Jangan-jangan Crop Circle Sleman Menjawab Sejumlah Mitos di Jawa

25 Jan 2011 Jangan-jangan Crop Circle Sleman Menjawab Sejumlah Mitos di Jawa

Pada hari Minggu 23 Januari 2011, kawasan persawahan di Kecamatan Berbah, Sleman, Yogyakarta tiba-tiba menghebohkan dunia. Pasalnya, tiba-tiba di pagi hari penduduk setempat menyaksikan sebuah “crop circle” berdiameter sekitar 70an meter di tengah persawahan tersebut tanpa mengetahui kapan dibangunnya dan siapa yang membangunnya. Bisa jadi si pemilik sawah awalnya geram karena tanaman padinya dirusak. Berbagai pihak menafsirkannya itu perbuatan makluk dari luar bumi. Sementara ada pihak lain yang menganggapnya ulah manusia yang mau cari sensasi. Mana yang benar tentu tidak ada yang pasti.

Kehebohan belum reda, segera disusul kehadiran crop circle kedua di Piyungan yang tidak jauh dari lokasi crop circle yang pertama. Beberapa hari kemudian disusul kemuculan di Magelang, Kendal dan sebagainya. Namun demikian, yang paling heboh tentu yang pertama. Dari ujudnya pun paling luas dan paling sempurna dibandingkan semua penyusulnya.

Manusia pasti sangat mampu membangun crop circle gituan, bahkan yang lebih bagus dan lebih besar. Namun yang perlu dicatat bahwa penduduk setempat kaget dengan kehadirannya yang tiba-tiba. Artinya, crop circle itu muncul tiba-tiba, tidak diketahui kapan dibangun dan siapa yang melakukannya. Jadi, crop circle itu pasti dibuat paling lama dalam semalam. Itupun tidak dari sore, karena sangat memungkinkan penduduk sekitar yang belum tidur akan menyaksikannya. Mengingat membangun crop circle bukan pekerjaan mudah, pasti pelakunya luarbiasa hebatnya. Apalagi jika tanpa penerangan. Maka tidak aneh jika banyak yang menduga bukan makluk bumi. Bisa jadi juru taman dari Mars atau Yupiter datang kesini mau mendenonstrasikan kebolehannya.

Buru-buru Menyimpulkan, Mungkin Ingin Legitimasi

Sangat disayangkan pejabat Lapan dan sejumlah kalangan seperti kita-kita ini banyak yang keburu menyimpulkan bahwa crop circle itu bikinan manusia. Embuh apa maksudnya, sepertinya ingin dianggap berpikir modern, anti tahayul atau sekedar mencari legitimasi. Lebih-lebih ilmuwan yang mengatakan crop circle itu dampak turbulensi. Pinter ya pinter… tapi mbok ya nggak usah ngasih “soal” yang sulit dicerna orang awam. Kalo angin mumet dan meninggalkan bekas brantakan melingkar mungkin bisa dipahami pikiran awam. Tapi kalo bekasnya rapih serba simetris dan kontras antara tanaman yang terbabat lenyap dan yang tersisa masih tegak, mungkin hanya ilmuwan yang sangat cerdas saja yang bisa memahami itu jejak angin lesus maupun turbulensi. Orang awam akan sulit menerima meskipun dijelaskan bahwa anginnya membawa arit dan mesin pembabat rumput. Ini bukan memaksakan pendapat bahwa itu jejak makluk asing, tetapi keburu membuat kesimpulan (baik bikinan manusia maupun aliens) dalam hal seperti ini kayaknya kurang tepat.

Ada beberapa alasan kenapa sebaiknya jangan keburu napsu membuat kesimpulan. Pertama tidak ada yang mentargetkan harus segera membuat kesimpulan. Keadaan aman-aman saja kok, nggak ada yang kritis. Mungkin yang perlu didahulukan adalah menyantuni pemilik lahan yang merasa dirugikan karena tanamannya dirusak. Itupun tidak semua. Crop circle yang pertama ditemukan di Berbah, Sleman banyak mendatangkan rejeki karena dikunjungi ratusan orang dari mana-mana. Bisa jadi pemilik atau penggarap lahan kecipratan rejeki tersebut itung-itung ganti rugi.

Kedua, kejadiam semacam ini sangat jarang, bahkan mungkin ini yang pertama kali di negeri ini. Jika diselidiki lebih cermat, bisa jadi akan ada manfaatnya bagi dunia seni dan iptek. Terlebih jika ada hal misterius yang bisa diungkap, mungkin ada manfaat lain yang lebih berharga. Hal yang belum pasti tidak berarti pasti tidak ada. Ikuti saja hati nurani kita, jangan mengingkarinya. Karena hati nurani kita banyak memberitahu aneka hal pada kita. Yang penting jangan lepas dari keimanan.

Ketiga, beberapa dari kita baru mendengar atau melihat kejadian semacam ini seumur hidup. Mungkin termasuk mereka yang sudah membuat kesimpulan. Artinya, tidak ada empiris untuk dijadikan referensi. Mungkin akan lebih baik ada pihak yang mencoba menggelar semacam sayembara membuat crop circle serupa di lahan serupa. Bila perlu waktunya pun dimulai malam hari. Janjikan hadiah yang menarik. Misalnya, bagi yang mampu menyelesaikan semalam atau kurang dengan tingkat kerapihan yang sama dengan yang di Berbah, dapat hadiah Rp 100juta. Yang lebih dari semalam tapi tidak lebih dari 2 x 24jam dapat Rp 50juta. Yang lebih dari 48jam tapi tidak lebih dari 72jam dapat Rp 20juta, dan seterusnya. Dari sana kita akan memiliki rujukan untuk membuat kesimpulan, agar tidak “omdo”.

Mitos Karya Hebat dalam Semalam

Terlepas makluk bumi ata bukan, di Jawa juga banyak mitos seputar pekerjaan hebat dalam semalam. Antara lain mitos Candi Sewu. Konon dibangun oleh sang Joko Bandung, alias Bayu Bandung Bondowoso dalam satu malam untuk memenuhi persyaratan pinangan yang diajukan oleh sang jelita Roro Jonggrang. Namun karena pada dasarnya Roro Jonggrang sedang mencari akal untuk menolak pinangan Sang Bandung, dicarinya akal agar kerjaan tidak selesai. Dia bikin gerakan bawah tanah untuk nyetel penduduk setempat agar menabuh lesung jam 2 pagi. Ternyata benar.. jam 2 pagi kawasan sekitar pembangunan candi mendadak rame karena penduduk mulai nutu lesung, sehingga berkokoklah semua ayam jantan.

Naah… itulah koncinya. Dulu belum ada alarm. Ayam jantan berkokok merupakan alarm alam yang menandakan sudah “bangun raino” (baca: menjelang fajar). Sang Joko Bandung terpaksa harus menghentikan proyeknya karena kontraknya hanya sampai menjelang fajar. Roro Jonggrang pun datang menemuinya untuk memeriksa apakah proyek sudah selesai. Dalam TOR dinyatakan bahwa yang harus dibangun adalah candi dengan 1000 patung. Setelah dihitung ternyata baru 999 patung, kurang satu. Joko Bandung memohon agar di-ACC, mengingat cuman kurang sepermil. Roro Jonggrang bersikukuh menolaknya. Akhhirnya habislah kesabaran sang Joko Bandung, dan … tiba-tiba menggelegar suara dari mulutnya yang mengatakan “Yen sira puguh marga recane kurang siji, ya sira iku genepe sewu”. (Baca: Kalo tetep ngeyel menolak gara-gara patung kurang satu, maka kamulah yang menjadi yang ke seribu).

Dongeng Candi Sewu hanya mitos. Nggak mungkin manusia mampu membangun candi dengan 1000 patung hanya dalam semalam. Dalam agama dikatakan bahwa manusia adalah makluk yang paling pintar. Oleh karenanya malaikat dan setan harus bersujud kepada manusia. Kalo manusia saja nggak mungkin membangun candi plus 100 patung dalam semalam. Lebih mustahil lagi setan atau malaikat. Lantas siapa yang melakukan itu? Jangan-jangan hanya dongeng untuk menidurkan anak-anak kecil. Nah.. hadirnya crop circle di Yogya, setidaknya memberi jalan bagi siapa saja yang tertarik ingin menguak mitos-mitos semacam Candi Sewu itu.

wpuser
dewi.sekarsari@yahoo.com
No Comments

Post A Comment