Komputer MAINFRAME

02 Dec 2010 Komputer MAINFRAME

Hari ini kita akan sulit melihat mainframe (MF) dari halaman depan sebuah lingkungan IT. Karena yang kita lihat adalah tampilan web atau aplikasi bercorak GUI di layar desktop. Kalau tidak diberitahu, kita tidak akan tahu bahwa browser kita sedang sesi dengan HTTP server di MF. Kita juga tidak tahu bahwa aplikasi Microsoft Access kita sedang sesi dengan DB2 server di MF. Kita baru tahu ada MF hanya manakala kita kunjung ke dapur IT. Tidak harus di kamar mesin. Mungkin cukup menengok ke ruang support atau ruang programmer yang khusus menangani aplikasi lagecy. Jika disana kita jumpai penampilan layar telnet-3270 berarti di kamar mesin ada MF.

Komputer MF adalah salah satu jenis komputer multiuser terbesar yang hadir paling awal di dunia IT, yaitu sejak awal dekade 60an.  Disebut mainframe umumnya karena daya tampungnya terbesar (pada masanya), sehingga menjadi penampungan data utama.   Tempo doeloe di awal kehadirannya, cukup banyak vendor yang mengklaim produknya sebagai MF..   Namun dalam kompetisi akhirnya pemenangnya hanya IBM.   Yang lain tenggelam dan mengikut arsitektur IBM MF menjadi produk kompatibel seperti Amdahl, Hitachi, Fujitsu dll.   Satu-satunya yang tetap berdiri sendiri hingga hari ini hanya Unisys dan sangat jarang kita jumpai.   Oleh karena itu selanjutnya yang dibahas disini hanya IBM MF.

Satu hal yang sering rancu adalah supercomputer.   Perlu dicatat bahwa supercomputer bukan MF dan MF bukan supercomputer.   Supercomputer adalah komputer kelas mini tetapi memiliki processor yang didampingi dengan berbagai mathematical co-processor paling lengkap dan memori yang cukup besar, sehingga mampu mengolah data secara matematis yang bersifat CPU bound dalam skala yang sangat besar, jauh di atas MF.   Sedangkan MF, meskipun kenyataanya hari ini tiap butir prosesornya berkecepatan 5.2GHz (tercepat di dunia), adalah business purposed computing machine yang umumnya bersifat I/O bound karena lebih fokus kepada kapasitas dan kerapihan database.   Kemampuan MF dalam komputasi matematis tidak ada bedanya dengan komputer bisnis kelas mini maupun PC, hanya jauh lebih cepat.   Memang ide awal supercomputer adalah MF.   Di era 80an IBM sempat menyediakan vector facility (VF) dan math-assist co-processor untuk MF.  Tetapi akhirnya dihentikan dan lahirlah supercomputer.   Mungkin pertimbangannya yang memerlukan supercomputer umumnya litbang yang tidak memerlukan I/O bound skala MF.   Sehingga lebih baik dipisahkan agar harganya lebih terjangkau.

Entah seberapa pakem definisi istilah mainframe, namun yang jelas MF memang sangat berbeda dengan komputer lain.   Box atau frame atau cashing utama yang sering disebut main frame hanya berisi CPU, memori dan I/O processor.   Bahkan untuk model tertentu pada generasi tertentu, I/O processor dikemas dalam frame terpisah.   Dalam frame utama tersebut sebenarnya berisi setidaknya 3 komputer, yaitu (1) komputer utama MF didampingi dengan (2) I/O processor, komputer untuk mengelola I/O, dan (3) service processor untuk mengelola konfigurasi I/O, dulu menggunakan PS/2 lantas diganti dengan Thinkpad.   Boot juga harus dilakukan 3 kali.   Mula-mula service processor di-boot untuk mengaktifkan service processor software yang jalan di OS/2.  Lantas dari service processor kita boot I/O processor untuk mengaktifkan seluruh I/O device sesuai dengan konfigurasi yangsudah disiapkan oleh sysadmin.  Dan yang terakhir, setelah konfigurasi I/O aktif, kita boot MF processor (mungkin lebih dari satu), juga dari service processor.

Dilihat dari konfigurasi I/O, MF bisa menyebar ratusan km seperti jaringan telekomunikasi melalui sambungan fiberoptic dengan teknologi FICON.   Disk, tape dan I/O device lainnya bisa berada di kota lain.   Misalnya, main frame-nya di Jakarta, disk di Semarang dan Surabaya, tape di Bogor dan Yogya.     Berikut ini gambaran awam konfigurasi I/O sistem MF.    Gambar ini animasi kampungan.   Untuk mengulang animasinya, silakan klik gambar tsb.   Namun cara ini tidak berlaku untuk Mozilla Firefox.

 

Silakan klik untuk mengulang animasi

Konfigurasi pada gambar di atas mirip jaringan komunikasi tetapi bukan jaringan komuikasi.   Jaringan komunikasi MF menganut 2 arsitektur, yaitu SNA dan TCP/IP.   Berikut ini gambaran awam jaringan komunikasi MF.   Gambar ini juga animasi kampungan.   Untuk mengulang animasinya, silakan klik gambar tersebut.  Namun cara ini tidak berlaku untuk Mozilla Firefox.

Silakan klik untuk mengulang animasi

Mainframe dari Jaman ke Jaman

Generasi pertama MF menggunakan 24-bit addressing, sehingga memorinya bisa mencapai 16MB. Produk yang beredar saat itu adalah IBM System/360 (atau S/360). Awalnya masih belum mengenal virtual memory, dengan sistem operasi OS/MFT. Menjelang 70an hadir OS/MVT yang pertama kali mengenalkan teknologi virtual memory.

Memasuki dekade 70an hadir arsitektur IBM System/370 (atau S/370) yang menawarkan berbagai kemajuan baik kinerja maupun kapasitasnya. Kapasitas memori masih 16MB (real maupun virtual) karena masih 24-bit addressing. Namun kinerja prosesor sudah lebih maju dan sudah mengenalkan model multiprocessor (MP). Kemampuan koneksi mesin utama (mainframe) dengan piranti I/O seperti disk, tape, terminal, printer meningkat drastis. Manajemen kerjanya dipercanggih oleh sistem operasi OS/VS1 yang selain mengandalkan vritual memory juga mengenal spool dan job entry subsystem untuk mendongkrak kinerjanya dalam menangani operasi batch.
Tak lama kemudian muncul sistem operasi baru, OS/VS2-MVS yang mampu memperbesar kapasitas virtual memory melalui teknologi multiple virtual storage (MVS). Setiap job (exekusi satu program atau satu rangkaian seri program) dialokasikan satu address space virtual memory utuh mulai address (dekat) 0 hingga kapasitas yang diperlukan job tersebut (max 16MB). Dengan demikian virtual memory tidak lagi 16MB seperti OS/VS1, melainkan multiple 16MB. Dengan OS/VS2-MVS kita bisa menjalankan serentak puluhan job yang masing2 menggunakan memory 16MB. OS/VS2-MVS selanjutnya dikembangkan terus oleh IBM menjadi MVS/370, lantas MVS/SP. Semua dikenal dangan sebutan MVS.
MF S/370 lantas hadir dengan berbagai model dan ukuran kapasitas untuk memberi kebebasan pengguna memilih MF sesuai kebutuhannya. Di era ini hadir pula 2 sistem operasi lain, yaitu DOS/VS dan VM/370. DOS/VS adalah sistem operasi multiuser sederhana dengan address space tunggal seperti OS/VS1 untuk mengoperasikan MF kelas terkecil. Harganya pun jauh di bawah MVS. DOS/VS kemudian berkembang menjadi DOS/VSE yang memiliki kemampuan lebur dengan VM/370 untuk memperkecil overhead. Selanjutnya menjadi VSE/SP yang mampu menyediakan 3 address space untuk meningkatkan kapasitas virtual memori yang semula hanya 16MB menjadi 40MB. Sejak DOS/VSE hingga kini orang menyebutnya cukup dengan kata VSE.
Sedangkan VM/370 adalah sistem operasi yang menyediakan virtual machine seperti VMware untuk membagi MF yang besar menjadi beberapa virtual mainframe untuk menjalankan sistem operasi apa saja. Semua sistem operasi yang bisa jalan di MF pasti bisa jalan di VM/370. Lantas banyak pengguna memilih VSE dikombinasi dengan VM/370. Karena selain biayanya jauh lebih murah ketimbang MVS, kemampuannya menjadi tidak kalah dengan MVS. Meskipun VSE hanya mampu menjalankan 3 job yang menuntut memori di atas 10MB, namun dengan VM/370, kita bisa menjalankan puluhan VSE di MF. Tentu ada overhead akibat virtualisasi mesin. Tetapi cukup dikompensasi dengan kapasitas hardware yang sedikit lebih besar, tetap jatuhnya labih murah ketimbang MVS.
Menjelang dekade 80an, VM/370 dikembangkan menjadi VM/SP dan VM/SP-HPO yang selanjutnya dikenal cukup dengan sebutan VM. Secara internal banyak perubahan drastis dalam rangka meningkatkan kinerja dan menekan overhead virtualisasi. Terutama loncatan kontrol yang semula menggunakan instruksi SVC yang berbasis interupsi sebagian besar dirubah dengan instruksi BR yang tidak melibatkan interupsi. Juga hadir fitur baru, Discontiguous Shared Segment (DCSS), kapling memori yang di-shared antar virtual machine untuk memuat modul-modul program yang dipakai bersama antar sejumlah virtual machine. Mirip LPA di MVS, modul-modul program di dalamnya sudah preloaded. Sehingga selain tidak ada lagi I/O overhead, juga menghemat penggunaan memori karena setiap virtual machine mengakses modul yang sama di memori. VSE pun bisa dimasukkan ke DCSS, sehingga sangat menghemat memori bagi yang menjalankan 2 atau lebih VSE. Pengguna sangat menyukainya.
Untuk mengakses langsung VM bagi para tenaga support dan administrator, disediakan CMS, sebuah sistem operasi khusus yang hanya bisa jalan di virtual machine. CMS mirip DOS pada komputer PC, single tasking single programming dan hanya mengenal sequential file. Meskipun disediakan editor yang cukup bagus (setara editor MVS) dan script EXEC2 (setara script CLIST pada MVS), CMS tetap tidak menarik. Saat itu jarang orang bermain dengan CMS selain untuk meng-edit dan/atau meng-assemble modul-modul kastom yang diperlukan untuk mensetup konfigurasi VM.
Networking hadir dengan arsitektur herarki System Network Architecture (SNA) dengan 7-layer. Meskipun sangat aman dan stabilitasnya luar biasa, namun mengelola SNA tidak semudah TCP/IP. Memang konsepnya pun jauh berbeda. TCP/IP didisain untuk koneksi kausal antar host dalam jaringan distributed computing. Sedangkan SNA didisain untuk koneksi berjenjang antara MF host sebagai pengendali pusat dengan piranti dumb seperti terminal, teller machine, ATM dll. Semua pengendalian termasuk routing dilakukan di jenjang tertinggi, yaitu MF host. Komputer lain (non-MF) bisa dikoneksikan ke jaringan SNA sebagai terminal khusus non-dumb dan bisa berkomunikasi dengan MF sebagai mana komunikasi antar komputer. Jika ada lebih dari satu komputer non-MF di jaringan SNA, satu sama lain hanya bisa melakukan sesi komunikasi melalui MF host. Agar antar non-MF bisa berkomunikasi tanpa melalui MF, koneksi fisiknya harus langsung dan di SNA dikonfigur sebagai low entry network (LEN).
Hadirnya computer networking tertua di dunia ini disusul dengan lahirnya CICS, middleware yang menjembatani pembangunan maupun operasi program-program untuk transaksi online ke jaringan SNA. Program aplikasi cukup menyediakan layar, memanggil CICS untuk menampilkan layar dan menerima data yang dipasok di layar. Selebihnya termasuk sesi komunikasi ditangani oleh CICS. Setiap program aplikasi online dijalankan sebagai subtask di CICS, sehingga satu program bisa dijalankan serempak oleh ribuan user yang online di ribuan terminal tanpa menuntut programmer untuk mempersiapkan programnya menggunakan sarana dan algoritma multitasking. Semua itu ditangani oleh CICS secara internal. Aplikasi apapun yang menginginkan online di jaringan SNA akan jauh lebih mudah dan efisien ditangani CICS. CICS kemudian menjadi harta primadona IBM yang paling ngetop.
Memasuki dekade 80an hadir arsitektur penyempurna S/370 yang dinamai IBM System/370 Extended Architecture yang disingkat S/370-XA. Ada 2 pembaharuan yang paling signifikan yaitu, addressing 31-bit dan konfigurasi I/O benar-benar terpisah dari CPU dan ditangani oleh I/O processor yg disebut channel subsystem (CSS). Dengan CSS, channel addressing yang semula 4-bit (0-F) menjadi 8-bit (00-FF) sehingga mampu mencapai 256 koneksi channel. Device unit addressing-nya tetap 8 bit (00-FF) tiap koneksi channel. Sehingga satu konfigurasi mainframe S/370-XA mampu mencakup 256 x 256 I/O devices di luar networking.
Meskipun addressing-nya 31-bit, jika kita bongkar fisiknya akan tampak 32-bit. Namun IBM ingin konsisten menjaga kompatibilitas agar seluruh object program yang dibikin di S/370 dan S/360 tetap jalan di S/370-XA tanpa harus mengkompilasi ulang, maka 1 bit paling depan dikorbankan sebagai tanda. Jika bit ini nyala berarti exekusi menggunakan addressing 31-bit. Jika bit tsb mati maka exekusi menggunakan 24-bit. Dengan demikian program-program 24-bit dari era S/360 dan S/370 bisa berjalan serentak atau simultan bersama dengan program-program 31-bit dari era S/370-XA.
S/370-XA bukan pengganti S/370. Mereka hidup bersama di pasar dan pengguna bisa memilih sesuai kebutuhan. Untuk mengoperasikan MF S/370-XA, sistem operasinya pun disesuaikan, yaitu MVS/XA. Pengguna bisa mendapatkan puluhan hingga ribuan address space berukuran 2GB (31-bit) dan 16MB (24-bit) dalam kombinasi bebas sesuai program-program yang sedang dioperasikan. VM juga disesuaikan, yaitu VM/XA, yang mampu membangkitan sejumlah virtual machine berarsitektur S/370-XA, S/370 dan S/360.
Kali ini IBM tidak menghadirkan VSE khusus untuk S/370-XA, dan VSE yang ada saat itu (VSE/SP) tidak bisa jalan native di mesin S/370-XA. Mungkin untuk mencegah terjadinya boyongan pemakai MVS ke VSE.
Menjelang pertengahan dekade 80an VM mengalami perkembangan yang luar biasa. IBM menambahkan GCS, sistem operasi khusus seperti CMS yang memiliki kemampuan multitasking dan multiprogramming. Konon GCS adalah OS/VS1 yang dimodifikasi. VTAM, sebuah sistem operasi jaringan (NOS) SNA yang semula hanya jalan di MVS dan VSE, lantas bisa jalan pula di GCS. CMS juga dikembangkan. VSAM, sebuah filesystem paling canggih saat itu yang semula hanya tersedia di MVS dan VSE, lantas tersedia pula di CMS dan GCS dan bisa sharing bebas antar CMS antar virtual machine. Filesystem CMS yang tidak share pun berkembang menjadi shared filesystem (SFS). CMS juga diberi kemampuan multitasking meskipun tidak multiprogramming. Juga disediakan IUCV, sarana komunikasi antar program antar virtual machine (mirip socket pada TCP/IP). Dengan IUCV, kita bisa bikin program di CMS untuk mengakses fungsi-fungsi VTAM di GCS agar bisa online di seluruh jaringan SNA.
Berangsur CMS juga dilengkapi dengan sarana window (untuk menampilkan panel berlapis) dan command pipelining seperti Unix. CMS lantas tidak saja dihuni oleh orang-orang support dan admin VM. Para programmer VSE hampir 100% boyong ke CMS. CMS lantas menjadi development house terbaik, jauh lebih baik ketimbang ICCF yang disediakan VSE. Bagi lingkungan IT yang menjalankan MVS dengan VM pun rata-rata development team-nya boyong ke CMS untuk mendapatkan fasilitas lebih. Selain tersedia sarana HELP yang canggih (mirip ebook) dan langsung bisa mengexekusi command yang dipertanyakan tanpa keluar dari HELP window.
Revolusi VM ini memicu hadirnya vendor-vendor baru seperti Oracle, Focus, Goal System, Mincom dll. DBMS yang semula hanya ada di MVS, yaitu IMS (DBMS dari IBM), DB2 (RDBMS dan IBM) dan IDMS dan Datacom (DBMS dari CA), lantas lahirlah bayi DBMS baru untuk VM, antara lain Focus dan Oracle. IBM juga menghadirkan DB2 versi VM yaitu SQL/DS. CMS lantas tidak hanya menjadi development tools, tapi juga production seperti VSE dan MVS. Terlebih setelah IBM menghadirkan CICS versi CMS (dinamakan CICS/CMS) untuk development dan test dan versi GCS (dinamakan CICS/VM) untuk production, maka tercatat dalam berbagai media berita saat itu (sekitar tahun 1987) bahwa 46% pengguna MVS dan VSE di USA bermigrasi ke native VM. IBM merasa rugi karena VM lebih murah, maka CICS/CMS dan CICS/VM dihentikan. Tentu sebagian pengguna yang mulai fanatik VM maupun vendor yang mendukung VM kecewa berat.
Entah ada kaitannya dengan kekecewaan di atas atau tidak, namun kenyataannya di awal dekade 90an muncul berbagai slogan yang mencerca mahalnya MF dan ajakan downsizing yang dibarengi hadirnya konsep open system yang mengandalkan Unix yang sudah lama tenggelam menjadi platform sistem operasi dan TCP/IP warisan militer Amerika sebagai platform networking-nya, serta C/C++ sebagai platform bahasa pemersatu tingkat terbawah. Open system ternyata berhasil menggiring pasar dan opini publik untuk menempatkannya sebagai pilihan ideal. Pasalnya, (1) dengan TCP/IP yang menganut koneksi kausal sebagai networking platform, publik yakin beban komputer besar seperti MF bisa dipikul oleh puluhan hingga ribuan komputer kecil-kecil dalam jaringan TCP/IP. Terlebih dengan konsep baru client/server yang mampu menginspirasi para pakar software untuk menghadirkan berbagai aplikasi modern. (2) Meskipun Unix mampu melakukan multitasking dan multiprogramming seperti semua OS MF, bahkan command pipelining seperti CMS-nya VM, kinerja Unix sangat terbatas dan sangat tidak userfriendly, jauh dibanding MVS, VSE apalagi VM. Namun Unix memiliki kelebihan dibangun dengan bahan dasar utama C. Sehingga processor apa saja selama produsennya menyediakan C compiler bisa dibangun Unix untuk mengoperasikannya. Dengan demikian para produsen processor tidak perlu lagi pusing 7 keliling memikirkan dan membuatkan OS. Cukup membuat C compiler, beli Unix sourcecodes dan kompilasi sourcecode tsb dengan compiler bikinannya, pasti hadirlah Unix yang pas untuk processor-nya. Beberapa bagian yang bersifat khusus bisa langsung di-coded dalam binary dan disertakan selama kompilasi. Tidak perlu assembler. Kebijakan ini membawa angin segar bagi semua produsen processor. Sehingga mereka sama-sama kampanye downsizing dan mengunggulkan open system. IBM dengan MF-nya yang mendominasi dunia IT tentu merupakan target utama kampanye downsizing. Satu saja MF tumbang sudah merupakan lahan yg hebat. Bayangkan jika IT sebesar Citibank atau pemerintah US beralih dari MF ke komputer kecil-kecil, akan ada order jutaan komputer kecil.
Sementara sebagian besar produsen software yang sudah mapan adalah produsen software untuk MF. Tentu mereka berusaha sekuat tenaga mengumandangkan kampanye tandingan yang mengunggulkan MF. Sedangkan produsen software yang belum mapan yang notabene jauh lebih banyak ketimbang yang mapan, buru-buru alih haluan ke open system untuk mencari kesempatan.
Macintosh, produsen hardware dan software, berinisiatif maju beberapa langkah. Menyadari tidak userfriendly-nya Unix, Macintosh menambahkan fitur kosmetika pada Unix-nya dengan GUI yang kemudian dinamai Mac OS, sebuah OS berbasis Unix namun sangat dan paling userfriendly saat itu di planet bumi. Kejutan ini mandapat respon sangat positif di pasar USA.
Melihat berkah yang diterima Macintosh, Microsoft pun tidak mau kalah. Microsoft mulai berpikir keras bagaimana membuat OS berkosmetika GUI. Takut dituduh menjiplak Mac OS, maka Microsoft tidak ikut mengadopsi Unix, melainkan membikin OS sendiri yang berkosmetika GUI dinamakan Windows. Awalnya Windows tetap merupakan sistem operasi komputer pribadi yang tidak memerlukan networking. Yang lebih diutamakan memberi kemudahan bagi pemakai untuk melakukan keperluan komputasi pribadi. Harganya pun sangat murah dipaket bersama penjualan hardware komputer. Entah ini persekongkolan monopoli terselubung antara Microsoft dengan produsen komputer, atau pembajakan. Yang jelas, kala itu para pemakai dari negara-negara tertinggal yang kurang mengenal hukum dagang seperti Indonesia sepertinya dibiarkan membagi-bagikan Windows gratisan. Namun walhasil, Microsoft berhasil menjadi produsen software terbesar di dunia. Setelah dikenal lebih luas dari Mac OS di luar USA, Windows kemudian mengadopsi TCP/IP dan mulai merambat ke aplikasi IT ringan tanpa meninggalkan fungsi utamanya sebagai komputer pribadi.
Sebenarnya MF juga menyediakan C compiler sejak awal. Tentu saja Unix source code juga bisa dikompilasi menjadi Unix-nya MF. Tetapi IBM merasa akan banyak kehilangan esensi dan kelebihan arsitektur MF. Sehingga IBM tetap mempertahankan MF. TCP/IP segera diadopsi, pertama kali di VM, lantas MVS menyusul dan VSE yang terakhir. SNA juga dirombak total menuju koneksi kausal menjadi SNA/APPN yang diharapkan menandingi TCP/IP. Arsitektur keseluruhan hardware dirombak dari S/370 dan S/370-XA menjadi IBM Enterprise System Architecture/370 atau ESA/370 yang berorientasi enterprise yang mensaranai sebesar-besarnya aplikasi client/server dengan platform non-MF termasuk open system baik melalui SNA/APPN maupun TCP/IP. ESA/370 merupakan langkah persiapan menuju 64-bit addressing. Sebagian besar komponen hardware sudah 64-bit. Tetapi belum ditemukan teknik terbaik mengimplementasikannya ke tingkat aplikasi agar kompatibilitas aplikasi 31-bit dan 24-bit tetap terjamin. Sehingga implementasinya baru untuk menambahkan expanded storage, memori di atas address 2GB yang dikelola mirip virtual memory tetapi aksesnya terbatas pada tingkat frame (4KB). Sehingga pemanfaatannya baru untuk paging dan kinerjanya sangat signifikan dibanding paging ke disk.
ESA/370 benar-benar menggantikan S/370 dan S/370-XA. OS-nya pun menyesuaikan, yaitu MVS/ESA, VM/ESA dan VSE/ESA, yang berasal dari OS versi pendahulunya dengan menambahkan fitur untuk mengelola expanded storage.
Namun apa mau dikata, Dewi Fortuna kali ini berpihak pada open system. IBM MF yang sejak awal 60an telah mendominasi jagat IT berangsur terkikis oleh open system. Sejumlah instansi beralih ke PC-based distributed system. Hari demi hari MF makin terkikis dan makin tidak dikenal dalam percaturan IT. Dianggap sebagai dinosaur, binatang paling besar yang paling primitif. Hanya aplikasi IT yang mission-critical seperti bisnis finansial (terutama bank), pemerintahan dan reservasi penerbangan yang bertahan dengan MF. Karena mereka mengkaji secara serius bahwa belum ada platform selain MF yang benar-benar compliant untuk aplikasi mission-critical.
Namun di negara-negara tertinggal yang kurang mampu mengkaji IT saat itu (seperti Indonesia, Vietnam dan negara-negara Afrika tengah) banyak yang latah ikut downsizing meskipun aplikasinya mission-critical. Karena sewaktu masih menggunakan MF pun mereka belum tahu apa itu mission-critical. Bahkan online pun satu dua baru mencoba-coba memulai. Di Indonesia, BNI baru online 600 cabang. BCA sudah lebih banyak meskipun mulainya belakangan. Kebanyakan masih mengandalkan batch. Setiap orang bisa men-shutdown MF kapan pun tanpa meminta maaf. Sehingga mereka tidak merasa kehilangan apapun dengan beralih dari MF ke open system. Di Indonesia yang tidak ikut latah downsizing saat itu antara lain BCA, BII, Lippobank, BBD, BankDuta, BankExim, Bank Danamon, Bank Bali, GIA, KS, IPTN, PAL, Pertamina dan Indocement.
MF makin terkikis, tetapi IBM tetap gigih mengembangkannya. Pada pertengahan dekade 90an, IBM menghadirkan arsitektur IBM System/390 atau S/390 untuk memperbaiki sekaligus menggantikan ESA/370. Kali ini hampir semua komponen sudah 64-bit. Expanded storage benar-benar alokasi dinamik central storage. Sejumlah instruksi baru juga dihadirkan untuk mengexplorasi kelebihan 64-bit dari program 31-bit, seperti extended addressing. OS-nya juga menyesuaikan. MVS/ESA menjadi OS/390 dan VM/ESA menjadi VM/390. VSE tidak disesuaikan karena dianggap pesimis. VSE masih bisa dijalankan tapi dengan VM/390. Kelebihan OS/390 dan VM/390 dibanding versi ESA adalah kemampuannya dalam mengexplorasi kelebihan 64-bit dari program 31-bit.
Kelebihan paling signifikan tampak pada OS/390, yaitu sertifikasi bahwa OS/390 termasuk anggota open system. Kenyataannya, OS/390 merupakan hasil perkawinan antara MVS dan Unix. Melalui komponen Unix system services (USS), kita tidak sekedar melihat tampilan OS/390 seprimitif Unix, kita juga bisa melakukan programming benar-benar bergaya Unix.
Apesnya open system menghadirkan fatwa baru yaitu open source yang tidak mungkin diikuti oleh IBM. Sekali lagi perjuangan MF S/390 gagal dan terkikis oleh Linux dan keluarga GPL-nya. IBM pun untuk “menyelamatkan’ hardware MF, terpaksa ikut mengembangkan Linux menjadi Linux/390 dan melakukan spec-down MF yang dikhususkan untuk Linux.
Rupanya gigih juga perjuangan sang mantan dominator yang mulai kehilangan taringnya. Memasuki era millennium, IBM menghadirkan pengganti arsitektur S/390. Arsitektur MF yg baru ini dinamakan “z” (dengan huruf kecil) dan IBM menuliskannya agak kesulitan, “IBM z/Architecture” atau “IBM System z“. Tetapi tidak pernah ditulis S/z 🙂 OS-nya pun serta merta di-z-kan semua. OS/390 menjadi z/OS. VM/390 menjadi z/VM. Dan VSE yang semula sudah ditinggalkan dihadirkan kembali sebagai z/VSE. Kenapa penamaannya aneh? Kenapa dipilih z? Tidak ada penjelasan resmi. Ada yang bilang hoki IBM sudah beralih dari numerik ke aksara. Ada pula yang bilang dipilih z melambangkan jurus perjuangan terakhir sesuai posisi z pada abjad huruf latin. Namun kenyataannya memang IBM merubah semua numenklatur teknologinya ke aksara kecil.
MF z ini sepertinya merupakan finishing dari perjalanan menuju 64-bit tanpa meninggalkan 31-bit dan 24-bit yang diawali dari ESA/370 melalui berbagai penyempurnaan sepanjang S/390. Patut diacungi jempol, MF z ini trimodal computing yang mampu mengoperasikan aplikasi 64-bit, 31-bit dan 24-bit serempak. Program aplikasi 24-bit dari era S/360 dijamin jalan mulus di MF z berdampingan dengan aplikasi 64-bit tanpa harus mengkompilasi atau meng-assemble ulang. Demikian pula program aplikasi 31-bit.
Dengan berbasis 64-bit addressing, setiap address space MF z bisa mencapai 16,777,216 TB. Jika dioperasikan dengan z/VSE yang mampu membangkitkan 3 address space, maka total virtual memory menjadi 50,331,648 TB. Dengan z/OS yang mampu membangkitkan ribuan address space dan data space maupun hyper space, kita akan mendapatkan kapasitas memori yang tak terbatas. Demikian pula dengan z/VM yang mampu membangkitkan ribuan virtual machine dan masing-masing virtual machine bisa mengoperasikan z/VSE yang mampu membangkitkan 3 address space, dan/atau z/OS yang mampu membangkitkan jutaan address space, data space maupun hyper space, dan/atau z/Linux yang hanya satu address space, tentu kapasitas memorinya menjadi tak terhitung lagi.
Jurus pamungkas IBM dengan menghadirkan System z ini terbukti berhasil. Sejak tahun 2001 hingga hari ini revenue IBM di sektor MF z terus meningkat. Mereka yang bermain di wilayah mission-critical tidak lagi ragu mengembangkan apllikasi di z/OS setelah hampir satu dekade mempelajari teknologi yang beredar hari ke hari tidak menemukan contoh signifikan kemampuan open system (dan open source) di wilayah tersebut. Justeru sebaliknya, dengan z/OS mereka bisa mengembangkan aplikasi open system dalam satu atap dengan aplikasi mission-critical maupun legacy yang harus dipertahankan. Dengan wadah tunggal tentu konfigurasi menjadi sederhana memudahkan pengoperasian, administrasi dan perawatan. Terlebih mekanisme backup System z yg mission-critical compliant menambah rasa aman tersendiri.
Mereka yang di luar wilayah mission-critical pun banyak yang tergiur beralih ke MF z. Terutama mereka yang bermain dengan banyak server kecil berbasis Linux`seperti internet dan hosting provider. Mengelola 10 hingga 20 server mungkin tidak masalah. Tapi mengelola 50 server atau lebih, bahkan ratusan mungkin lain cerita. Menggabungkan konten semua atau sejumlah server kecil ke satu server yang lebih besar bukan hal yang mudah. Selain teknisnya kadang memang sulit, ada pula yang memang tidak mungkin disatukan. Apalagi hosting provider yang mana konten setiap servernya dikelola sendiri oleh para nasabah.
Sementara, System z dengan z/VM menawarkan kesederhanaan luar biasa dalam beternak server kecil. z/VM menyediakan ribuan bahkan puluhan ribu virtual server untuk Linux maupun OS MF. Jika kita punya 50 atau lebih server Linux dalam satu atau lebih ruangan dengan kabel sedemikian semrawut, maka sudah waktunya untuk menyederhanakannya ke satu server yang berukuran besar. Sejauh ini baru ada 2 pilihan. Jika server besar yang kita bilih berbasis Intel, maka sarana yang harus kita gunakan adalah VMware dengan OS yang mendukungnya. Jika server besar yang kita bilih MF z, berarti kita memilih z/VM. Tentu ada plus minusnya, namun intinya sama, me-rehost setiap server yang kita targetkan ke virtual server. Virtual server tidak memerlukan ruangan, kabel maupun listrik. Ribuan virtual server menyelinap tak berujud dalam virtual machine. Koneksinya satu sama lain (jika ada) juga menggunakan virtual line yang tidak memerlukan hardware apapun tetapi jauh lebih cepat karena sebenarnya melalui memori. Sehingga kita mendapatkan nilai lebih dari sekedar menyederhanakan ujud dan kesemrawutan.
Tapi ini semua berkat kelambanan pihak open system dan open source dalam mengejar kekurangannya memenuhi kebutuhan dukungan terhadap aplikasi mission-critical yang sebenarnya menjadi tolok ukur aplikasi IT. Ibarat kendaraan, aplikasi mission-critical adalah medan offroad yang memerlukan ketangguhan kendaraan untuk melintasinya. Dalam hal ini MF dapat diibaratkan seperti Toyota Land Cruiser, Jeep atau Land Rover, sudah kadung tercitra legendaris melalui ribuan bukti yang tidak mungkin tersingkir begitu saja oleh Mitsubishi Pajero melalui pentas Paris-Dakkar. Demikian pula MF… para penghuni medan mission-critical seperti perbankan dan pemerintahan sudah merasa terpenuhi kebutuhannya oleh MF selama puluhan tahun. Mereka cenderung tidak berani mencoba-coba karena resikonya tidak sebanding dengan manfaatnya.

Melihat dan menimbang itu semua, saya secara pribadi semakin mantap memilih platform MF untuk mewujudkan cita-cita lama (sejak masih kuliah di Dept Statistika Komputasi IPB) untuk mendirikan sebuah industri software di Tanah Air. Dan alhamdulillah sudah saya wujudkan sejak tahun 2004 dan produk perdananya adalah automation tools. Detilnya dapat anda baca di https://www.z-mainframe.com.

Topik-topik terkait

 

 

 

wpuser
dewi.sekarsari@yahoo.com
No Comments

Post A Comment