08 Aug 2014 Agromatika – Sebuah Revolusi Agro-Ekonomi Nusantara

Tulisan ini merupakan ulasan dari posting Agromatika – Jembatan Menuju Nusantara Hari Esok, disesuaikan dengan kondisi pasca Pilpres 2014. Kebetulan pasangan presiden terpilih, Ir.H. Joko Widodo – Drs.H. Jusuf Kalla, mengumandangkan slogan REVOLUSI MENTAL. Persepsi saya, revolusi mental adalah perubahan menyeluruh mental bangsa dalam upaya mencapai tujuan utama kita bernegara, yaitu mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Nusantara dengan tetap berpijak pada ideologi dan konstiitusi kita, yaitu Pancasila dan UUD 1945. Membangun budi pekerti luhur melalui pendidikan memang sebuah keharusan, Namun bukan sebuah revolusi, karena hasilnya baru nampak 2 dekade mendatang. Yang revolusi hanya perubahan kurikulum dan pembekalan kepada para pendidik.

Revolusi adalah gerakan perubahan cepat dan diharapkan memperoleh hasilnya juga cepat. Oleh karena itu, sasaran yang paling utama adalah birokrasi dan sistem perekonomian. Kebetulan hari ini era IT, maka revolusi mental birokrasi akan jauh lebih mudah, yaitu dengan e-Gov. Dengan membangun e-Gov yang terpadu, diharapkan selain meringkas proses birokrasi juga menjamin transparansi. Karena sebagian keputusan yang bersifat teknis ditangani oleh e-Gov tanpa campur tangan birokrat. Sehingga tidak ada lagi peluang penyalahgunaan kewenangan.

Sedangkan revolusi mental sistem perekonomian, sesuai dengan kondisi bumi Nusantara kita ini, harus mengutamakan sektor agro-maritim. Maka tidak ada salahnya saya ulas lagi konsep Agromatika, apakah ada kesesuaian dengan gerakan revolusi mental yang dimaksudkan dalam slogan presiden terpilih 2014.

Nusantara adalah negara agro-maritim. Mestinya agro-maritim menjadi tulang punggung perekonomian kita. Namun kenyataannya tidak demikian. Malah cilakanya, kita masih impor komoditas agro seperti daging, kedelai dan kadang bawang, beras dll. Kenapa demikian?

Tidak ada info jelas harus memproduksi apa dengan kuota seberapa

Petani dan peternak kita rata-rata tidak memiliki rencana. Yang mereka lakukan hanya ikut-ikutan. Ada orang menanam cabe, jika ada modal ikut menanam cabe. Kalau tidak ada modal ya kembali ke default, padi. Akibatnya, satu komoditas surplus berlebihan sampai menjadi sampah tidak ada harganya. Di saat yang sama, komoditas lain langka dan harus impor. Kultur seperti ini berjalan sejak ratusan tahun silam. Tentu situasi seperti ini sangat merugikan.

Sebenarnya mereka mau berubah. Ada beberapa yang punya modal mencoba komoditas lain seperti mangga, belut, sengon laut dan sebagainya. Tapi tidak ada jaminan sukses. Karena yang mereka lakukan hanya menebak-nebak. Tidak pernah ada informasi yang jelas seberapa kuota mangga, belut dan sengon yang terserap setiap tahunnya. Bahkan banyak yang kecele akibat informasi “tutur tinular” yang tidak akurat. Ribuan petani merobah sawahnya menjadi kebun nilam, lidah buaya, pace maupun murbei (ulat sutera). Giliran panen tidak ada yang beli. Tiap hari ada saja pihak yang rugi karena produknya tidak laku. Namun di saat yang sama impor komoditas yang sebenarnya bisa diproduksi local jalan terus.

Sepertinya, iklim ekonomi konsumtif ini sudah menjadi kelaziman bagi kita. Karena di balik situasi yang menyedihkan ini, tentu ada pihak-pihak yang diuntungkan. Inilah kenyataan mental ekonomi rakyat kita. Dan inilah yang harus direvolusi. Bagaimana merevolusinya?

Gerakan membangun forum dan kordinasi Agro-Ekonomi

Andai seluruh konsumen dan produsen diajak duduk bersama satu meja berembug seputar siapa butuh apa seberapa dan siapa siap jual apa seberapa, pasti akan segera ketahuan kuota konsumsi dan kuota produksi untuk setiap komoditas. Sehingga ketahuan komoditas mana yang produksinya perlu ditingkatkan, mana yang perlu diturunkan. Bahkan komoditas yang memang harus diimpor pun akan ketahuan. Andai bisa dicapai kesepakatan, tentu persoalan selesai. Dalam sekejap iklim ekonomi menjadi berimbang. Dan jika komoditas yang harus diimporpun ada yang sanggup memproduksinya lokal, tentu dalam sekejap iklim ekonomi menjadi mandiri.

Masalahnya, mungkinkah ratusan juta konsumen dan produsen se Nusantara duduk satu meja? Tentu mustahil! Sehingga perlu adanya perwakilan setidaknya 3 lapis, kelompok, distrik dan nasional, dan 2 lapis moderasi, untuk forum distrik dan nasional. Moderator distrik memoderasi rembug kelompok dan antar kelompok dalam satu distrik. Sedangkan moderator forum nasional memoderasi rembug antar distrik se Nusantara. Masing-masing diwakili oleh moderator distrik.

Moderator distrik juga menyampaikan prospek yang diperoleh dari forum nasional, serta memotivasi dan membimbing semua kelompok dalam distriknya untuk mengoptimasi produksi dan konsumsinya menyesuaikan seluruh distrik lain. Sedang moderator pusat/nasional, sebenarnya lebih berperan sebagai sekelompok pakar dan narasumber bagi para moderator distrik.

Gabungan moderator seluruh distrik dan pusat/nasional adalah tim penggerak revolusi mental ini. Para produsen (petani, peternak dan nelayan) akan dibimbing harus memproduksi komoditas apa dan dijanjikan kisaran keuntungannya. Hasil panen dibeli dan didistribusikan oleh tim.

Konsekuensinya para konsumen juga harus mentaati kesepakatan forum, yaitu membeli komoditas dari tim. Konsumen tidak melulu individu. Agroindustri, mulai tingkat pengrajin tempe/tahu, hingga pabrik makanan, kertas, kayu lapis, furnitur, ban dll juga termasuk konsumen. Mereka tidak perlu ragu quota suplai bahan bakunya. Pemain baru pun tidak perlu ragu. Gerakan ini tidak sekedar memberikan informasi ketersediaan, melainkan komit menjadi mitra penyedia bahan baku yang mereka perlukan.

Target awal gerakan ini adalah menciptakan iklim ekonomi berimbang. Membudayakan mental produktif bagi seluruh masyarakat se Nusantara. Tiap kelompok rakyat dimotivasi untuk memenuhi kebutuhannya sendiri dengan cara memenuhi kebutuhan kelompok lain. Bukan hanya anjuran, tapi aksi nyata. Mengkordinasi produsen dan konsumen agro sejak prospek hingga transaksi dan transportasinya, fully commited.

Perhatikan contoh gambar sebelah ini. Hasil kesepakatan forum, distrik A sesuai potensinya menjadi produsen gula Distrik B dan distrik C menjadi produsen kelapa. Namun distrik C juga produsen ikan. Beras diproduksi oleh distrik D dan kuota yang harus dipenuhi hanya diri sendiri, distrik C dan E. Karena distrik A dan B sanggup memenuhi kebutuhan berasnya sendiri. Bawang dan cabe semua berasal dari distrik E.

Kesepakatan ini akan mengikat terus menerus berdaur. Meski demikian, tidak berarti tidak ada perubahan. Segalanya bisa berubah. Kuota bisa berubah manakala kebutuhan konsumen meningkat. Jenis komnoditas juga bisa nambah. Produsen baru juga boleh muncul. Namun semua itu hanya dilakukan setiap ganti siklus dan harus mendapat kesepakatan baru. Sehingga forum selalu aktif terus menerus untuk menyusun kesepakatan setiap siklus.

Yang tidak diperbolehkan adalah merusak hal-hal yang sudah disepakati. Misalnya, distrik C tiba-tiba memproduksi beras. Ini mengkhianati distrik D dan terjadi surplus beras. Petani padi di distrik D tentu akan sangat dirugikan karena produknya tidak laku dan akhirnya tidak mau lagi mengikuti gerakan ini.

Distrik C yang semula mau memproduksi beras untuk diri sendiri juga harus dipenuhi. Jangan sampai di tengah siklus tiba-tiba mengajukan permintaan beras. Karena jika ini terjadi, pasti larinya impor. Padahal justru gerakan ini sedang merevolusi mental yang serba impor. Bukan berarti impor diharamkan. Impor dibolehkan hanya manakala ada kasus yang sangat khusus, misal karena gagal panen akibat musibah tertentu.

Gerakan ini menyuluh, membimbing dan komit membeli produk petani/peternak dan nelayan serta mensuplai agroindustri. Lembaga macam mana yang mewadahinya? Wadahnya bisa saja semacam koperasi nasional, atau boleh jadi menginduk ke salah satu kementerian yang ada kaitannya dengan agribisnis dan agroindustri, atau bahkan BUMN. Yang penting, sistemnya jalan sebagai program pemerintah. Perannya bukan sekedar broker, melainkan juga membimbing, mengkordinasi, mengelola transaksi dan transportasinya serta memberikan jaminan tuntas. Oleh karena itu dukungan infrastruktur fisik pada jalur darat maupun laut juga menjadi urgen.

Agromatika

Andai gerakan ini hanya untuk sistem agro-ekonomi antar 5 distrik untuk mengatur tataniaga 7 jenis komoditas seperti pada contoh di atas, mungkin bisa dilakukan secara manual. Terlebih jika distrik yang dimaksudkan hanya seukuran desa atau kelurahan dan 5 distrik tersebut berkumul di satu hamparan wilayah yang sama. Cukup dengan jalan kaki atau naik sepeda motor, para kordinator, moderator dan nara sumber bisa kongko-kongko setiap saat.

Yang sedang kita bahas ini adalah Nusantara, dari Sabang sampai Merauke. Distrik dan komoditas yang akan dikelola pun entah berapa ribu, bahkan juta. Karena distrik yang dimaksudkan disini adalah himpunan kelompok masyarakat yang bisa dianggap mewakili sentra produsen komoditas tertentu yang paling menonjol. Misalnya, dari Brebes hingga Batang bisa dikatakan produsen ikan laut. Tetapi Brebes sangat menonjol sebagai sentra bawang dan telor asin. Maka sebaiknya Brebes menjadi distrik terpisah. Batang juga sebaiknya distrik terpisah karena kemenonjolannya sebagai sentra emping mlinjo dan aneka kerupuk. Dengan demikian, boleh jadi distrik dipetakan sebagai kabupaten.

Kelompok masyarakat adalah himpunan konsumen dan/atau produsen. Bentuknya bisa himpunan individu petani, nelayan, peternak maupun lebaga usaha agroindustri. Produsen, baik individu maupun lembaga usaha tentu sekaligus berperan sebagai produsen dan konsumen dari awal. Karena misi gerakan ini menggiring rakyat menjadi bermental produktif, maka diharapkan setiap individu dalam waktu dekat akan menjadi produsen. Lembaga usaha agroindustri yang besar bisa dianggap sebagai kelompok sendiri.

Untuk menangani ribuan komoditas dan distrik, tentu diperlukan alat bantu IT. Selain itu, forum nasional tentu akan sangat sulit dijangkau karena kendala jarak. Maka fungsi IT menjadi faktor utama dalam gerakan ini. Rapat forum nasional tidak harus ngumpul di satu gedung di kota tertentu. Cukup menggunakan e-forum di dunia maya. Untuk itulah diperlukan Agromatika sebagai senjata utama gerakan ini.

Agromatika, asal kata agro-telematika, adalah rekayasa sistem (systems engineering) berbasis telematika untuk menyelenggarakan tatakelola perekonomian nasional di sektor agro (arti luas). Sebagai sebuah sistem, Agromatika tidak hanya sekedar mengandalkan perangkat kebijakan, aturan, organisasi dan teknologi saja. Lebih dari itu, Agromatika memerlukan tekad perjuangan yang menciptakan kultur baru yang melibatkan seluruh rakyat Nusantara. Sehingga Agromatika benar-benar mewujudkan gerakan revolusi mental perekonomian rakyat yang sistemik.

Tatakelola dilakukan secara integral dari hulu hingga hilir. Semua komoditas berbasis agro (arti luas) yang diperlukan rakyat, terutama komoditas primer, diinventarisir angka konsumsinya dan dipetakan sesuai geografi dan demografi. Diharapkan datanya ada di BPS dan cukup lengkap. Sehingga selain angka aktual kebutuhan saat ini, kita juga bisa memprediksi trend tahunannya ke depan berdasarkan data regresi yang disediakan BPS.

Lantas dipetakan pula sentra-sentra produsen setiap komoditas yang ada saat ini dan diinventarisir potensi kapasitas masing-masing. Antara peta konsumen dan produsen lantas disusun matrix demand-supply. Dari sana akan tampak seberapa kebutuhan konsumen yang bisa dipenuhi oleh produsen yang ada dan mana yang harus impor, serta komoditas mana dari produsen mana yang surplus. Lantas dilakukan tuning baik secara kuantitatif maupun kualitatif untuk menekan angka impor dan surplus komoditas untuk mewujudkan matrix yang setimbang optimal antara produksi dan konsumsi.

Konsekuensinya adalah perubahan peta produksi-konsumsi. Tentu tidak mungkin melulu tuning matrix di atas kertas. Harus ada pendekatan khusus pada setiap kelompok masyarakat untuk mensosialisasikan rencana perubahan dalam gerakan revolusi mental ini sekaligus mengenalkan Agromatika. Pendekatan ini dilakukan melalui forum rembug nasional.

Setelah semua pihak confirmed, matrix ini lantas dipatok menjadi database induk (DBI) Agromatika. DBI inilah yang selanjutnya digunakan sebagai acuan sistem tatakelola. DBI selalu di-tuning dari musim ke musim sesuai situasi ekonomi dan dikawal dengan berbagai analisis statistika untuk melakukan prediksi ke depan. Sehingga dari DBI ini dalam beberapa siklus ke depan menelorkan knowledge base induk (KBI) yang sangat mendukung tatakelola itu sendiri.

Cara kerja tatakelola Agromatika sebenarnya dilakukan oleh seluruh konsumen dan produsen yang terkait dalam sistem. Berdasarkan DBI (dan KBI) tersebut, secara rutin mereka berembug dalam forum nasional untuk menentukan kelompok mana butuh komoditas apa dengan kuota seberapa dan kelompok mana saja yang komit memenuhi kebutuhan tersebut dengan biaya berapa. Setelah mencapai kesepakatan, hasil rembug lantas di-update-kan ke dalam DBI dan direkam KBI untuk acuan siklus berikutnya. Mekanisme inilah yang dimaksud dengan tuning matrix supply-demand. Demikian seterusnya sehingga makin hari kondisi ekonomi rakyat semakin baik.

Agromatika menugaskan para agen atau juru info atau penyuluh menyebar di setiap distrik. Para agen itulah yang akan menjadi kordinator dan moderator dalam forum distrik. Selain memoderasi, agen juga memotivasi inovasi, bahkan memberikan bimbingan manakala di distriknya diperlukan perubahan, kuota konsumsi atau produksi, maupun adanya permintaan komoditas lain di luar yang dikuotakan sebelumnya. Di sisi lain, agen terhubung dengan para agen lain di distrik lain di seluruh Nusantara melalui e-forum untuk rembug nasional. Apa yang telah disepakati di forum distrik, dibawa ke forum nasional untuk dinegosiasikan. Hasil negosiasi dibawa kembali ke forum distrik untuk disosialisasikan. Para kelompok produsen lantas melaksanakannya, mungkin dengan bimbingan agen.

Rembug boleh jadi harus berulang antara forum distrik dan forum nasional untuk masalah yang krusial. Namun dengan dimoderasi oleh tim pusat Agromatika yang terdiri dari para pakar yang mumpuni, diharapkan tidak ada deadlock. Untuk itu, para agen dibekali dengan kesadaran akan kepentingan nasional untuk mewujudkan masyarakat ekonomi produktif se Nusantara.

Forum nasional adalah forum internet atau e-forum. Bukan seperti e-forum pada umunya yang hanya berisi expresi dan komentar para anggotanya, e-forum Agromatika dikawal dengan aplikasi tertentu merekam negosiasi maupun kesepakatan yang dicapai. Modelnya mungkin seperti formulir polling maupun isian tertentu yang dirilis oleh moderator di setiap akhir diskusi.

Bahasan komprehensif mekanisme kerja Agromatika dapat disimak disini. Paparan lengkap Agromatika dalam bentuk slides dapat disimak disini. Bagi anda yang tertarik untuk mendiskusikan Agromatika secara intensif, selain di kolom komentar disini, saya juga menyediakan mailing-list di YahooGroup sejak tahun 2003.

Dukungan Tol Laut

Program tol laut yang dicanangkan Jokowi merupakan tulang punggung Agromatika, mengingat Nusantara berupa kepulauan. Overhead transaksi komoditas antar pulau akan ditekan sekecil mungkin dengan adanya tol laut. Sehingga kemungkinan rusaknya kesepakatan akibat serobotan-serobotan impor juga bisa diminimalisir.

Bahkan, tanpa gerakan Agromatika, boleh jadi tol laut akan kesulitan mendapatkan investor. Agromatika akan menggenjot dan memeratakan transaksi antar pulau dari Sabang sampai Merauke. Bahkan sekaligus mengalihkan kepadatan transportasi darat. Semisal di Jawa dan Sumatera, mungkin sebagian transportasi darat yang sering terhambat kemacetan akan memilih tol laut sebagai jalur utama.

Komprehensif tentang tol laut dapat disimak disini.

Kaitan Agromatika dengan e-Gov

DBI, KBI dan e-forum Agromatika adalah sebuah sistem utuh yang mandiri. Tentu bisa dibangun dan digelar kapan saja. Namun karena wilayahnya nasional dan terkait dengan perdagangan, industri dan sumberdaya alam, serta memerlukan sejumlah informasi dan statistika skala nasional, maka akan jauh lebih baik jika Agromatika menjadi bagian dari e-Gov. Sehingga beberapa konten e-Gov yang diperlukan bisa mengawal dan/atau meng-update langsung database Agromatika. Sebaliknya, beberapa konten Agromatika, seperti pajak yang terkait transaksi antar distrik, juga bisa meng-update langsung database perpajakan.

Komprehensif soal kaitan antara Agromatika dan e-Gov saya susun dalam bentuk paparan menggunakan slides dapat disimak disini.

Gerakan Sarjana Masuk Desa

Penggelaran gerakan Agromatika tentu akan memicu hadirnya ribuan lapangan kerja di seluruh Nusantara. Karena Agromatika akan mendorong setiap kelompok masyarakat harus memproduksi sesuatu, terutama yang dibutuhkan oleh kelompok masyarakat lain. Tentu perlu SDM, mulai tingkat pekerja kasar hingga perancang produk dan pengelola usaha.

Awalnya, hadirnya lapangan kerja baru yang semata karena ada permintaan penyediaan komoditas tertentu dari kelompok lain yang telah disepakati secara nasional. Spec jelas, kuota jelas, bahkan pelatihan pun disediakan. Sehingga belum perlu inovasi. Namun Agromatika tidak berhenti sampai disitu. Kelak setelah iklim ekonomi seimbang sudah tercapai, masyarakat akan terus digiring untuk memasuki iklim ekonomi produktif. Tentu saja inovasi menjadi kunci utama. Masyarakat dituntut mampu berinovasi memproduksi komoditas baru dan expor.

Di fase itu kita sangat membutuhkan SDM terampil yang kreatif. Bukan sekedar mencari apa yang dibutuhkan, tapi juga menciptakan kebutuhan baru. Telepon seluler diciptakan karena dibutuhkan. Tetapi pulsanya diciptakan untuk menciptakan kebutuhan. Pulsa adalah contoh inovasi luar biasa.

Di fase ekonomi produktif, para lulusan perguruan tinggi tidak lagi tertarik berdesakan di Jakarta atau kota besar lain. Mereka bisa pulang kampung dan berkiprah disana. Sayangnya, sepertinya S1 secara umum bukan jawaban yang tepat. Yang diperlukan adalah sarjana yang benar-benar dibekali keterampilan yang cukup. Oleh karena itu perlu revolusi pendidikan tinggi untuk menghadirkan sarjana praktis (D4) lebih banyak ketimbang sarjana tesis. Perguruan tinggi populer yang selama ini fokus pada program S1 harus didorong untuk memproduksi sarjana D4 lebih banyak.

Topik-topik terkait

mm
Deru Sudibyo
deru.sudibyo@gmail.com
2 Comments
  • Daya setiawan
    Posted at 10:05h, 14 July Reply

    Saya baca paperrmu ini,
    komentarku : komprehensif, applicable,iideal
    Pertanyaanku : apa dah ada tanggapan? Apa dah breakdown sampai tahap/implementasi ?
    Kelanjutannya dah sampe mana? Suka sekali bacanya…
    Kekhawatirannya : hanya jadi kendaraan tumpangan pilpres, belum kelihatan spirit kebangsaan dan kerakyatan..

    • mm
      Deru Sudibyo
      Posted at 15:36h, 14 July Reply

      Weeeh lah dalah… konangan seniorku… isin tenan he he 🙂 Ini cuma mengkhayal bro, kali aja dibaca oleh mereka yg sedang berkepentingan. Syukur-syukur bisa jadi masukan positif.

Post A Reply to Deru Sudibyo Cancel Reply