GX80 – Land Cruiser Commando Seri 80

23 Jun 2016 GX80 – Land Cruiser Commando Seri 80

Land Cruiser HZJ80R

Land Cruiser HZJ80R

Tahukah anda apa itu Land Cruiser Commando dan apa itu VX?   Jika anda pemerhati otomotif tentu segera maklum bahwa yang dimaksud VX adalah Toyota Land Cruiser seri 80, 100 maupun 200.    Bahkan di negeri ini, VX merupakan sinonim Toyota Land Cruiser generasi 1989 ke atas.    Meskipun sebenarnya VX hanyalah salah satu pilihan trim Toyota Land Cruiser (TLC) seri 80, 100 maupun 200.

Namun giliran menyebut Commando, mungkin yang terbayang adalah Kijang Komando.

Dalam dunia TLC, khususnya kelas full size comfort tahun 1990 ke atas, yaitu seri 80, 100 dan 200, secara umum ada 2 kelompok subclass, yaitu kelompok VX dan GX.    Meskipun sebenarnya masih ada kelompok minoritas untuk edisi khusus seperti Sahara dan Cygnus.    Seri 70 tidak termasuk kelas comfort, meski sesama fullsize.

Kelompok VX lebih mengutamakan kemewahan interior karena peruntukannya lebih ke arah rekreasi.   Sehingga konsentrasinya lebih kepada tenaga yang lebih besar untuk lari cepat dan ditawarkan opsi transmisi otomatis (VX-R).    Untuk yang bermesin diesel, selalu ditambahkan turbocharger guna mendongkrak tenaganya.   Konfigurasi kabinnya umumnya wagon dengan 3 baris tempat duduk menghadap ke depan.     Drivetrain tetap 4×4, karena TLC tidak menawarkan 4×2.    Namun tidak dilengkapi dengan limited slip (LS) maupun differential lock (difflock), kecuali subvarian VX limited yang full spec.     Yang termasuk kelompok VX diesel misalnya HDJ80, HDJ100 dan VDJ200.    Sedangkan yang bensin adalah FZJ80, FZJ100, UZJ100 dan semua seri 200 bensin.

Sedangkan kelompok GX lebih mengutamakan kemampuan offroad.    GX adalah kelompok heavy duty TLC yang diperuntukkan bagi pengguna TLC seri 70 yang menginginkan kenyamanan suspensi seri 80, 100 atau 200.     Sehingga kaki-kakinya, selain dilengkapi dengan LS atau difflock, juga dibuat sekuat kaki seri 70, yaitu as roda belakang selalu full-floated.

Untuk seri 80 (tahun 1990-1998), kelompok GX benar-benar fokus pada daya tahan.    Sehingga dipilih mesin yang benar-benar konvensional, tidak banyak fitur teknologi yang memberi peluang kegagalan ketika sudah lelah beroperasi.    Untuk yang diesel dipilih benar-benar sama dengan mesin seri 70 di kurun itu, yaitu mesin yang tanpa turbo (1HZ), karena turbo dianggap sebagai critical point.    Karena tanpa turbo dan kadung “latah” dengan VX, maka GX disini sering disebut “VX Standard”.      Padahal VX Standard yang sebenarnya adalah VX yang bukan VX-R dan bukan VX Limited (fullspec).     GX pun ada “GX Standard” dan ada “GX Limited”.     GX juga ada yang bermesin bensin untuk negara-negara yang masih membatasi diesel.    Dipilihnya motor 3F yang minimum electronic control, meski daya tahannya tidak akan pernah menyamai diesel.

Sedangkan seri 100 (tahun 1999-2007), kelompok GX dibedakan dengan kode 105.    Hal ini karena seri 100 sudah menggunakan independent front suspension (IFS), dimana ketika itu Toyota belum menemukan teknologi IFS yang dianggap mumpuni untuk offroad kelas berat.    Sehingga untuk GX dibuatkan khusus seri 100 yang as depannya tetap rigid seperti seri 80, dan diberi kode 105.     Untuk yang diesel tetap dipilih 1HZ.    Sedangkan yang bensin dipilih 1FZ.

Di seri 200, GX tidak lagi mengandalkan rigid axle untuk as roda depan.      Kali ini Toyota sudah menerapkan teknologi IFS khusus yang tidak kalah kuat dengan rigid.     Mesin yang ditanamkan untuk GX hanya diesel dan sudah tidak dibedakan dengan seri non GX.    Transmisinya pun otomatik, karena torsi yang dihasilkan terlalu besar yang tidak memungkinkan plat kopling (clutch) mampu bertahan terhadap gentakannya.

 

GX80 – HZJ80R

Land Cruiser HZJ80R

Land Cruiser HZJ80R

Di negeri kita, populasi GX seri 80 (GX80) sangat terbatas.    Untuk membedakannya dari VX seri 80 (VX80) secara ujud adalah buritannya dengan pintu kupu-kupu.     Foto sebelah adalah contoh ujud GX80 versi limited.   Meskipun ditempel emblem VX-R di pintu belakang dan di strip pintu, itu hanyalah sticker yang bisa dibeli dan ditempel sesuka hati.   Dia tetaplah GX.   Mirip dengan sticker bertuliskan ‘Jeep’ ditempel di mobil Daihatsu atau Suzuki.    Dia tetap Daihatsu atau Suzuki, bukan Jeep.

Hampir seluruh GX80 yang ada di negeri kita adalah HZJ80R.    HZ merupakan kode motor 1HZ, diesel 6 silinder segaris (I6) tanpa turbo dengan sistem injeksi tak langsung (indirect injection).    Tenaga atau kinerja mesin 1HZ generasi awal nyaris sama dengan mesin bensin 2F andalan TLC seri 40, 55 dan 60, yaitu dengan daya kuda maximum 135PS di 4000 RPM dengan torsi maximum 271 Nm di 2000 RPM.    Kapasitasnya pun nyaris sama dengan 2F, yaitu 4.2L.   Sehingga, jika mesin 1HZ ini dipasang pada TLC hardtop (seri 40) dengan transmisi yang sama, maka kita nyaris tidak akan merasakan perbedaan kinerjanya.    Bahkan halusnya suara juga mirip.    Barangkali hanya getaran diesel yang lebih terasa meski tergolong sangat halus.     Yang berbeda hanya jenis BBMnya, solar dan konsumsinya, 8-9 km/L, yang 2 kali lebih irit ketimbang 2F.

Motor 1HZ generasi berikutnya (kemungkinan sejak 1996) ada sedikit peningkatan torsi menjadi 285 Nm (atau 210 lb-ft) di 2200 RPM.    Ada peningkatan 14 Nm hanya dengan sedikit menambah injakan pedal gas.    Tentu menjadi lebih kuat dari 2F, terutama untuk take-off dan melawan tanjakan terjal.    Namun daya pacunya pada kecepatan tinggi tetap sama.

Kenapa tidak memilih 1HD-T yang lebih kuat?     Padahal motor 1HD-T adalah motor turbo-diesel 4.2L direct injection yang menawarkan daya kuda maximum 168PS di 4000 RPM dengan torsi maximum 380 Nm di 2000 RPM.    Namun perlu diingat bahwa GX dicanangkan untuk medan berat, sebagai alternatif seri 70 bagi yang menginginkan kenyamanan lebih.    Di medan berat, tentu teknologi yang dipilih sesederhana mungkin untuk mendapatkan daya tahan maximum.     Oleh karena itu, turbocharger sebisa mungkin dihindari, kecuali tenaganya dianggap belum cukup.    Motor 1HZ dianggap sudah cukup, bahkan generasi kedua torsinya sudah melebihi motor 2F.     Maka tidak heran 1HZ menjadi motor andalan TLC seri 70 sejak 1990 hingga sekarang (2016).

Penyederhanaan juga termasuk penerapan transmisi manual dan pengurangan piranti elektrik dan elektronik.    Maka tak heran GX80 dan hampir seluruh varian TLC seri 70 tidak dilengkapi power window, central lock doors dan beberapa piranti optional lain, kecuali yang berlabel ‘limited‘.     Kenapa demikian?     Bisa anda bayangkan, misal sedang di kebun atau hutan, parkir sambil diskusi di kabin, tentu jendela dibuka.     Terlebih ada yang merokok.     Tiba-tiba hujan dan apesnya, ternyata motor power window macet.     Apa yang harus dilakukan?   Bukan berarti jendela manual tidak bisa macet.    Namun pasti kita akui bahwa jendela manual jauh lebih awet.

 

Saya memilih HZJ80

Bagi saya, TLC adalah barang mahal.    Karena mahalnya, maka yang kebeli hanya yang tua-tua saja.    Lagi pula penggunaannya juga campur-campur.     Adakalanya untuk ke mall atau kondangan.   Namun juga ke kebun dan bahkan untuk mengangkut peralatan atau bahan baku.    Maka yang saya pilih jenis-jenis yang memiliki ketahanan lebih, meski saya tahu semua TLC memiliki ketahanan rata-rata melebihi SUV lainnya.    Dulu saya pilih J56 bermesin 14B yang terkenal paling bandel.    Memang terbukti motor 14B luar biasa.    Selama 13 tahun hanya pernah mogolk 2 kali dan dua-duanya disebabkan oleh solar mampet.   Cukup dengan kuras tanki dan bersihkan saluran, langsung jreng.    Maklum, biosolar memang sangat tidak layak.

Si Commando sudah dijual dan saya pikir pengen cari 4×4 kecil yang baru.    Saat itu kepikir Renault Duster 4×4.   Toh masih ada Jeep CJ7 kalo sesekali pengen yang kelas berat.    Tapi entah kenapa pikiran kembali berubah ke TLC.   Rindu kenyamanan dan ketahanannya.    Akhirnya anggaran untuk Duster saya belokkan ke TLC.    Berarti TLC J80 atau J100.     J100 kurang tepat karena rata-rata full electrical control dan IFS.    Perawatannya mahal.    Sementara andaikan ada J105 pun, saya pikir terlalu lebar bodinya.

Akhirnya yang saya evaluasi hanya J80, yaitu antara VX (HDJ80) dan GX (HZJ80).    VX menang di tenaga dan torsi dan kemewahan interior.   GX menang di kaki, as full floating pasti lebih kuat dan sudah dilengkapi LSD atau difflock.    Perawatan pasti lebih murah karena tanpa turbo dan less electrical stuffs.   Akhirnya saya pilih GX.    Lagipula saya suka buritannya, masih model commando yang jauh lebih praktis.    Dan itu pun saya pilih yang versi LSD karena perawatanya pasti lebih sederhana dibanding electrical difflock.   Toh saya tidak akan pakai untuk extreme offroad.     Untuk melawan licinnya kebun becek, difflock sudah sangat cukup.     Keterjalan yang dulu bisa saya kalahkan dengan J56, pasti bisa saya kalahkan pula dengan HZJ80.    Di tol, HZJ80 tidak kalah dengan mobil-mobil baru, meski saya tetap menyukai nyetir di bawah 100 kpj.

Alhamdulillah, akhirnya saya berhasil mendapatkan GX HZJ80 tahun 1997 yang masih tergolong sangat normal.  Semua fungsi 4WD masih sangat normal, termasuk LSDnya.    Bodi tergolong sangat mulus dan belum cat ulang.   Mesinnya, 1HZ masih sangat halus dan normal.     Semua electrical stuffs, termasuk semua lampu, semua indikator, semua wiper, AC juga masih normal.   Mujurnya lagi, sudah di-upgrade dengan power window, central doors lock, alarm dan kamera mundur.     Sayangnya, pemilik sebelumnya agak “norak”.     Di bodinya ditempel sticker “turbo” dan emblem “VX-R”.     Strip bodi (door bumper) juga diganti dengan punya VX-R.    Beberapa emblem VX-R sudah saya lepas.   Tapi sticker “turbo” nya sangat sulit dilepas, takut bikin cacat bodi.

Sedimenter

Sedimenter

Beberapa PR sudah saya bereskan, seperti ganti ban, pasang fuel sedimenter untuk mengamankan joroknya biosolar, dan ganti timing belt.     Nah… timing belt inilah kalahnya 1HZ dibanding 14B.     PR tiap 100,000 KM yang tidak boleh dilupakan.

PR yang masih belum terselesaikan adalah velg.     Velg roda cadangan tidak sama meski ukurannya sama.    Sehingga ban cadangan tidak dirotasikan, karena akan merusak pemandangan.      Velg yang terpasang adalah milik Nissan Patrol Y61.    Sedang mencari velg orisinil TLC J80 yang seragam 5 biji yang mau tukar tambah.    Kalau ada bahkan saya lebih suka yang besi (milik GX80).   Bahkan kalau ada 6 biji, karena saya bawa 2 roda cadangan.     Maklum, banyak pengalaman pahit dengan roda cadangan di “medan tempur”.      Memang TLC long wheel base adalah fullsize SUV berbobot terberat di kelasnya.    Selain karena mesinnya selalu besar, terutama karena plat bodinya tebal.    Tidak ada TLC digetok bunyi preng-preng meski masih cat pabrikan (belum ada dempul).   Tak heran jika yang kalah ban.

Barang lain yang sedang saya cari adalah aksessori OEM, terutama tanduk OEM TLC J80 dan spare wheel carrier OEM yang body mounted.    Sehingga bener-bener menjadi versi “GX Limited” atau GXL.

Karena ini barang masih orisinil semua dan semuanya masih normal, maka saya tidak berencana untuk merekayasa komponen dasarnya.   Bahkan aksesori dasar seperti velg, tanduk dan gantungan ban serep pun, akan saya orisinilkan bila memungkinkan.    Namun demikian, untuk menjalankan fungsinya, beberapa pengembangan insha Allah akan saya lakukan.    Aksesori yang non-OEM, terutama gantungan ban, juga akan saya rekayasa ulang supaya lebih tangguh, sebelum mendapatkan orisinilnya.

 

Penampilan dengan tanduk aslinya

OEM bullbar

OEM bullbar

Dengan menyandang tanduk aslinya weton Toyota, GX80 tampak lebih pas. Namun tanduk ini tidak sekekar tanduk kastem di atas. Memang tanduk asli ini hanyalah kosmetik, bukan benar-benar untuk melindungi wajah mobil dari benturan.

Namun demikian, secara teknis bumper maupun aksesorinya tidak diharapkan memiliki kekuatan yang berlebihan.    Karena jika terjadi benturan, bumper yang tidak lagi berfungsi meredam.   Sehingga memungkinkan rangka sasis yang kena dampaknya.

 

OEM bullbar tampak samping

OEM bullbar tampak samping

 

OEM bullbar perspektif

OEM bullbar perspektif

 

Buritan GX80

Buritan GX80

Interior GX80

mm
Deru Sudibyo
deru.sudibyo@gmail.com
16 Comments
  • Rudy Kei
    Posted at 21:32h, 18 July Reply

    bukan sekedar blog, setiap baca artikel disini saya merasakan seperti nonton film sang petualang sejati dengan kendaraan tangguhnya… salut om deru! kendaraan saya baru trooper dengan kelebihan dan kekurangan2nya.. Salam 4×4.

    • mm
      Deru Sudibyo
      Posted at 02:21h, 19 July Reply

      Ah rasanya tidak seberlebihan itu bro. Saya memang menyukai kendaraan yang tangguh. Tapi tidak tangguhpun saya bikin tangguh jika saya suka. Contohnya Jeep CJ-7, meski sebenarnya tidak setangguh Toyota Land Cruiser maupun Nissan Patrol, tapi karena saya suka wujudnya, maka Jeep saya bikin tak kalah tangguh. Andaikan saya punya dan suka Trooper, tentu akan saya rekayasa setangguh mungkin.

      Salam 4×4

  • Yacob
    Posted at 13:30h, 26 May Reply

    Salam kenal om Deru, postingannya bikin jatuh cinta sama TLC..

    • mm
      Deru Sudibyo
      Posted at 22:57h, 26 May Reply

      Salam kenal juga om Yacob

  • Rudy Bangkinas
    Posted at 21:19h, 28 June Reply

    Mas Deru terimakasih atas penjelasannya karena saya sangat awam dengan TLC GXL. …Saya hanya senang lihat tampilan nya yang GAGAH dan saya baru mengerti setelah membaca pejelasan diatas, hanya punya saya Ban Serepnya dibawah…dan secara pelan pelan mulai dirapikan. Sekali lagi terimakasih ya Mas Deru.

    • mm
      Deru Sudibyo
      Posted at 02:08h, 29 June Reply

      Sama-sama mas Rudy. Selamat merapikan tungganan gagahnya 🙂

  • afif
    Posted at 23:25h, 15 July Reply

    MANTAP TLCNYA om

  • adi sampurno
    Posted at 22:27h, 23 August Reply

    Wah, mantap om mobilnya, saya kebetulan pny jeep j20, rencana juga mau diganti mesinnya. Gak kuat saya sama konsumsinya 🙁
    Rencana pilihan mesinnya adl diesel, yaitu isuzu 4jj1t (dmax) , cummins 4bt (cj7 diesel vers amerika), nissan td42 (nissan patrol) , mitsu 4m40 t (mitsu pajero / l200) . Alasan saya gak ambil mesin diesel toyota dikarenakan harga mesinnya sekarang sangat mahal. seri mesin diesel dyna (13bt, 14bt, 15bt) sekarang udah lebih 25jt, apalagi mesin 1hdt / 1hz, udah seharga mobil bekas.

    Kira-kira, selain mesin yg saya pilih, apakah ada rekomendasi mesin lain tapi dengan harga yg cukup murah ( < 30jt )

    • mm
      Deru Sudibyo
      Posted at 01:14h, 01 September Reply

      Siip … pengen denger hasilnya. Sebaiknya sih jangan Cummins 4BT, gede tongkrongannya tapi gak ada tenaganya.

  • adi sampurno
    Posted at 15:09h, 08 September Reply

    Memang benar, di beberapa forum di sebutkan, mesin Cummins 4BT, underpower, tapi di indo, mesin ini cukup banyak digunakan sebagai genset / sebagai pemutar semen. Jadi saya kira, ketersedian spare part cukup banyak & pemasangan ke girboks jeep j20 tidak begitu susah, mengingat gearboks j20 mirip dgn bawaan cj7

    Pilihan lain, ada juga Cummins 6BT, 6 silinder, cuman yg saya pikirkan, mesin ini cukup besar, malah lebih besar & lebih berat dibanding mesin bawaan jeep j20. Yang mana mesin j20 juga sama dengan mesin bensin 6 silinder cj7. Setau saya, Cummin 6BT, biasa dipakai sebagai mesin kapal / kereta

    • mm
      Deru Sudibyo
      Posted at 06:01h, 09 September Reply

      Kalo sudah mantap dengan 4BT atau 6BT ya monggo. Memang swap dari underpower ke underpower nggak terlalu terasa. Terlebih tertolong oleh reduksi rasio transmisi dan FG J20.

      Tapi jika karena alasan ketersediaan onderdil, solusinya belanja online di ebay tidak sulit. Nissan TD42 kayaknya lebih pas. Gedenya sama dg mesin aslinya. Power dan torsi jelas naik.

  • Agam
    Posted at 00:18h, 22 February Reply

    Masyaallah artikel nya keren full informasi walaupun harus scroll ulang singkatan & bahasa mekaniknya. 👍👍👍👍👍

  • Yanatra
    Posted at 21:01h, 03 April Reply

    Terima kasih Om Deru, atas penjelasannya, sy punya Taft F50, sayang kmrn pas turun mesin , tidak saya pasang boring orisinil, Krn harga, pistonnya orisil, apakah ada pengaruh nya

    • mm
      Deru Sudibyo
      Posted at 21:57h, 04 April Reply

      Asal kualitas logamnya dan seseknya pas dipasang setara ori, saya kira nggak masalah. Ori juga tetep harus dibubut untuk finishing.

  • alien
    Posted at 07:37h, 09 December Reply

    om deru , pasang fuel sedimenter dimana yah ?

    • mm
      Deru Sudibyo
      Posted at 05:06h, 16 December Reply

      Maaf telat jawab. Pasang sendiri saja, gak sulit kok. Tapi sebaiknya nanti dulu sabar … Ternyata injection pump-nya terganggu tuh, karena ada beban tambahan. Harus dipasang kompresor tambahan. Saya sudah pasang facet posi-flow 6psi, belum sempat saya tulis.

Post A Reply to Yacob Cancel Reply