumsikan 4WD, karena dari berbagai foto tampak di roda depan terpasang free-lock hub (F-L hub). Wujudnya susun mirip F-L hub Aisin milik Land Cruiser.

F-L hub adalah fitur yang hanya dimiliki oleh jenis-jenis mobil part-time 4WD. Gunanya untuk membebaskan roda depan dari differential gear (cardan) ketika mobil lari dengan 2WD. Setidaknya untuk mengurangi beban bobot dan gesekan dari rangkaian gear, as dan kopel. Konon menghemat BBM, entah seberapa nilainya. Namun yang pasti, pelumas cardan depan lebih awet karena banyak nganggur.

Meskipun manfaatnya lumayan, tidak semua mobil parttime 4WD dilengkapi F-L hub secara standar. Beberapa merek seperti Jeep pernah memasangnya sebagai fitur standar. Namun merek-merek lain seperti Daihatsu (Taft), Toyota (Land Cruiser) umumnya hanya opsi. Maklum, hub ini lumayan mahal.

F-L hub tidak berguna bagi mobil permanent 4WD. Dipasang mungkin bisa tapi bodoh, karena cardan depan mobil permanent 4WD selalu aktif. Jika dipasang F-L hub dan kondisinya diulir ke posisi free, maka tenaga yang sudah tersalur ke as buntu tidak sampai ke roda. Lebih bodoh lagi jika bukan 4WD kok dipasangi onderdil mahal ini.

Sangat disayangkan, ketika membahas mobil Esemka, fitur 4WD-nya tidak ditonjolkan. Yang diujicoba juga hanya emisinya. Mestinya sekalian uji offroad biar ngejreng. Padahal 4WD adalah fitur keren. Bahkan real SUV haruslah 4WD. Oleh karena itu SUV yang 2WD sering disebut “banci”. Selain manfaatnya untuk keselamatan manakala memasuki jalan licin dan/atau terjal, fitur 4WD juga prestise karena mahalnya. Untuk SUV kelas Toyota Fortuner atau Mitsubishi Pajero Sport, fitur 4WD membuat selisih harga hampir Rp 100 jutaan di atas versi 2WD-nya. Sayang sekali jika fitur canggih ini tidak diketahui oleh para calon konsumen. Padahal mobil 4WD tua saja masih banyak dicari orang, terutama sejak jalan-jalan banyak yang bonyok pasca tahun 2000 hingga hari ini.

Kok nggak ada tuas transfer-case?

Yang bikin agak ngganjel dalam angan-angan adalah pemandangan interior bagian depan. Disana tidak tampak adanya tuas transfer case sebagaimana umumnya mobil 4WD. Apakah pakai tombol elektronik seperti SUV super mewah? Tapi tuas persenelingnya kok seperti pada transmisi manual? Apa ada mobil manual 4WD-nya dioperasikan secara elektronik? Maklum penasaran tapi tidak tahu mau nanya kemana 🙂 Website resminya kayaknya juga belum ada. Satu-satunya cara adalah melihat langsung barangnya. Sayang sekali belum ada kesempatan.

Tuas transfer case berfungsi untuk menyalurkan tenaga mesin ke cardan depan. Biasanya letaknya berjejer dengan tuas perseneling. Untuk 4WD versi part time, umumnya tuas ini bisa dikokang dalam 4 posisi, yaitu 2H, N, 4H dan 4L. Posisi 2H artinya mobil dioperasikan dengan 2WD, dimana hanya roda belakang yang menjadi penggerak. Pada posisi ini, jika F-L hub dipasang, sebaiknya diulir ke posisi free agar cardan benar-benar bebas. Mobil 4WD yang tidak dilengkapi F-L hub, terpaksa cardan tetap berputar terbawa putaran roda dan menjadi beban ketika dioperasikan sebagai mobil biasa (2WD).

Posisi N artinya neutral, dimana cardan depan maupun belakang bebas. Posisi 4H artinya mobil dioperasikan dengan 4WD rasio normal. Artinya, roda belakang dan depan sama-sama menjadi penggerak tetapi kecepatannya sama persis dengan ketika jalan dengan 2WD. Bagi mobil yang memiliki F-L hub, maka harus diulir ke posisi lock agar benar-benar fungsi 4WD-nya bermanfaat. Posisi 4H umumnya diperlukan manakala memasuki medan licin. Tujuannya hanya untuk mengamankan kendaraan dari selip, baik karena licin maupun karena salah satu roda menggantung.

Sedangkan posisi 4L artinya mobil dioperasikan dengan 4WD berkecepatan rendah. Rasionya sangat tinggi sehingga kecepatan menjadi lebih rendah dari normal. Pada umumnya setengah dari kecepatan normal. Dengan demikian bisa diperoleh tenaga sekitar 2 kali normal. Ada jenis-jenis 4WD tertentu yang ketika posisi 4L, gigi 4 lebih lambat dari gigi 1 normal, misalnya Jeep Wrangler jenis Rubicon. Mengoperasikan tuas transfer case harus tahu karakternya. Gigi mana yang setara dengan gigi 1 normal. Nah dari sanalah kita mulai. Misalnya gigi 1 normal setara dengan gigi 3 pada 4L. Maka ketika tuas transfer case kita kokang ke posisi 4L, maka tuas perseneling harus kita kokang ke gigi 3. Manakala tenaga terasa mengendor, maka perseneling diturunkan ke gigi 2. Terakhir, untuk medan yang paling terjal tentu harus dengan gigi 1. Jika 4L gigi 1 terasa mengendur, maka perjalanan harus mencari jalur alternatif atau dibatalkan. Karena sudah tidak ada lagi andalan berikutnya.

Mobil 4WD versi permanen pun umumnya memiliki tuas transfer case. Setidaknya untuk berpindah-pindah pada posisi-posisi 4H, N dan 4L. Hanya SUV yang sangat mewah saja yang transfer case-nya dikendalikan dengan tombol elektronik. Maka dari itu saya penasaran SUV Esemka yang di rodanya terpasang F-L hub kok nggak ada tuas transfer case-nya.

Yang saya kuatir adalah jika ternyata mobil SUV Esemka ini bukan 4WD. Lantas untuk apa dipasangi F-L hub? Apa supaya dikira 4WD? Apa Esemka mau jual “perkiraan”? Bukankah menambah biaya makruh? Makruh karena selain tak bermanfaat, juga bisa dikira sebuah kebodohan teknis. Yang lebih mengkhawatirkan, jika F-L hub itu ternyata hanya dop plastik yang direka mirip F-L hub. Tentu akan terkesan ada upaya pembohongan publik biar dikira 4WD.

Basmi budaya kampungan

Ngomong-ngomong soal “biar dikira”, rasanya masih ingat di awal 1990an pertama kali muncul Isuzu Panther. Ada beberapa model produk yang bodinya dibikin aneh-aneh mirip karya seni patung berbahan dempul. Ada yang ditulisi TERATO, ada BABY CRUISER, ada ECI-MULTI V9 dan masih banyak lagi. Model TERATO pada bagian tertentu dibikin mirip Nissan Terrano. Model Baby Cruiser pada bagian tertentu ada polesan mirip Toyota Land Cruiser VX 80. Sedangkan model ECI-MULTI V9 mengingatkan pada bodi Mitsubishi Pajero Exceed V6 bensin 3.5L tertulis ECI-MULTI. Kayaknya itu sebuah merek dagang fitur teknologi Mitsubishi yang terpasang pada Pajero. Yang aneh V9. Mungkin sekedar untuk membedakan dengan V6 (mesin 6 silinder konfigurasi V 3-3). Nah V9 apa artinya? Mungkin mesin 9 silinder konfigurasi V 4-5 yaa? Tapi jika kita buka hood-nya, ternyata diesel I-3 2/2L (C223). So .. semua itu kayaknya hanya sekedar “biar dikira”. Padahal itu produk hasil industri beneran lho… bukan mainan.

Ada lagi yang karena ketidaktahuan. Misalnya memajang tulisan “Jeep” pada Daihatsu, Isuzu, Toyota dsb. Kadang bukan sekedar kantong pembungkus ban cadangan bertuliskan “Jeep®”. Ada pula yang nekad pasang emblem “Jeep” beneran pada mobil merek lain. Padahal “Jeep” adalah merek, sama seperti “Toyota”. Mestinya pihak Chrysler (pemilik merek dagang “Jeep®”) merasa diuntungkan, menyebar iklan nggak usah mbayar he he 🙂

Soal ketidaktahuan mengingatkan sebuah peristiwa lucu yang dialami teman saya. Dia orang asing. Suatu ketika dia kehabisan rokok tapi harus menukarkan uang dulu karena recehan rupiahnya sudah habis. Tapi begitu melihat penjual rokok kakilima (PKL), dia langsung buru-buru lari kesana. Saya pikir duitnya masih. Eh … tiba-tiba dia marah-marah kepada si penjual mengumpatnya sebagai penipu. Kontan saja para PKL yang lain ikut cawe-cawe. Saya pun segera mendekat. Ehh.. ternyata pasalnya karena si penjual memasang sticker VISA dan MASTER gerobaknya. Tapi giliran temen saya ngeluarin kartu kredit VISA ditolaknya. MASTER juga ditolaknya. Oh… giituu toh … wong cuman sticker aja kok repot. Yang salah ya stickernya… kenapa nurut aja ditempel di grobak itu he he 🙂

Naaah.. kalo ingin maju, sebaiknya pihak Esemka menyimak uraian ini. Mari kita basmi budaya kampungan. Soal tidak lulus uji emisi tidak perlu minder. Karena semua orang tahu, power train urusannya KIA yang bikin mesin. KIA yang harus bertanggungjawab. Bila perlu cari rekanan lain yang menjamin emisi bagus. Tanggungjawab Esemka sebatas apa benar-benar karya Esemka. Yang penting mari kita wujudkan sebuah karya yang memiliki pakem, bukan sekedar dimirip-miripkan dan berharap “biar dikira”. Jangan sampai dikira menjual kebohongan. Dan jangan sampai pula dikira bodoh.

Tentang Free-Lock Hub

F-L hub adalah fitur opsi untuk membebaskan roda dari differential gear (cardan). Umumnya terpasang di roda depan kendaraan jenis 4WD. Awalnya, pada mobil 4WD untuk menggerakkan roda depan, satu-satunya teknik adalah dengan konstruksi as full floating (FF). Pasalnya, as roda depan kan harus bisa ditekuk ketika berputar, agar roda bisa dibelokkan. Maka, as harus berupa sambungan dengan simpul cross-joint. Akibatnya tentu sendi as menjadi flexibel nekuk ke segala arah, termasuk atas-bawah. Sehingga tidak mampu untuk menyangga sebagaimana fungsi utamanya. Nah… agar mampu menyangga mobil, maka bobot mobil tidak ditumpu pada as, melainkan dialihkan pada penyangga lain, dalam hal ini dipilih pipa corong as (rumah as) untuk jenis rigid cardan, seperti pada roda belakang kendaraan kelas berat. Karena memang dengan FF, tiap roda disangga oleh 2 bantalan yang tentu lebih kuat ketimbang model biasa (semi floating) yang hanya satu bantalan. Yang penting kekuatan corong (spindle) harus bisa diandalkan kekuatannya. Karena ujung corong harus ramping untuk memberi ruang yang cukup bagi rotor dan onderdil rem, maka umumnya dibuat sambungan dengan logam khusus yang jauh lebih kuat ketimbang pangkal corong. Untuk beberapa merek kendaraan seperti Jeep dan Toyota Land Cruiser, ujung corong ini menggunaan bahan baja seperti cincin bantalan. Sambungan ujung corong dengan pangkalnya ada yang dengan baut ada pula yang dilas mati.

Khusus FF untuk roda depan bukan untuk memperkuat daya dukung. Karena roda depan selalu menggunakan 2 bantalan sehingga FF tidak menambah daya dukung bantalan seperti pada roda belakang. Tujuan utama FF roda depan hanyalah agar as roda bisa disetir ke kanan dan ke kiri selagi as bertenaga memutar roda. Maka ujung corong ini disambungkan dengan knuckle yang berbasis ball joint ataupun engsel berbantalan. Namun demikian, kerugiannya sama dengan FF roda belakang, yaitu makan tempat. Keseluruhan ujung sumbu roda menjadi besar karena rotor harus cukup menampung as dan corong. Meskipun as tidak lagi menyangga beban kendaraan, tetapi tidak mungkin cukup sebesar kelingking. Corong pun meski dibikin dari baja khusus, tidak mungkin setipis pipa ledeng. Dan yang paling makan tempat adalah pipa rotor yang harus berdinding cukup tebal untuk menanam baut flange pengait as agar rotor berputar mengikuti as. .Oleh karena itu, diameter patrun lingkar (PCD) baut roda kendaraan 4WD yang menggunakan konstruksi FF umumnya tidak kurang dari 5.5 inci.

F-L hub adalah komponen pengganti flange pengait as dengan rotor. Lihat bagian yang merah pada gambar di atas. Untuk mengunci rotor dengas as, cincin luar F-L hub didorong ke dalam, sehingga gigi cincin luar berkaitan dengan gigi cincin dalam. Pada posisi ini, cardan, as dan roda terkunci, sehingga manakala tenaga mesin tersalur ke cardan akan disampaikan ke roda. Ketika cincin luar F-L hub ditarik menjauh dari cincin dalam, gigi kedua cincin tidak terkait sehingga rotor terlepas dari as. Pada posisi ini diharapkan cardan tidak disaluri tenaga mesin. Karena tidak akan sampai ke roda. Oleh karena itu, 4WD versi permanen tidak patut menggunakan F-L hub.

Pembaharuan konstruksi as depan 4WD

Awalnya, as depan mobil 4WD selalu mnggunakan model FF baik untuk konstruksi rigid maupun independent frontwheel suspension (IFS). Namun lama-kelamaan muncul kebutuhan penggerak roda depan untuk non-4WD, terutama mobil kelas paling ringan yang tidak mungkin menerapkan konstruksi rigid. .Karena rodanya kecil, maka model FF yang setidaknya memerlukan PCD 5.5 inci sangat sulit kemungkinannya untuk diwujudkan. Muncullah agagasan model semi floating (SF) dengan 2 bantalan. Dari gagasan ini lahirlah penggerak roda depan sistem IFS seperti bagan di atas.

Teknologi ini lantas diadopsi untuk 4WD konstruksi IFS. Ketimbang model FF, model SF jauh lebih sederhana. Selain itu masih ada kelebihan lain yaitu memperkecil PCD karena tidak lagi menggunakan corong stator maupun rotor yang makan ruang. Piring rotor langsung tersambung as penerus. Sisa ruang tentunya memberi keleluasaan untuk disain rem dan pengendali roda lainnya. .

Konstruksi roda depan paling ideal adalah manakala titik tumpu beban roda pas di poros knuckle, yaitu persis di posisi balljoint. Namun kondisi seperti itu sulit dicapai. Selain jarak dari poros ke piring rotor memaksa roda menjadi sangat lebar (harus 2 kalinya), juga poros tersebut tidak tegak. Poros knuckle (king pen) sengaja dibuat agak miring ke dalam dan ke belakang agar setir tidak liar dan pas belok sedikit melawan sentrifugal. Oleh karena itu patokan titik tumpu beban yang paling optimal adalah di tengah antara kedua bantalan.

Untuk mencapai titik optimal tersebut, velg roda tidak lagi seimbang antara cekungan luar dan dalam. Velg cenderung cekung dalam saja dan sisi luarnya rata dengan tepian. Bentuk velg seperti ini tentu tidak menguntungkan, karena rentan benturan dengan obyek yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu untuk jenis 4WD sebaiknya disiasati dengan ban yang lebih lebar dari velg. Sehingga posisi luar velg sedikit cekung terlindung ban manakala menjelajah medan liar.

Rupanya insinyur otomotif semakin pinter. Kini bukan saja IFS, bahkan konstruksi rigid pun sudah mulai beralih ke model SF. Jeep termasuk pionir sejak 1987. Hasilnya lumayan. PCD susut dari 5.5 inci menjadi 4.5 inci tanpa mengurang daya dukung. Permukaan cakram rem menjadi lebih luas dan bisa ditambah dengan berbagai fitur lain yang lebih mendukung. Keberhasilan Jeep tersebut lantas diikuti oleh Land Rover. Renge Rover dan Discovery yang semula PCD-nya 6.5 inci berhasil disusutkan menjadi 5 inci.

Menyusutkan PCD tidak selalu menguntungkan. Jenis-jenis SUV pekerja berat seperti Toyota Land Cruiser dan Land Rover Defender umumnya masih memiliki opsi FF untuk as roda belakang. Karena bagaimana pun juga untuk roda belakang, SF tidak mungkin menggunakan 2 bantalan di tiap roda. Sehingga FF tetap lebih unggul. Tentu FF memerlukan PCD yang lebih besar. Sehingga meskipun as roda depan model SF, terpaksa PCD-nya disesuaikan dengan roda belakang agar tidak ada perbedaan velg. Land Cruiser malah sejak tahun 2000 PCD-nya diperbesar menjadi 150 mm karena corong stator-nya dipertebal guna meningkatkan daya dukungnya agar makin tangguh di medan liar. Land Cruiser 200 yang roda depannya IFS pun tetap dengan PCD 150 mm karena opsi FF untuk roda belakang masih berlaku. Sementara Land Cruiser 70 depan-belakang standarnya FF.

Lebih jauh soal FF dan SF as roda belakang dapat disimak disini.

SUV dan DCab Esemka termasuk yang mana?

Anggaplah foto interior di atas keliru dan yang benar foto exterior, dan benar memang mobil Esemka tersebut 4WD, maka bisa dipastikan as roda depan menganut model FF. Karena F-L hub hanya berlaku untuk model FF. Pertanyaannya, apakah konstruksi kaki depan IFS? Jika iya, maka sangat mirip Chevrolet Trooper, Luv 4WD, atau Toyota Hilux 4WD generasi pra tahun 2000. IFS tapi asnya model FF. Atau jangan-jangan memang menggunakan sasis Trooper, Luv atau Hilux ?

Ada baiknya mulai mengkaji model SF untuk rencana produksi massal mendatang. Bahkan andaikan cardan-nya rigid-pun ada baiknya menimbang model SF. Bertahan pada PCD yang sama pun nggak masalah, karena SF tidak semata-mata untuk menyusutkan PCD. Yang jelas, model SF lebih sederhana. Tentu akan memangkas biaya produksi yang ujung-ujungnya membuat harganya lebih menarik. .

Kapan mulai diesel?

SUV 4WD di negeri ini lebih disukai diesel. Selain harga solar lebih murah ketimbang bensin Pertamax, juga konsumsinya pasti lebih irit karena efisiensi diesel jauh lebih tinggi ketimbang bensin. Terlebih jika penggunaannya di ladang, membawa 4WD diesel tidak terlalu takut melintasi bekas bakaran sampah (biasanya limbah panenan). Karena solar memang tidak mudah terbakar. Diesel juga umumnya sangat terasa lebih bertenaga untuk medan offroad karena torsinya lebih tinggi ketimbang mesin bensin.

Tidak perlu diesel canggih dengan common reel dan turbo intercooler yang menyulitkan perawatan manakala dibawa ke pelosok. Karena bengkel di pelosok kecil kemungkinannya tahu teknologi canggih semacam itu. Jika ada masalah, bisa berabe harus diderek ke kota besar. Cukup diesel konvensional yang penting tenaganya jangan kurang dari 80PS. Dikombinasi dengan torsi yang umumnya di atas 200 Nm, diesel 80 PS pasti terasa lebih bertenaga di medan liar ketimbang mesin bensin 100 PS. Yang penting direct injection. Karena selain lebih sederhana, juga tidak merongrong baterei untuk pemanasan sebelum start.

Untuk penjajagan, jika sasis yang digunakan milik Trooper, maka mesin yang paling pas adalah Isuzu 4JA1. Mesin 4JA1 adalah yang dipakai Panther versi 2.5L yang paling awal. Mesin ini cukup bertenaga untuk ukuran diesel konvensional. Hanya 2500 cc tapi tenaganya 86 PS, lebih besar ketimbang Daihatsu Taft 2800 cc yang hanya 70 PS. Buritan mesin ini konon kompatibel dengan kepala babi (clutch housing) transmisinya Trooper. Sehingga tinggal mbaut tanpa harus bikin adaptor.

Mesin Trooper dan Luv aslinya Isuzu C223 versi lama yang tenaganya kurang dari 70 PS. C223 pada generasi Panther 2.3L sudah agak bagusan, 72 PS. Dengan mesin yang sangat minim tenaga saja, Trooper maupun Luv masih bisa dinikmati. Karena rasio cardan dan transmisinya memang sudah dirancang untuk tenaga kecil. Bisa dibayangkan nikmatnya jika mesinnya diganti AJA1 yang 86 PS. Terlebih jika dikutik sedikit dengan menyalurkan panas knalpot ke pangkal nozzle seperti yang pernah saya lakukan (lihat posting ini).

“Semoga mobil Esemka menjadi tuan rumah di negeri sendiri … bravo Esemka !!!”

SUV Nusantara 4WD

 

Ini sket dari angan-angan bentuk SUV Nusantara 4WD yang saya bikin dengan Microsoft Paint. Maklum nggak punya tool yang lebih bagus. Kayaknya cocok deh manakala ingin mengembangkan mobnas 4WD. Pantesnya bodi dan tenaga setara Pajero Sport atau Fortuner. Bagusnya bermesin diesel. Kalau diesel kovensional, agar tercapai di atas 100 PS, setidaknya 3000 CC. Silakan simak disini 🙂

Topik-topik terkait otomotif

 

 

mm
Deru Sudibyo
deru.sudibyo@gmail.com
6 Comments
  • Hardiyanto
    Posted at 02:44h, 23 March Reply

    mantab baget teknisnya

    salam,
    Hardiyanto
    4WD mania

  • jana
    Posted at 08:06h, 19 November Reply

    steady …..86

  • Iwak Offroad
    Posted at 10:03h, 08 January Reply

    Wkwkwkwk…itu mobil rakitan…bukan buatan…
    Beda mas buat mobil ama ngerakit mobil.

    • mobilkamu.com
      Posted at 18:47h, 03 October Reply

      Bedanya gimana, bro? Jelasin dong buat orang awam.

  • andika
    Posted at 17:21h, 07 February Reply

    itu mobil aslinya import ckd, dirakit disini, beneran 4wd ifs, cuma itu saya tidak yakin cv joint nya dipasang plus gear transfernya. harusnya yang dipasang nap roda biasa bukan free lock, suv 4×4 pajaknya kan gila gilaan. rasanya esemka jika benar 4×4, maka harga jualnya bisa lebih mahal dari suv kota sejuta umat (suv banci)

    • mm
      Deru Sudibyo
      Posted at 05:50h, 10 February Reply

      Kalo CKD, apa artinya distempel ESEMKA? Apa ESEMKA mau jadi importir otomotif? Yang saya baca dari info kelanjutannya sih mesinnya pakai Timor 515i. Kalau CKD berarti KIA 4×4. Sportage?

Post A Comment